Khutbah Idul Adha
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Riyadush Shalihin
Perumahan Taman Putri Indah
Kelurahan Taman Baloi, Kecamatan Batam Kota
Kota Batam Kepuluan Riau
10 Zulhijjah
1439.H / 22 Agustus 2018.M
ANTARA KEMERDEKAAN, QURBAN DAN BENCANA
Allahu
Akbar 9 x
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ
سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ وَلاَ رَسُوْلَ بَعْدَهُ، قَدْ
أَدَّى اْلأَمَانَةَ وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَنَصَحَ اْلأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِيْ
سَبِيْلِهِ حَقَّ جِهَادِهِ.
اَلصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ
سَلَكَ سَبِيْلَهُ وَاهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْ أَمْرِيْ
وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَا
أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ
إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا
رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ
تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
وَقَالَ
النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ
تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ. (رواه الترمذي، حديث حسن).
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ
كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ،
وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham
Hadirin jama'ah Idul Adha yang dirahmati Allah
Pada bulan ini yaitu bulan Agustus 2018 ada tiga hal yang
kita rasakan dan alami dalam kehidupan secara pribadi, keluarga dan berbangsa
dan bernegara yaitu;
1.
KEMERDEKAAN
Dari sekian nikmat Allah tersebut, ada
tiga nikmat utama yang sangat penting yaitu;
Nikmat
Hidup
Hidup diberikan bukan hanya kepada manusia saja, tetapi
diberikan juga kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan, yang diperlengkapi dengan
berbagai alat kehidupan seperti udara, air dan cahaya matahari. Kesemuanya itu
dapat diperoleh dengan gratis, tanpa harus membayar kepada yang memberi hidup
ini.
Hidup adalah kurnia Ilahi kepada setiap makhluk, terutama
manusia, tidak seorangpun boleh merampasnya, kecuali dengan ketentuan-ketentuan
yang lain, Allah berfirman dalam surat Al Hijr 15;23
"Dan Sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan
dan kami (pulalah) yang mewarisi".
Buya Hamka mengatakan
bahwa kualitas hidup itu tidak tergantung dari berapa lama dia hidup tapi apa
yang dia buat selama hidup itu karena sehari Harimau di rimba sama dengan
setahun bagi seekor rusa, Rasulullah juga mengajarkan kepada kita bahwa orang
yang baik beruntung dalam hidup itu adalah orang lama hidupnya tapi bagus
amalnya, sedangkan orang yang rugi adalah orang yang sebentar hidup di dunia
tapi buruk amalnya.
Nikmat
Kemerdekaan
Derajat nikmat kemerdekaan lebih tinggi dari pada hidup
yang hanya diberikan kepada manusia saja, sedangkan makhluk lain terikat oleh
ruang dan waktu. Nilai kemerdekaan bila dibandingkan dengan hidup maka lebih
tinggi nilai kemerdekaan, sebab untuk melepaskan diri dari belenggu
keterikatan, manusia rela mempertahankan hak hidupnya. Apalah artinya hidup
bila tertekan dan terikat dan terbelenggu. Untuk mengusir penjajah, maka
dipertaruhkan nyawa rakyat suatu bangsa.
Yang
dikatakan merdeka adalah orang yang mampu untuk menyatakan "iya'' walaupun
dipaksa-paksa untuk menyatakan "tidak'', yang dikatakan merdeka adalah
orang yang mampu untuk menyatakan "hitam" walaupun dipaksa-paksa
untuk menyatakan "merah" merdeka itu adalah orang yang menegakkan
kebenaran walaupun dipaksa-paksa untuk mengakui kebathilan.
Kalau manusia mengorbankan kemerdekaannya demi
mempertahankan kehidupan samalah artinya dia dengan binatang, karena binatang
tidak ada kemerdekaan, dibawa kemana saja dan diapakan saja dia terima. Selama
masih bernama manusia tentunya dia tidak mau dijajah, biarlah mati berkalang
tanah dari pada hidup dalam belenggu, kematian yang mereka alamipun bukan mati
sembarangan tapi mati yang disebut dengan syuhada' yaitu orang yang mati syahid,
bahkan Allah menerangkan bahwa mereka tidaklah mati, bahkan hidup yaitu hidup
dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat
kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan Hanya Allah sajalah yang mengetahui
bagaimana keadaan hidup itu.
