Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Baitul Taqwa
Komplek
Perkantoran Bea Cukai
Kecamatan Batu Ampar Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
25 Zulhijjah 1436.H/ 9 Oktober 2015.M
KUALITAS
MUHSININ
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Yang dimaksud dengan Muhsinin
adalah orang-orang yang mampu berbuat dengan amaliyah ibadah dalam seluruh
asfek kehidupannya secara baik,bukan ibadah sebatas ritual dan mahdhoh saja
tapi segala aktivitasnya bernilai ibadah semuanya yang diawali dari niat yang
ikhlas, berbuat dengan standard acuan pribadi Rasulullah hingga pada tujuan
hanya mencari ridha Allah. Sedankan pekerjaan seorang yang muhsin disebut
dengan ihsan.
Secara
bahasa, ihsan berasal dari kata Ahsana: memberi kenikmatan atau kebaikan
kepada orang lain. Hal ini seperti yang difirmankan oleh Allah Swt dalam surat
an-Nahl ayat 90. “Sesungguhnya Allah
menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan), memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (an-Nahl
[16]: 90).
Menurut Raghib
al-Asfahani ihsan lebih tinggi derajatnya dari sekedar adil.Jika adil adalah
memberi dan mengambil sesuai dengan porsi yang yang dibutuhkan, maka Ihsan
adalah memberi lebih banyak dan mengambil lebih sedikit.
Dalam salah satu
hadisnya Rasulullah menjelaskan bahwa “Ihsan
adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kami melihat-Nya.Namun apabila
kamu tidak merasakan melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR.
Muslim).
Kata ibadah yang
dijelaskan oleh Rasulullah di atas tidak terbatas pada ibadah makhdah. Dalam
Islam ibadah melingkupi segala perbuatan yang diniatkan untuk kepatuhan kepada
Allah Subhabahu wa ta’ala. Orang yang shalat dan yang bermain bola sama-sama
ibadah, apabila ditujukan dengan ikhlas sebagai upaya kepatuhan terhadap Allah Subhabahu
wa ta’ala. Dengan pengertian ini maka orang yang telah mencapai tingkatan ihsan
akan selalu merasakan kehadiran Allah dalam setiap tindakannya, baik yang
tersembunyi maupun terang-terangan.
Bukan hanya dalam
hubungan dengan Allah (hablunminallah), dalam tataran interaksi dengan manusia
(hablunminannas) ihsan juga sangat diperlukan. Kebobrokan moral dan
meningkatnya kriminalitas adalah pertanda utama hilangnya ihsan. Bagaimana
mungkin seorang yang merasakan kehadiran Allah dalam setiap tindakannya akan
mudah berbohong, membohongi, hingga korupsi?
Dalam beribadah
orang yang mencapai tingkatan ihsan akan merasakan kekhusyuan dan kepasrahan
yang penuh kepada Allah Swt. Dalam berinteraksi dengan orang lain, dia akan selalu
mengedepankan etika dan kemaslahatan. Dalam mengemban amanah dia akan
menjalankanya dengan bijaksana. Bahkan dalam berinteraksi dengan binatang pun
dia tidak akan pernah menyakitinya.[Jauhar Ridloni Marzuq, Hikmah Pagi: Ihsan, Republika OnLineSelasa, 04 Januari 2011, 07:12
WIB].
Prof
Dr KH Didin Hafidhuddin MSc mengaitkan
ihsan dengan itqan, kedua istilah ini menurut beliau tidak bisa dipisahkan,
ihsan saja belum lagi cukup tanpa diiringi dengan itqan, lebih jauh calon
Presiden dari Partai Keadilan [Tahun 2000] ini menyatakan;
Ihsan dan itqan
adalah dua istilah yang terdapat dalam Alquran dan sunah yang berkaitan dengan
amal perbuatan seorang Muslim yang harus dilakukannya dalam hidup dan
kehidupannya di dunia ini.Ihsan berarti optimalisasi dalam kebaikan. Artinya,
kebaikan apa pun yang dilakukan seorang Muslim harus selalu optimal dalam
persiapan dan pelaksanaannya, agar hasilnya didapat secara optimal pula.
Allah Subhabahu wa ta’ala
berfirman dalam QS al-Mulk [67]: 2:
"(Dia) Yang menjadikan mati
dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya
(optimal). Dan, Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun."
Jika seorang Muslim
sedang melakukan ibadah maka dipersiapkan dan dilakukan dengan baik, baik ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengannya maupun teknis pelaksanaannya. Ketika
melaksanakan ibadah haji, misalnya, ilmunya dipersiapkan, tata cara
pelaksanaannya disempurnakan, juga menjaga kesehatan jasmani rohani, sehingga
betul-betul predikat haji mabrur dapat diraih, termasuk menjaga dan
mempertahankannya ketika ia sudah kembali ke kampung halamannya.
Seorang Muslim yang
sedang mendapatkan amanah jabatan publik di wilayah eksekutif, legislatif,
ataupun yudikatif, ia penuhi amanah tersebut dengan semaksimal mungkin agar
betul-betul mampu mempersembahkan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat dan
bangsa di wilayah pekerjaannya tersebut. Amanah dan profesionalitas merupakan
ciri utama dari pejabat Muslim tersebut. Karena disadarinya, semuanya akan
dipertanggungjawabkan kepada konstituennya di dunia ini dan terutama kepada
Allah SWT kelak kemudian hari, dan selalu berusaha menjauhi sifat khianat.
Allah SWT berfirman
dalam QS al-Anfal [8]: 27: "Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui."
Sedangkan, itqan
berarti kesungguhan dan kemantapan dalam melaksanakan suatu tugas, sehingga
dikerjakannya secara maksimal, tidak asal-asalan, sampai dengan pekerjaan
tersebut tuntas dan selesai dengan baik.Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melaksanakan suatu
pekerjaan, maka pekerjaaan tersebut dilakukannya dengan itqan." (HR
Thabrani).
Karena itu, ihsan
dan itqan harus selalu menjadi ruh dan spirit bagi setiap Muslim dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya, baik yang berhubungan dengan Allah SWT
maupun dengan sesama manusia, sehingga pekerjaannya itu akan selalu bernilai
ibadah dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.[Ihsan dan
Itqan-lah dalam Mengemban Tugas,Republika.co.id.Jumat, 06 Mei 2011 11:35 WIB].
Ihsan menurut
Rasul adalah,"Hendaklah kamu menyembah Allah, seolah-olah kamu
melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya pasti Dia melihatmu". Sehingga
pengabdian kepada Allah akan mantap tanpa diganggu oleh sikap riya', bahkan
walaupun tidak dilihat manusia maka Allah tetap melihatnya;
"Katakanlah:
Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam" [Al An'am 6;162].
"Kepunyaan
Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu" [Al
Baqarah 2;284]
Sikap
ihsan tidaklah berdiri sendiri, dia berangkai dengan iman dan islam bahkan
semuanya berawal dari keimanan dan keislaman seseorang, sebagaimana yang
dialami oleh Rasulullah. Suatu hari ketika Rasulullah
sedang berdialoq dengan para sahabatnya, tiba-tiba datanglah seorang lelaki
dengan pakaian putih-putih dan bertanya;
"Apakah
Iman itu?" Rasulullah menjawab,"Iman ialah engkau percaya dan
meyakini Allah, Malaikat-Nya, hari akherat, para Rasul dan yakin adanya hari
berangkit".Selanjutnya orang itu bertanya lagi"Apakah Islam
itu?", Rasulullah menjawab,"Islam ialah hendaknya kamu menyembah Allah, jangan menyekutukannya, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat dan puasa pada bulan Ramadhan". Orang itu bertanya
lagi,"Apakah Ihsan", Rasulullah menjawab,"Hendaklah kamu
menyembah Allah, seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya
pasti Dia melihatmu".Orang itu bertanya lagi,"Kapan Kiamat akan
terjadi?"Rasul menjawab,"Aku yang ditanya juga tidak tahu".
Dr. Saad Riyadh
dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan tentang
Memupuk sifat ihsan [baik] ;
Coba bayangkan betapa tenteramnya
masyarakat yang masing-masing individu di dalamnya menghiasi diri dengan sifat
terpuji ini. Oleh sebab itulah, Rasulullah saw, berulang-ulang menasehati
umatnya untuk berlaku ihsan dalam segala hal. Diriwayatkan bahwa Rasulullah
saw, bersabda, “Sesungguhnya Allah mencatat ihsan dalam segala hal. Oleh sebab
itu, jika kalian membunuh [binatang] maka berlaku ihsanlah.Dan jika menyembelih
[binatang] maka berlaku ihsanlah.Hendaklah kalian menajamkan mata pisau yang
akan dipakai untuk menyembelih serta membuat nyaman kondisi binatang yang akan
disembelih” [HR. Tirmidzi].
Diriwayatkan juga bahwa Ibnu Abbas
ra, berkata,”Pada Bani Israel berlaku
hukum qishash, tetapi tidak berlaku hukum diyat [pembayaran sejumlah uang
sebagai ganti qishash]. Oleh karena itulah Allah swt, kemudian menurunkan ayat,“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa
yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar
(diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih’’[Al
Baqarah;178].
Maksudnya, sebagai
tindak lanjut dari maaf [yang diberikan oleh ahli waris terbunuh] tersebut maka
hendaklah mereka [ahli waris si terbunuh itu] menerima diyat dengan memintanya
dengan cara yang baik. Adapun si pembunuh maka hendaklah dia membayar diyat
tersebut dengan sikap ihsan. Disyariatkannya diyat merupakan wujud keringanan
dan rahmat Allah swt, terhadap kalian [ummat nabi saw] yang tidak diberikan
kepada umat sebelum kalian. Terhadap mereka Allah swt, hanya menggariskan hokum
qishash” [Sunan An Nasa’i].
Rasulullah saw
bersabda,”Sesungguhnya setiap muslim adalah saudara kalian maka berbuat
ihsanlah terhadap mereka, damaikanlah mereka apabila berselisih, minta
tolonglah kepada mereka terhadap hal-hal yang tidak sanggup kalian hadapi,
serta sebaliknya bantulah mereka dalam hal-hal yang tidak mampu mereka lakukan” [HR. Ahmad].[Gema Insani,
2007, hal 105].
Banyak melakukan
pekerjaan sangat baik tapi lebih baik lagi bila dikerjakan dengan ihsan dan
itqan sehingga kualitasnya dapat dinikmati, ketika kita mengetik sebuah naskah,
dapat ketikan itu selesai dalam waktu cepat, kalau hanya targetnya cepat saja
tapi tidak rapi dan baik maka tidaklah memuaskan, mungkin masih kita hargai
pendapat orang tua masa lalu yang mengatakan,”Biar lambat asal selamat” karena
memang untuk mengujudkan kerja yang ihsan dan itqan tidak bisa buru-buru
apalagi asal kerja, apalagi pekerjaan itu berkaitan lansung dengan ibadah,
tentu ihsan dan itqan sangat dibutuhkan.
Dalam bersikappun kita dituntut untuk berlaku
ihsan, sebagaimana pada hadits Rasulullah diatas, kepada hewan saja kita dalam
menyembelihnya agar berlaku ihsan apalagi bersikap kepada manusia, dalam
bertutur kata tidak menyakitkan orang lain, jauhkan diri dari kata-kata yang menghujat, mencaci-maki,
berkata kotor dan canda tidak karuan, karena bicara yang tidak baik
mendatangkan mudharat bagi pelakunya. Termasuk dalam aktivitas dakwah, apakah
mungkin orang akan mau mendengar dan mengikuti dakwah seseorang bila pesan-pesan dakwah itu penuh dengan
hujatan dan caci-maki, sebaiknya dakwah itu memberi motivasi kepada orang lain
untuk berbuat yang lebih baik.
Pekerjaan apapun
yang kita lakukan harus dikerjakan dengan ihsan dan itqan, hal ini sangat
penting bagi tukang cukur, bila tidak dikerjakan dengan ihsan dan itqan maka
berantakanlah rambut orang yang dicukurnya,
tukang sepatu yang tidak ihsan dalam pekerjaannya menjadikan sepatu langganannya
rusak binasa, bekgu juga tukang jahit, harus ihsan dalam menjahit baju orang,
bila tidak maka baju itu akan senjang sebelah, begitu juga pekerja bengkel,
karena keselamatan pengemudi dan penumpang didalamnya, ihsan dalam memperbaiki
kendaraan amat dibutuhkan, sehingga dapat kita pastikan, pekerjaan apapun
apalagi yang berkaitan dengan hajat orang banyak bila tidak dikerjakan dengan
ihsan dan itqan akan mendapat balasan yang tidak baik dikemudian hari.
Malaikat Jibril
menyampaikan pesan kepada Nabi Muhammad dengan tiga hal,”Berlaku baik kepada pada isteri, berlaku baik kepada tetangga dan
shalat secara berjamaah”[HR. Bukhari, Muslim, Ahmad].
Tiga hal diatas
dijelaskan oleh Dr.H. Ahmad Yani dalam kumpulan Khutbah Jum’atnya agar kita
berbuat ihsan [baik] kepada orang-orang yangdimaksudkan dan melakukan shalat
secara ihsan dalam berjamaah;
wasait
pertama yaitu;
Berlaku baik kepada isteri merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan dalam
kehidupan rumah tangga. Hal ini karena dengan orang lainyang hubungan kita jauh
saja harus berlaku sebaik mungkin, bahkan kepada binatangpun kita harus berlaku
baik, apalagi kepada isteri yang hubungan kita amat dekat dan keberadaannya
amat kita butuhkan. Rasulullah mendapat wasiat yang amat ditekankan untuk
berlaku baik kepada isteri, dalam satu hadits beliau bersabda,”Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar
memperlakukan isteri sebaik mungkin sampai aku mengira kalau isteri itu haram
diceraikan”.
Manakala kita sudah
berlaku baik kepada isteri, maka hal itu menjadi salah satu tokok ukur bagi
akhlak yang baik, dalam satu hadits, Rasulullah bersabda,”Mukmin yang palingsempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya.
Dan yang paling baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap
isterinya”[HR. Ahmad].
Wasiat
Jibril yang kedua
adalah Berlaku baik kepada tetangga.Secara fisik, keberadaan tetangga merupakan
yang terdekat setelah keluarga.Karena itu, kedekatan fisik dengan tetangga
semestinya dapat mencerminkan kedekatan hati sehingga sebagai muslim kita harus
berlaku sebaik mungkin kepada tetangga, Rasulullah bersabda,”Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada
tetangga sampai aku mengira kalau tetangga itu akan dijadikan ahli waris”.
Bila dengan
tetangga kita begitu ditekankan untuk berlaku baik sehingga Rasul menduga antar
tetangga itu akan saling mewarisi, maka hubungan kita dengan tetangga
seharusnya bisa seperti hubungan dengan anggota keluarga sendiri, karena yang
mendapat harta waris adalah anggota keluarga. Karena begitu ditekankan berlaku
baik kepada tetangga, maka hal ini menjadi salah satu dari ukuran keimanan
kepada Allah Swt dan hari akhir, Rasulullah Saw bersabda,”Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendkalah ia
memuliakan tetangganya” [HR. Bukari dan Muslim].
Wasiat
ketiga Jibril
kepada beliau adalah melaksanakan shalat secara berjamaah. Bagi seorang muslim
yang sejati, shalat yang lima waktu tidak hanya harus dilakukan tapi
melakukannya sedapat mungkinb secara berjamaah, bahkan berjamaahnya di masjid
khususnya bagi muslim yang laki-laki. Karena itu ada pula pendapat yang
menyatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya wajib meskipun sebagian besar
ulama berpendapat sunnah muakkad yang hampir mendekati wajib. Rasulullah saw,
memang mendapat wasiat dari Malaikat Jibril yang menekankan agar shalat
dilakukan secara berjamaah, beliau bersabda,”Jibril senantiasa berwasiat
kepadaku agar aku melakukan shalat berjamaah sampai aku mengira Allah tidak
akan menerima shalat kecuali dengan berjamaah” [HR. Bukhari, Muslim, Ahmad,
Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah].
Apabila kesadaran
kaum muslimin untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid sudah lebih besar,
maka akan semakin banyak orang yang melaksanakannya,tidak seperti sekarang yang
berjumlah sedikit bahkan amat sedikit. Manakala semakin banyak dari umat Islam
yang melaksanakan shalat berjamaah, maka hal itu lebih disukai oleh Allah swt
yang tentu saja akan semakin banyak pahala yang diberikan-Nya, Rasulullah saw
bersabda,”Shalat seorang dengan orang lain adalah lebih baik daripada shalatnya
sendirian, shalatnya dengan dua orang lebih baik dari shalatnya berdua dan mana
yang lebih banyak itulah yang lebih disukai Allah Ta’ala [HR. Ahmad, Abu Daud,
Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban].
Dari uraian ini,
bisa kita ambil suatu pelajaran bahwa seorang muslim memang harus menunjukkan
kualitas keislamannya dalam bentuk akhlak yang mulia yang dimulai dari berlaku
baik pada orang yang ada di rumah dan sekitar rumahnya. [Ahmad Yani, Khutbah
Jum’at, Tiga Wasiat Malaikat Jibril, Khairu Ummah, 2011].
Begitu luasnya
akhlak ihsan yang dapat diterapkan pada seluruh asfek kehidupan sehingga
hadirnya seorang muslim itu dimanapun dia berada dapat mendatangkan manfaat
bagi manusia, karena memang muslim yang baik itu adalah muslim yang mampu
tampil agar bermanfaat bagi sekelilingnya karena dia mampu tampil bukan sekedar
tampil tapi menampilkan akhlak ihsan.
Asfek ibadah seorang ihsan
sangat luas sekali,salah satunya dengan
harta benda sebagaimana yang diterangkan Allah dalam firman-Nya surat Al
Baqarah 2;195
”Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan
Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
baik”.
Ada Beberapa Kisah tentang sikap ihsan yaitu;
Pertama; Dalam sebuah peperangan,
sebelumnya Rasulullah menyampaikan taujih [pengarahan] kepada para sahabat
bahwa biaya jihad itu sangat besar sekali, maka
beliau menawarkan kepada muhsinin di zaman beliau, maka tampillah ketika
itu Umar bin Khattab dengan ucapannya,”Ya Rasulullah akan aku serahkan separuh
hartaku untuk berjihad besok”, dalam hati Umar menyangka bahwa dialah yang
palingbesar infaqnya, setelah itu tampil pula Abu Bakar dengan wibawa
menyatakan.”Wahai Rasul, aku serahkan seluruh hartaku untuk jihad besok”,
Rasull bertanya,”Apa yang kau sisakan untuk keluargamu ?”, Abu Bakar menjawab
”Yang tersisa adalah Allah dan Rasul-Nya.” Dalam hati Umar bergumam,”Memang Abu
Bakar tidak bisa disaingi dalam kebaikan ini”.
Kedua; Suatu ketika
telah ditemukan siapa orang yang menyebarkan isu tentang terjadinya dugaan penyelewengan
Aisyah dengan Shafwan, isu itu berkembang sehingga merusak keutuhan rumah
tangga Rasulullah. Rupanya salah seorang yang menyebarkan isu itu adalah pembantunya sendiri, maka
langsung Abu Bakar menyatakan,”Saya tidak akan lagi memberimu makan dan
memutuskan agar engkau keluar dari rumah ini”, mengetahui sikap Abu Bakar
demikian maka Rasul melarangnya, bahwa tidak boleh memutuskan kebaikan kepada
orang yang biasa kita beri kebaikan apalagi keluarga sendiri, Abu Bakarpun
mencabut sumpahnya tadi.
Ketiga; Jangankan muslim, sedang
manusia kafirpun hati nuraninya menuntut untuk berbuat kebaikan. Tersebutlah
dizaman Rasul ketika beliau diboikot penduduk Quraisy di lembah Si’ib atau
dikenal dengan nama lembah Abu Thalib, tidak boleh berdagang dan membeli dagangan
dari non muslim, sehingga Rasul ketika itu dengan para sahabatnya menderita
tanpa bahan makanan, ada seorang sahabat yang ketika malam hari saat buang air
kecil dia merasakan ada sebuah benda keas yang teraba olehnya, dia bawa pulang,
rupanya selembar kulit kambing yang sudah mengeras, itulah yang dia bersihkan
lalu dimasak dan dimakan, demikian sengsaranya ummat islam diperlakukan oleh
Abu Jahal dan kawan-kawan.
Dalam
kondisi demikian, tegeraklah hati seorang kafir Quraisy untuk memberikan
bantuan, dia ambi seekor kuda, lalu diisi dengan bahan makanan di seluruh pundaknya, sarat dengan bekal itulah, dia
arahkan sang kuda ke lembah Si’ib, kemudian dia pukul pinggul kuda itu dengan
kuatnya sehingga larilah sang kuda ke arah ummat islam yang sedang menunggu
bantuan dari siapapun.
Profil
muhsinin adalah pribadi yang siap untuk mencapai derajat taqwa dengan jalan
berbuat baik dimana saja dan kapan saja, baik dalam kondisi lapang ataupun
sempit, dalam kondisi kaya atau miskin;“(yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”[Ali Imran 3;134].
Nilai pahalanya tentu beda bagi seorang kaya mampu menginfaqkannya
dari harta sebesar umpamanya Rp. 5.000,- sedangkan orang miskin uang sebesar
itu harus dicari dengan pengorbanan yang luar biasa sedangkan si kaya sangat
mudah sekali, dan Allah memang menuntut ummatnya untuk berbuat baik tidak
dinilai dari besarnya tapi kualitasnya.
Banyak sebenarnya bagi seorang
mukmin peluang-peluang untuk berbuat baik itu yang tidak sebatas ibadah wajib
saja, semisal ibadah haji, bagi yang sudah pernah menunaikannya,alangkah baik
menahan diri untuk tidak ke Mekkah lagi, sementara dana untuk kesana
dialokasikan untuk kepentingan lain yang pahalanya tidak dapat ditandingi
seperti kepentingan pendidikan dan sosial dalam rangka membantu meringankan
nasib dhu’afa.
Termasuk semangat membangun masjid,
kita tahu bahwa sudah terlalu banyak masjid dibangun dengan dana ratusan juta,
itu memang sebuah kebaikan akan bernilai pahala disisi Allah, tapi
mengalokasikan dana tersebut untuk memakmurkan masjid apakah tidak berpahala,
memang fisiknya tidak nampak, tapi hasilnya akan nampak bagi jamaah, termasuk
untuk pembinaan generasi muda di masjid, apakah kita rela masjid indah
sementara fakir miskin merintih disamping masjid atau ada remaja yang putus
sekolah karena tidak ada biaya karena kita tidak memperhatikannya.
Untuk mencapai derajat taqwa seseorang harus melewati
fase muhsin ini sehingga dia diberi prediket orang yang selalu berbuat baik.
Dengan kebaikan ini pulalah akan membuat simpati orang kepada kita sehingga
rasul menyatakan kalau ummatnya ini seperti lebah yang selalu mengeluarkan
hal-hal yang baik seperti madu dan bila lebah hinggap pada ranting yang
rapuh sekalipun maka ranting itu tidak
akan patah.
Keempat, Saat Muhamad diproklamirkan
Allah sebagai Rasul, waktu itu tersebar kabar yang menuduh Muhammad orang yang membuat kerusakan karena membawa
ajaran baru. Datanglah seorang ibu ke Mekkah dengan kendaraan onta yang disewanya,
tepat onta itu berhenti di depan Rasul yang sedang lewat, sang ibu berteriak
agar dia dibantu untuk mengangkatkan
barang-barangnya tersebut, maka tampillah Muhammad. Dalam perjalanan
sang ibu banyak ceritanya tentang isu Muhammad yang mengaku sebagai nabi dan
merusak bangsa Quraisy, ibu itu berpesan ,”Saya
kasihan dengan kamu, janganlah kamu berteman dengan Muhammad nanti kami
disesatkannya”.
Sesampai
Muhammad mengantarkan barang itu, beliau
menolak ketika sang ibu memberikan upah, lalu dia berkata,”Ibu tahu tidak dengan Muhammad?”, ibu itu menjawab bahwa dia
belum kenal dengan Muhammad, baru
sebatas informasi dari orang, beliau berkata,”Sayalah
yang bernama Muhammad itu”, lansung sang ibu terkejut dan menyatakan diri
sebagai muslimah.wallahu a’lam [Mdr, 2009]
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ
Khutbah yang
kedua
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ
مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ
مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ..
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ
ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ. وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.