Rabu, 27 Juni 2012

28. Qurban mendekatkan diri kepada Allah


Khutbah Jum'at Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Nurul Yakin
Jorong Cubadak Nagari Pianggu
Kecamatan IX Koto Sungai Lasi
Kabupaten Solok Sumatera Barat
Tanggal 12 Nofember 2010


إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَاأَيُّهاَ الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ الله كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ:……
Puji syukur kita sanjungkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan Taufiq dan Hidayah-Nya kepada kita sehingga kita masih dapat menikmati kehidupan dalam iman dan islam, shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, sebagai nabi dan Rasul yang diamanatkan untuk membimbing ummat manusia agar selamat hidupnya di dunia hingga akherat, beliau sebagai teladan dan pimpinan kita dalam menapaki kehidupan ini. Kemudian marilah kita meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah SWT sebagai bekal terbaik memasuki kehidupan akherat kelak.

Contoh puncak kebahagiaan seorang manusia tauhid, yang bersedia berkurban untuk mencapai derajat taqwa adalah Nabi Ibrahim As, beliau bersedia dengan rasa tulus ikhlas mengurbankan Ismail As putra yang dicintainya, jika memang hal itu merupakan perintah Allah, tetapi Allah yang Maha Bijaksana hanya menguji kepasrahan, ketaatan dan ketaqwaan Ibrahim. Dan Nabi Ismailpun diuji ketaatan dan kesabarannya. Di bawah ini akan diinformasikan dialog Nabi Ibrahim AS dengan anak sulungnya, yaitu dalam Ash Shaffaat 37;102):
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".
Inilah kampanye dialogis yang menghasilkan kesepakatan kesediaan melaksanakan perintah Allah dengan sikap disiplin berasaskan keikhlasan. Kalaulah Ibrahim melakukan penyembelihan itu tanpa mengabarkan terlebih dahulu kepada Ismail maka selesailah tugas yang diamanatkan Allah kepadanya, tapi dia tidak mau peristiwa itu tanpa keterlibatan Ismail, diapun memberikan didikan kepada anaknya bahwa tugas besar itu harus juga diikuti oleh sang anak, disini tergambar bahwa orangtua tidak boleh melakukan semua peran kehidupan ini walaupun dia mampu, peran kehidupan itu juga harus dibagikan kepada anak-anak muda sebagai generasi yang akan datang.
Jawaban Ismail adalah jawaban seorang anak yang patuh kepada ketentuan Allah, dia tidak memastikan dirinya bisa berlaku sabar, tapi semuanya itu dengan izin Allah. Karena kesabaran itu sikap pribadi seseorang yang diberi hidayah oleh Allah, manusia hanya makhluk yang segala sesuatunya dibawah kekuasaan-Nya, itulah jawaban yang tepat dari Ismail dengan kalimat "Insya Allah". Lalu buat apa Allah menggantikan Ismail dengan bi dzibhin 'atzhiem seekor binatang sembelihan yang besar.
Bagi Allah tidak ada masalah, Dia Maha Kuasa, Bagi Nabi Ibrahim AS sudah ikhlas menyembelih dan Ismail juga sudah ikhlas disembelih. Yaitu untuk memberikan penekanan, penggaris bawahan, perbedaan antara agama-agama kebudayaan penyembah berhala dan dewa-dewa dengan agama wahyu, tidak boleh menyembelih, membunuh manusia. Upacara kurban bukanlah suatu yang sakral (sacrifice), bukanlah suatu sesajen [offering]
Apakah daging kurban itu dapat meredakan murka Tuhan? Apakah Tuhan berhajat kepada daging kurban itu? Apakah darah kurban yang mengalir itu sesuatu yang sakral, dapat mensucikan kembali manusia dari dosa? Apakah binatang kurban itu untuk kendaraan yang berkurban di hari kemudian kelak? firman Allah dalam S. Al Hajj 22; 36,
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.
Jadi menurut Al Quran, daging dan darah tidak ada relevansinya dengan upacara kurban. Ajaran Islam menolak pemahaman kurban sebagai persembahan atau sesajen (offering), dan juga menolak pemahaman kurban sebagai pembasuh dan penebus dosa yang sakral sifatnya (sacrifice), tegasnya ajaran Islam menolak pengertian kurban sebagai persembahan yang sakral. Juga tidak benar bahwa binatang kurban akan menjadi kendaraan di hari kemudian.
Kurban harus diresapkan artinya menurut rasa bahasa asalnya yaitu bahasa Al Quran, yang dibentuk oleh 3 huruf Qaf, Ra, Ba, qarraba, artinya mendekatkan diri (kepada Allah SWT). Dalam S. Al Maidah 27 terdapat ungkapan Qarraba Qurba-nan, yang artinya mendekatkan diri dengan berkurban.
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang Sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah Hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".
Jadi upacara kurban adalah menyembelih binatang, dagingnya untuk dimakan sendiri dan dimakan oleh fakir miskin sebagai fungsi sosial, darahnya dibuang, tidak boleh dimakan karena najis, jadi sangat jauh dari sakral. Dan arti spiritualnya adalah mendekatkan diri, taqarrub kepada Allah SWT sebagai tanda berbakti kepadaNya, melaksanakan perintahnya dengan semangat taqwa. Demikianlah, menurut bahasa asalnya, yaitu bahasa Al Quran, berkurban bermakna mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memberikan yang berkwalitas kepada orang lain sebagai realisasi taqwa. [ Makassar, 14 Juni 1992 'H.Muh.Nur Abdurrahman].
Bukanlah kurban namanya bila penyembelihan ditujukan kepada selain Allah seperti menyembelih hewan untuk prosesi sebuah bangunan, agar bangunan tersebut kuat dan kokoh hingga bertahan lama, bukanlah kurban namanya bila penyembelihan hewan dicampakkan ke gunung atau ke laut dalam rangka untuk mengusir malapetaka dan bahaya yang datang, bukanlah kurban namanya bila penyembelihan hewan untuk tempat-tempat tertentu dengan tujuan agar mendapatkan berkah, mendatangkan keselamatan dan keuntungan, bukan pula kurban namanya bila penyembelihan hewan untuk mengobati sakit seseorang, semua hal diatas tersebut tidak pernah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul, bahkan mereka melarang penyembelihan hewan untuk hal-hal demikian.
Dengan demikian Allah mengajarkan, semakin sering kita berqurban untuk kesejahteraan ummat manusia, maka akan semakin kokoh dan sempurnalah taqwa kepada Allah Swt. Kesediaan kita untuk berqurban sudah tentu menuntut penekanan egoisme dan pengurbanan rasa keakuan kita. Tidak boleh rasa keakuan tersebut hidup subur di hati ummat Islam, karena dorongan nafsu akan menjadikan manusia serakah, yang tidak mengenal batas-batas kemanusiaan dan yang cendrung melanggar norma-norma Allah.

Agama Islam adalah agama yang menganjurkan dengan tegas agar pemeluknya suka berqurban dalam arti yang seluas-luasnya. Al Qur’an mendorong ummat islam untuk menanamkan watak kesediaan untuk senantiasa mengurbankan sebagian kepentingan kita, sebagian rezeki kita, sebagian kelonggaran kita untuk sesama manusia.

Hadis riwayat Jundab bin Sufyan ra., ia berkata:
Aku pernah berhari raya kurban bersama Rasulullah saw. Beliau sejenak sebelum menyelesaikan salat. Dan ketika beliau telah menyelesaikan salat, beliau mengucapkan salam. Tiba-tiba beliau melihat hewan kurban sudah disembelih sebelum beliau menyelesaikan salatnya. Lalu beliau bersabda: Barang siapa telah menyembelih hewan kurbannya sebelum salat (salat Idul Adha), maka hendaklah ia menyembelih hewan lain sebagai gantinya. Dan barang siapa belum menyembelih, hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah. (Shahih Muslim ]

Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Nabi saw. berkurban dengan dua ekor kibas berwarna putih agak kehitam-hitaman yang bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, seraya menyebut asma Allah dan bertakbir (bismillahi Allahu akbar). Beliau meletakkan kaki beliau di atas belikat kedua kambing itu (ketika hendak menyembelih). (Shahih Muslim )

Kurban selain ujud ketaatan kepada Allah, dia juga merupakan ujud syukur seorang hamba atas nikmat yang sudah diterima dari Allah, diantara realisasinya adalah shalat dan kurban;

"Sesungguhnya kami Telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka Dirikanlah shalat Karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus[Al Kautsar 108;1-3]

Kurban merupakan implikasi dari nikmat-nikmat Allah yang sudah diterima seorang hamba, artinya pahalanya ada dua dimensi, sebelum berkurban sudah lebih dahulu menerima pahala berupa kenikmatan dunia , hanya manusia penerima nikmat itu yang mengerti sudah berapa banyak nikmat dunia dia terima, sehingga dari itu semua dia juga ujudkan dengan kurban untuk mengejar pahala yang lebih besar lagi yang berdimensi akherat, ukuran pahalanya kata Rasulullah sebanyak bulu domba yang disembelih itu.wallahu a'lam [Cubadak Solok,15 Syawal 1431.H/ 24 September 2010]
أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ِليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ


Tidak ada komentar:

Posting Komentar