" Dan janganlah kamu mengatakan terhadap
orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan
(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya" [Al
Baqarah 2;154]
MENSYUKURI NIKMAT KEMERDEKAAN
Saat ini kita berada di bulan yang
bersejarah bagi bangsa Indonesia ialah bulan Agustus. Disebutkan dalam
Pembukaan UUD ‘45, atas berkat rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah
mengantarkan bangsa Indonesia ke pintu kemerderkaannya. Kemerdekaan bangsa
Indonesia bukan hadiah dari Belanda, dan Jepang, tapi kemerdekaan ini ditebus
oleh seluruh rakyat Indonesia dengan cucuran air mata dan tetesan darah. Pada
saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk menegakkan negara kesatuan Republik
Indonesia, mereka tidak pernah berpikir apakah istrinya akan menjadi janda,
anaknya akan menjadi yatim, hal itu tidak terpikir oleh pejuang-pejuang bangsa,
yang terpikir hanya merdeka…!.
Kemerdekaan
harus diisi dengan iman, amal shaleh dan kebaikan lainnya agar kemerdekaan itu
mendapatkan berkah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala
\
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. 7 Al-‘Araaf 96).
Kalau bangsa Indonesia yang sudah 72 tahun
merdeka, semestinya bangsa Indonesia sudah menjadi bangsa yang besar, bangsa
yang mulia, bangsa yang sejahtera. Tetapi nyatanya bangsa Indonesia belum
menjadi bangsa yang besar, karena ketergantungan kepada bangsa lain, tidak ada
orang yang berhutang itu mulia. Apalagi satu bangsa yang hutangnya besar tidak
akan mulia di tengah-tengah percaturan internasional.
Negara
Republik Indonesia yang merupakan anugrah dari Allah yang nikmat dan kekayaannya begitu berlimpah
ruah, mestinya tidak pantas menjadi negara yang banyak hutang dan menjadi
negara yang miskin, seandainya dikelola dengan penuh amanah. Sebagaimana firman
Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَىأَهْلِهَا وَإِذَا
حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا
يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. 4 An-Nisaa 58).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham
Hadirin jama'ah Idul Adha yang dirahmati Allah
2.
QURBAN
Qurban atau kurban secara makna kata adalah hewan
sembelihan. Qurban adalah salah satu ibadah dalam agama islam yang
dilakukannya penyembelihan binatang ternak yang di lakukan sebagai wujud
pengorbanan umat muslim. Ibadah qurban dilakukan pada bulan dzulhijah
dalam penanggalan hijiriah, tepatnya pada 10 dzulhijjah.
Ibadah
qurban diawali dalam sejarah Nabi Ibrahim dan Ismail, yang kisahnya tertuang di
dalam Al-qur’an surat Ash shaafaat : 102-107.
Maka tatkala anak itu
sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai
anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang
yang sabar”.
Dari ayat
tersebut ada empat hal pelajaran yang dapat diambil yaitu;
1. Kalaulah
Nabi Ibrahim ketika menerima perintah untuk menyembelih Ismail lansung dia
laksanakan maka tidak jadi masalah, dia telah menunjukkan ketaatannya kepada
Allah, dia sudah mendapat pahala, meskipun harus mengorbankan buah hatinya.
2. Tapi
Nabi Ibrahim tidak mau kalau pahala dan kebaikan itu hanya dia saja yang
menerimanya, maka dia ajak anaknya untuk sama-sama mentaati Allah dan sama-sama
mendapat pahala dan kebaikan.
3. Nabi
Ibrahim mengajak anaknya untuk dialog, berdiskusi memecahkan persoalan penting,
ini ujud orangtua yang demeokratis,bukan orangtua yang otoriter, inilah
orangtua ayah yang bijaksana dan dekat dengan anaknya.
4. Ismail
siap untuk menerima perintah Allah meskipun itu akan mengorbankan dirinya, dia
adalah anak yang baik, anak yang shaleh,kalau bukan anak shaleh tentu bukan itu
jawaban Ismail.
5. Walaupun
Ismail telah rela untuk menunaikan perintah Allah dengan ikhlas tapi dia masih
berharap bantuan dari Allah, sebagaimana dia menyatakan,”Insya Allah ayah akan
mendapatiku sebagai orang yang sabar.
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham
Hadirin jama'ah Idul Adha yang
dirahmati Allah
Hukum Qurban
Dalam hal ini para ulama terbagi
dalam dua pendapat:
Pertama, wajib
bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabi’ah
(guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu
pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang
menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali
mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah 3123, Al Hakim 7672 dan
dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
Pendapat kedua
menyatakan Sunnah Mu’akkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat mayoritas
ulama yaitu Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Hazm dan lain-lain.
Seekor
Kambing Untuk Satu Keluarga
Seekor kambing cukup untuk qurban satu keluarga, dan
pahalanya mencakup seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau
bahkan yang sudah meninggal dunia. Sebagaimana hadits Abu Ayyub radhiyallahu’anhu
yang mengatakan, “Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan
keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan beliau menilainya shahih, lihat Minhaajul
Muslim, 264 dan 266).
Oleh karena itu, tidak selayaknya seseorang mengkhususkan
qurban untuk salah satu anggota keluarganya tertentu, misalnya kambing 1 untuk
anak si A, kambing 2 untuk anak si B, karunia dan kemurahan Allah sangat luas
maka tidak perlu dibatasi.
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban
untuk seluruh dirinya dan seluruh umatnya. Suatu ketika beliau hendak
menyembelih kambing qurban. Sebelum menyembelih beliau mengatakan:”Yaa Allah
ini – qurban – dariku dan dari umatku yang tidak berqurban.” (HR. Abu
Daud & Al Hakim ). Berdasarkan hadis
ini, Syaikh Ali bin Hasan Al Halaby mengatakan: “Kaum muslimin yang tidak
mampu berqurban, mendapatkan pahala sebagaimana orang berqurban dari umat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham
Hadirin jama'ah Idul Adha yang
dirahmati Allah
3.
BENCANA ALAM
Dalam beberapa bulan terakhir, banyak sekali musibah yang
menimpa negeri kita tercinta. Mulai dari banjir di Jakarta dan Jawa Tengah;
banjir bandang di Manado; kemudian tanah longsor dan gempa bumi di berbagai tempat,
gunung yang meletus di wilayah Sinabung
dan Kelud dan terakhir yang masih mencekam adalah gempa yang menimpa NTB
khusnya Lombok, sudah 381 orang yang meninggal, ribuan yang luka dan mengungsi,
banyak infra struktur yang hancur sehingga ujian besar yang dialami bangsa
Indonesia secara Nasional.
Jika dilihat mengunakan kacamata sains, maka bencana alam
tersebut merupakan suatu fenomena alam yang terjadi akibat adanya
ketidakseimbangan ekosistem yang ada di bumi ini, baik itu diakibatkan oleh
alam ataupun yang diakibatkan oleh manusia. Akan tetapi jika kita melihat
menggunakan kacamata keimanan, maka musibah tersebut merupakan suatu teguran
yang Allâh berikan atas kelalaian, dosa dan maksiat yang telah kita perbuat
selama ini dan mungkin ini semua merupakan tanda-tanda akhir zaman.
Terlepas dari itu semua, musibah-musibah tersebut merupakan
suatu ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allâh Subhânahu Wa Ta’ala.
Takdir yang harus kita imani dan bertawakkal di dalamnya. Sebagaimana firman
Allâh dalam surat At-Taubah ayat 51
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan
apa yang Telah ditetapkan Allâh untuk kami. dialah pelindung kami, dan Hanya
kepada Allâh orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
Ada tiga pelajaran penting yang dapat diambil dari
musibah-musibah tersebut.
Yang pertama adalah dengan adanya
musibah tersebut, Allâh ingin menguji kualitas keimanan hamba-Nya. Allâh berfirman:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا
أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ (٢) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ
الْكَاذِبِينَ (٣)
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami Telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan
Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka
Sesungguhnya Allâh mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia
mengetahui orang-orang yang dusta.(QS
Al Ankabut : 2-3)
Dalam musibah ada pelajaran tentang keimanan yang dapat kita
ambil. Bukankah dengan musibah tersebut kita jadi mengetahui bahwa kita adalah
hamba yang lemah dan tidak memiliki kekutatan sedikitpun, kecuali hanya dari
Allâh semata.
Semakin tinggi pohon, maka semakin besar pula angin yang
akan menerpanya. Dalam memberikan ujian kepada hamba-Nya, Allâh selalu
mempertimbangkan kadar iman yang ada pada hamba tersebut. Semakin baik imannya,
semakin berat pula ujiannya. Dan perlu dipahami pula, bahwa Allâh tidak pernah
menguji seseorang di luar batas kemampuannya. Allâh tidak akan menguji orang
yang derajat dan kemampuannya rendah dengan ujian yang berat. Dan sebaliknya,
Allâh tak akan menguji orang yang derajatnya tinggi dengan ujian yang ringan.
Allâh berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا
وُسْعَهَا ۚ
Allâh
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS Al
Baqarah : 286)
Poin kedua selanjutnya adalah bahwa Allâh ingin menguji
kesabaran kita. Firman Allâh dalam surat
Al-Baqarah ayat 155-156:
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ
الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦)
Dan
sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun” (Sesungguhnya
kami adalah milik Allâh dan kepada-Nya-lah kami kembali.)
Musibah bertujuan untuk melatih kesabaran kita. Bukankah
kita butuh kesabaran dalam segala hal? Kita tidak akan dapat teguh di atas Al-Haq
kecuali dengan bersabar dalam mentaati Allâh, dan kita tidak akan dapat
menjauhi kebathilan kecuali dengan cara sabar untuk tidak bermaksiat kepada
Allâh. Alangkah indahnya kesabaran itu, dan kesabaran adalah bekal yang dapat
mengantarkan ke surga yang penuh dengan kenikmatan.
Sifat sabar itu hanya dikaruniakan Allâh kepada manusia,
tidak kepada makhluk-makhluk yang lain. Karena manusia mempunyai hawa
nafsu, ia juga dianugerahi akal untuk mengendalikan hawa nafsu itu supaya
jangan sampai merusak atau merugikan orang lain. Sedangkan hewan hanya diperlengkapi
dengan hawa nafsu saja, tanpa mempunyai akal. Oleh sebab itu ia tidak
mampu bersikap sabar. Malaikat juga tidak memerlukan sifat sabar, karena
ia tidak memiliki hawa nafsu.
Poin ketiga atau yang terakhir
adalah bahwa Allâh ingin menguji sejauh mana kepedulian kita terhadap
saudara-saudara kita yang tertimpa musibah.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:
وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا
كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Allâh
senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.
Dari
hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa selama kita menolong saudara kita
yang tengah mengalami kesulitan maka pasti Allâh akan menolong kita. Kita dapat
memberikan pertolongan kepada saudara-saudara kita yang terkena musibah baik
berupa harta atau tenaga. Atau jika tidak bisa keduanya, kita dapat mendo’akan
mereka agar senantiasa diberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi
cobaan tersebut.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ
الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ.
Khutbah Kedua
Allahu
Akbar 7 x
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ،
وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ.
أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ ، وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الصَّادِقُ الْوَعْدُ الْأَمِيْنُ.
اَللهُمّ صَلّ
وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
عِبَادَ
اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى
فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا
تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ،وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ،
وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا
هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا
لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ،
وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرُ