Kamis, 28 November 2013

104. Hijrah dari Jahiliyah kepada Islam




Khutbah Jum'at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Al Ikhwan
Aia Angek Bukit Kili Nagari Koto Baru
Kecamatan  Kubung
Kabupaten Solok Sumatera Barat
Tanggal 29 November 2013/ 25 Muharam 1435.H 




اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، دَعَا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ فَاسْتَجَابَ لِدَعْوَتِهِ الرَّاشِدُوْنَ، فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
   

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ،
            “ Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”[At Taubah 9;20].

Hadirin, sidang jum’at yang dirahmati Allah;

                Marilah kita bersyukur kepada Allah Swt, yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga dapat menghadiri panggilan Allah pada siang ini yaitu melaksanakan shalat jum’at yang merupakan sebagian kecil kewajiban yang harus kita lakukan, shalawat dan salam tidak lupa kita sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw , selaku Rasul Allah yang telah berjuang untuk menyelamatkan hidup manusia di dunia ini  yang berpedomankan pada Al Qur’an dan Sunnahnya.

Kemudian marilah kita selalu meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita kepada Allah dengan melaksanakan ibadah rutin dari shalat satu ke shalat berikutnya, dari jum’at satu ke jum’at berikutnya dari ramadhan tahun lalu menuju ramadhan berikutnya, yang semua itu sebagai bekal hidup dan sebaik-baik bekal  hidup di dunia ini adalah taqwa.

            “ Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”[At Taubah 9;20].

          Hijrah yang dialami oleh Rasulullah dengan para sahabatnya telah berlalu tapi konsep hijrah tetap berlansung hingga akhir zaman yaitu hijrah secara maknawi, salah satu hijrah maknawi itu adalah hijrah dari Jahiliyyah  kepada Islam.

                Sebagai muslim diwajibkan kita hidup dalam  suasan islam, yaitu kehidupan yang hanya dinaungi oleh nilai-nilai islam tanpa mengikuti segala hal yang dapat merusak keislaman seseorang. Konsep hijrah menuju kepada kehidupan yang islami itu harus menjauhkan diri dari segala hal yang berbau jahiliyah.

Kata ”jahiliyyah” pada umumnya diartikan ”bodoh” tetapi yang dimaksud dengan jahiliyyah Arab pada masa dahulu yaitu bodoh dalam hal ” ibadah dan aqidah” serta mereka tidak mempunyai tata aturan yang manusiawi. Karena yang kaya menginjak yang miskin, yang berkuasa menjatuhkan yang lain, hutang darah dibayar dengan darah, antara satu sama lain tidak ada rasa tenggang menenggang.

Ada beberapa warisan jahiliyyah yang hingga kini tetap bersemayam di hati ummat, dengan kemampuan yang ada baik sadar atau tidak, masih dianut, dilaksanakan dan dipertahankan kelestariannya, seperti halnya khamar dan judi adalah karakteristik  jahiliyyah yang ditentang Rasululah, namun kini masih tumbuh subur dengan segala aktivitasnya.

Dalam Al Maidah 5;90 Allah berfirman;

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya khamar, judi, berkurban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan syaitan, karena itu jauhilah dia, agar kamu mendapat keberuntungan”.

                Pada zaman jahiliyyah kebiasaan minum khamar dilakukan di tempat-tempat umum atau pesta-pesta bahagia, maka tidak jauh bedanya dengan zaman sekarang; di hari ulang tahun, pesta tahun baru dan lebaran terasa indah bila koleksi minuman terpampang di rumahnya dengan lengakp, Bir sampai Columbus serta merek lainnya yang menarik, hari itu bukan sekedar pelebur dosa antara manusia tetapi hari mabuk-mabukan dengan penumpukan dosa baru.

                Khamar bagaimanapun jenisnya sejak dari Bir,  Wiski, Brandy, Vodka sampai kepada Jenifer dengan kadar alkohol dari 1 sampai 70 % tetap haram, sebagaimana sabda Rasulullah, “Segala sesuatu minuman bilamana banyak memabukkan maka sedikitpun tetap haram” [Abu Daud dan Turmuzi].

                Ummat islam masih terus meminum khamar, hingga Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah. Ummat islam bertanya-tanya tentang minum khamar  dan tentang judi demi melihat kejahatan-kejahatan dan kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh kedua perbuatan itu, oleh karena itulah Allah menurunkan surat Al Baqarah 2;219; 

 ”Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya”.

                Judi biasanya dilakukakan pada zaman jahiliyah seiring dengan minum khamar di tempat-tempat pesta yang tenggelam dalam kemaksiatan, namun kini dapat kita saksikan dalam berbagai bentuk, sejak dari yang resmi sampai yang terlarang, apapun nama dan jenisnya tetap dinamakan judi dan haram dilakukan.

Nabi Muhammad Saw, memperingatkan ummat islam agar menghapus sifat-sifat jahiliyyah dengan sabdanya, ”Empat hal jahiliyyah yang masih berpengaruh pada ummatku yaitu;

1.Bangga dalam kedudukan sosial
Karena dia seorang terpelajar sehingga menganggap tidak berarti baginya orang awam, atau karena mempunyai kedudukan, lalu meremehkan posisi orang lain, baik kekayaan maupun kedudukan.

2.Kesombongan dalam keturunan
Menganggap rendah keturunan lain, seperti kata-kata membedakan, ”Anda orang Minang dan saya orang Jawa”. Saya mempunyai gelar di masyarakat, karena keturunan yang saya terima sebagai kaum bangsawan, atau keturunan orang-orang ningrat.

3.Meratapi orang mati
Tidak menerima takdir dan tenggelam dalam duka atas kematian dengan berlarut-larut.

4.Meminta hujan kepada bintang
Meminta sesuatu kepada selain dari Allah Swt. Bila dalam hati ummat islam masih tertanam bangga yang berlebihan terhadap kedudukan sosial yang dimilikinya, bersikap dan sombong karena keturunan, meratapi kematian kemudian meminta sesuatu kepada yang lain, walau dia hidup dalam zaman modern, tidak ubahnya berada dalam zaman jahiliyyah. Adapun sifat lain yang dilaksanakan pada masa jahiliyyah yang ditentang oleh Nabi Muhammad yaitu;

5.Berdo’a kepada orang yang shaleh
Mengagungkan orang shaleh yang ia jadikan sebagai wasilah atau penghubung dan pemberi syafaat. Pada surat At Taubah ayat 30 Allah berfirman,”Orang-orang Yahudi menjadikan Uzair anak Allah, dan orang Nasrani menjadikan [Isa] Al Masih sebagai anak Allah, itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka, meniru ucapan orang-orang kafir terdahulu. Allah mengutuk mereka, mereka menjadikan pendeta-pendeta dan paderinya sebagai Tuhan selain dari Allah”.

6.Mencaci- maki masa
Hal ini dapat saja terjadi dan menimpa generasitua yang sudah ikut berjuang, kemudian jasanya tidak dihargai, atau dia disingkirkan. Karena keadaan begini, maka dia akan mengumpat masa lalu dengan ucapan, ”Zaman lalu dengan susah kami berjuang, nyatanya tidak dihargai”, atau ”Zaman sekarang sedikitpun tidak menghargai jasa perjuangannya”. Rasulullah bersabda, ”Janganlah kamu mencaci-maki masa, karena Allah berfirman, ”Aku adalah  Pengatur siang dan malam, Aku perbaharui dia dan Aku rusakkan pula, dan aku datangkan raja-raja setelah penguasa yang lain

7.Menyandarkn nikmat Allah kepada yang lain
Bila manusia ingin menghitung-hitung nikmat Allah, sungguh tidak terhitung,sejak dia bangun tidur sampai detik ini, tetapi masih saja ada dan banyak manusia yang ingkar kepada Allah, tidak mau bersyukur, seolah-olah nikmat itu bukan dari Allah, nabi bersabda, ”Pagi ini ada orang yang bersyukur dan ada pula yang kafir [sehubungan dengan waktu turunnya hujan], yang bersyukur berkata, ”Ini adalah rahmat dari Allah”, yang kufur berkata pula, ”Sungguh tepat bintang ini dan ramalan itu”.

8.Prasangka buruk
                Seorang mukmin dituntut untuk berprasangka baik kepada siapapun apalagi sesama muslim karen sifat ini merupakan warisan jahiliyah;
 "….sedang segolongan lagi Telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah…"[Ali Imran 3;154]

                Ayat diatas menggambarkan buruk sangkanya orang-orang munafiq terhadap ummat islam ketika ummat islam gagal meraih kemenangan dalam perang Uhud, ucapan yang mereka katakan adalah, "Andaikata Muhammad memang seorang Rasul, tentu ia tidak dapat dikalahkan oleh orang-orang kafir dalam peperangan ini".

Allah berfirman dalam surat Yunus 10;36"Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan" [Yunus 10;36]

9.Penyelewengan hukum
                Selayaknya seorang muslim menjadikan hukum islam sebagai hukum yang tertinggi dalam kehidupannya karena bila hukum yang lain digunakan berarti telah terjadi penyelewengan ketauhidannya dan hanya orang jahiliyyah yang menentang hukum Allah;

   Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?'' [Al Maidah 5;50]

10.Takabur/sombong
                Muslim dituntut dalam kehidupannya untuk santun dan rendah hati kepada sesamanya, tidak boleh bersifat sombong untuk merendahkan orang lain karena pakaian sombong itu milik Allah, apa yang perlu kita sombongkan di dunia ini karena yang kita punyai dalam kelebihan hidup kita ini semuanya milik Allah, kita hanya dititipi untuk sekedar dan sementara waktu, disamping itu sombong merupakan warisan orang-orang jahiliyah;

Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu.' [Al Fath 48;26]

11.Glamour
                Hiasan atau dandanan dalam kehidupan seorang muslim tidaklah dilarang bahkan disunnahkan tapi dandanan yang sewajarnya tidak glamour dan wah yang mengundang iri dan dengki orang lain, sifat dan watak glamour itu hanya dipunyai oleh orang- orang jahiliyah saja;        "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya" [Al Ahzab 33;33]

                        Dengan kemampuan dan keteguhan hati, serta dukungan dari Allah, maka nabi Muhammad Saw, berhasil meruntuhkan sendi-sendi jahiliyyah kemudian merubahnya dengan pilar-pilar ajaran islam. Tetapi sebuah peringatan nabi Muhammad kepada ummat islam sesungguhnya ummat islam akan diliputi oleh sifat-sifat jahiliyyah, bila tidak waspada menyeleksi segala perbuatannya.

                          Meskipun seseorang hidup dalam alam modern dengan tekhnologi serba canggih, bila sifat-sifat jahiliyah masih terdapat, maka dia tetap merupakan bagian ummat yang jahiliyah, sesuai dengan pendapat Muhammad Qutb dengan istilah ”Jahiliyyah Modern”.

Kewajiban kita semuanya untuk menghijrahkan diri kita, keluarga dan kerabat kita serta masyarakat dan bangsa untuk berpaling dari segala hal yang berbau jahiliyyah kepada kehidupan yang islami, artinya segala sesuatu yang tidak islami dalam kehidupan yang kita jalani  maka itu adalah jahiliyyah, dalam masyarakat yang sudah hijrah sikap mentalnya maka tidak ada lagi sifat dan sikap yang dapat merusak tauhidnya, segala prilaku jahiliyyah akan dihilangkan oleh keimanan dan keislamannya,  wallahu a'lam [Cubadak Solok, 21 Muharam 1432.H/ 28 Desember 2010.M].

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُم


KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ ، وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدُ الْأَمِيْنُ. عِبَادَ اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Referensi;
1. Al Qur'an dan terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
2. Kumpulan Ceramah Praktis, Drs. Mukhlis Denros, 2009
3. Munir Al Gadhban, Manhaj Haraki
      4. Muhammad Qutb, Jahiliyyah abad 20

8

Jumat, 22 November 2013

103. Hijrah dari Kufur kepada Iman



Khutbah Jum'at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Nurul Yakin
Jorong Cubadak Nagari Pianggu
Kecamatan  IX Koto Sungai Lasi
Kabupaten Solok Sumatera Barat
Tanggal 22 November  2013/ 18 Muharam 1435.H 



اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، دَعَا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ فَاسْتَجَابَ لِدَعْوَتِهِ الرَّاشِدُوْنَ، فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ،
             “ Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”[At Taubah 9;20].

            Hadirin, jama’ah jum’at yang dirahmati Allah
            Marilah kita persembahkan puja puji syukur kepada Allah Swt yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga masih dalam  lindungan, taufiq dan hidayah-Nya, semoga kita termasuk orang-orang yang bersyukur kepada-Nya dengan menunjukkan sikap syukur itu melalui pengabdian yang sempurna. 

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad Saw yang telah berjasa memperbaiki kehidupan manusia dari kejahiliyahan kepada nilia-nilai yang islami sebagaimana yang kita rasakan pada hari ini.

            Selaras dengan dinamika kehidupan yang kita lalui pada masa ini yang nyaris mengantarkan kita kembali kepada kehidupan jahiliyah, maka selayaknya membentengi diri dengan peningkatan kualitas iman dan taqwa diiringi dengan amal shaleh yang dapat diaplikasi pada semua sektor kehidupan, iman yang bukan pernyataan saja tapi juga kenyataan, iman yang tidak sebatas ucapan bibir tapi teriring dengan aktivitas positif dalam kehidupan sehari-hari.

            Hadirin, jama’ah jumat yang mulia,  Allah berfirman;

            “ Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”[At Taubah 9;20].

            Hijrah yang dialami oleh Rasulullah dengan para sahabatnya telah berlalu tapi konsep hijrah tetap berlansung hingga akhir zaman yaitu hijrah secara maknawi, salah satu hijrah maknawi itu adalah hijrah dari Kufur  kepada Iman.

            Salah satu sebab Rasul dan para sahabatnya serta ummat islam secara keseluruhan harus mencari peluang untuk hijrah ke Thaif, Habsyi dan ke Madinah karena untuk menjaga iman yang sudah mulai tumbuh, banyak gangguan yang harus dihadapi bila tetap bertahan di Mekkah, konsep hijrah inilah sebagai warisan dari Rasulullah yang mengajak ummat islam untuk meninggalkan kekafiran kepada keimanan walaupun tidak pergi ke Madinah.

Allah tidak memaksa manusia untuk beriman kepada-Nya. Karena itu memang hak azasi dan Allah memberi kebebasan kepada manusia sampai dimana usahanya untuk mencari dan berusaha menemui hidayah. Iman itu bukanlah hadiah atau warisan dari seorang bapak kepada keturunannya, apalagi keimanan yang sebenarnya iman, harus diraih dengan ikhtiar yang maksimal melalui kajian dan penghayatan terhadap keberadaan Allah dengan segala asfeknya.

            Keimanan seseorang tidaklah punya pengaruh terhadap eksistensi-Nya, sebagaimana Rasulullah menyatakan dalam hadits bahwa seandainya seluruh malaikat, jin dan manusia beriman kepada Allah maka tidak akan meninggikan derajat Allah. Sebaliknya bila seluruh malaikat, jin dan manusia ingkar, kafir dan menentang Allah, tidak akan merendahkan derajat Allah. Bahkan lebih tegas dikatakan; mau beriman silahkan daningin kafir tidak masalah. Sayid Qutb pernah menyatakan kepada orang-orang manafiq yang tidak terang-terangan memusuhi Islam dan ummatnya,”Masuk Islam keseluruhan atau tinggalkan Islam keseluruhan”.

            Pengingkaran ummat terdahulu kepada Allahpun menghiasi perjalajan kehidupan para Nabi dan Rasul, lantaran penyampai da’wah adalah seorang nabi yang bukan dari kalangan mereka, atau nabi itu mereka pandang rendah status sosialnya bahkan faktor gengsi lainnya membuat mereka tidak segan-segan menolak kebenaran yang diwahyukan itu. Banyak faktor memang yang menjadikan seorang kafir dan tidak sedikit pula faktor yang membuat orang beriman, membela kebenaran Islam dengan seluruh potensi hidupnya.

            Suatu ketika kafir Quraisy menyatakan maksudnya kepada Rasulullah untuk beriman kepada kebenaran ajaran Islam dengan syarat kalau beliau dapat menggeser bukit-bukit yang menghalangi mereka sehingga kota Mekkah lapang. Mendengar itu Rasulullah diberikan wahyu oleh Allah, bahwa sekiranya permintaan itu dikabulkan maka mereka tetap tidak akan beriman, itu hanya alasan saja untuk meramaikan perdebatan yang akhirnya merekapun mengolok-olok dan semakin jauh saja kesesatannya.
 
"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah Telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang amat berat.[Al Baqarah 2;6-7]

Demikian pula halnya ummat Nabi Musa yang meragukan eksitensi Allah sehingga mereka meminta kepada Musa agar diperlihatkan Allah secara nyata agar keimanan mereka bertambah. Ini alasan yang mereka lontarkan, apakah dengan mereka dapat melihat Allah secara nyata lalu keimanan mereka akan bertambah ? belum tentu, ”Dan ingatlah ketika kamu berkata;
 
”Hai Musa, kami tidak akan beriman kepada kamu sebelum kami melihat Allah dengan terang” karena itu kamu disambar halilintar, sedangkan kamu menyaksikan...”[Al Baqarah 2;55].

            Suatu argumentasi yang tidak masuk akal yaitu mengukur keimanan dengan sandaran panca indra. Padahal kemampuan panca indra manusia itu terbatas. Jangankan tentang wujud Allah, sedangkan rahasia kejadian manusia saja belum terungkap.

            Ketika Musa menyediakan dirinya untuk mengabulkan permintaan dari pengikutnya itu, mereka ingin melihat Allah dengan transparan, tetapi karena keterbatasan manusia akhirnya belum mampu memenuhi keinginan mereka. Justru yang terjadi musibah datang dengan hancurnya sebuah gunung, karena tidak sanggupnya menyaksikan eksistensi Allah. Walaupun demikian kekafiran masih kental di hati mereka. Bahkan saat Musa datang menemui kaumnya yang ditinggalkan bersama Nabi  Harun, bukan main gusarnya sebab ummat yang telah beriman, sepeninggal Musa mereka kafir kembali. Mereka menyembah anak sapi yang terbuat dari emas yang dapat mengeluarkan suara.

            Orang kafir adalah musuh Allah dan musuhnya orang-orang beriman. Orang kafir dibungkus oleh berbagai idiologi seperti komunis, sosialis dan isme-isme lain yang hakekatnya bentuk kekafiran dengan baju kemodernan atau kepalsuan yang dibungkus adat istiadat dengan praktek syirik, bid’ah, kurafat dan tahyul. Segala bentuk ajaran yang tidak mengacu kepada ajaran Islam yang asholah [asli] adalah kekafiran baik diakui atau tidak.

            Maka langkah terbaik dari segala kekufuran itu adalah menghijrahkan diri ini kepada keimanan yang baik yaitu keimanan yang tidak dicederai oleh kekufuran, karena iman itu harus diujudkan dalam tiga hal yaitu terhunjam di hati, terucapkan melalui lisan dan dibuktikan melalui amal perbuatan.

Iman yang ada pada hati manusia bila diibaratkan kepada bangunan bagaikan pondasi yang menghunjam ke bumi sehingga bangunan itu kokoh dan kuat. Bila diibaratkan kepada pohon dia adalah akar yang kuat yang terkubur di tanah. Tanpa itu semua bangunan dan pohon tadi akan mudah rubuh, tumbang dan tidak berdaya. Demikian pula manusia, tanpa iman dan taqwa akan goncang dalam percaturan kehidupan ini.

            Rasulullah menyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, ”Iman adalah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan pengamalan dengan anggota”.

            Bahwa iman itu adalah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan pengamalan dengan anggota, dia bukanlah angan-angan tapi harus disertai dengan amal perbuatan sebagaimana dengan yang difirmankan Allah dalam dua surat berikut ini;
-Surat Al Baqarah ayat 25,;
 
”Berilah kabar gembira pada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa bagi mereka adalah penghuni syurga”.

-Surat Maryam ayat 96;
 
 ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa mereka itu akan memperoleh syurga”.
           
Iman adalah sarana untuk mengokohkan ibadah, tanpa iman dan taqwa, ibadah yang kita lakukan gersang dan tidak bermakna, dia akan bercampur dengan syirik, bid’ah, kurafat dan tahyul sehingga ibadah itu sia-sia belaka. Justru itu Lukman Al Hakim mengajarkan dan menamamkan iman kepada anaknya sebelum menunaikan ibadah lebih dahulu. Ini digambarkan Allah dalam firman-Nya di surat Lukman [31] ayat 13,
   
”Hai anakku jangan berbuat syirik karena syirik itu adalah kezhaliman yang besar”.

Demikian pula halnya firman Allah dalam surat Al Baqarah [2] ayat 21,
 
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang menjadikanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa”.

Iman berperan dalam rangka menangkal datangnya penyakit wahnun. Rasul pernah meramalkan bahwa nanti ummat Islam itu seperti hidangan yang terletak di meja yang akan diserbu dan dibinasakan oleh seluruh manusia. Bahkan ummat Islam itu nanti seperti buih yang ada di laut, akan hancur berantakan dikala diterpa oleh angin dan ombak.

Ketika itu para sahabat bertanya, ”Ya Rasulullah, apakah saat itu ummatmu  jumlahnya sedikit?” maka Rasul menjawab, ”Tidak, bahkan waktu itu jumlah ummatku banyak sekali, mayoritas, tapi mereka diserang suatu penyakit yang dinamakan dengan wahnun”, sahabatpun bertanya, ”Apakah wahnun itu ya Rasulullah?”. Rasul menjelaskan, ”Dia adalah penyakit ’hubbuddunya wakarahiyatul maut’ yaitu penyakit terlalu cinta kepada dunia dan terlalu takut dengan kematian”. Ini semua terjadi karena iman dan taqwa yang dimiliki ummat Islam sangat tipis. wallahu a'lam [Cubadak Solok, 22 Muharam 1432.H/ 29 Desember 2010.M].

Referensi;
1. Al Qur'an dan terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
2. Kumpulan Ceramah Praktis, Drs. Mukhlis Denros, 2009
3.HM.As'ad El Hafidy, Kangker Tauhid, leh Media Da'wah Jakarta, 1990
4.Hadits Arbain An Nawawi, Sofyan Efendi, HaditsWeb 3.0,


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُم