Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Ar Ridha
Perumahan Taman Duta Indah Tiban, Kecamatan Sekupang
Kota Batam Kepuluan Riau
3 Rajab 1438.H / 31 Maret 2017.M
KIAT JADI HAMBA
YANG QANAAH
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ
وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
فَيَا
أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ
تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا
قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ،
وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ
اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Hadirin
jama'ah jum'at rahimakumullah!
Rasulullah
shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
يَا
أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ
أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا
وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ
كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Wahai Abu Hurairah ;
1.
jadilah
engkau orang yang wara’ maka engkau menjadi orang yang paling beribaddah
2.
dan
jadilah orang yang qanaah (menerima) maka engkau menjadi orang yang paling
bersyukur.
3.
Cintailah untuk manusia apa yang engkau cintai
untuk dirimu maka kamu menjadi mukmin,
4.
berbuat
baiklah kepada tetanggamu maka kamu menjadi muslim
5.
dan
sedikitkan tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati.
Menurut bahasa qanaah artinya
merasa cukup. Menurut Istilah qanaah berarti merasa cukup atas apa yang telah
dikaruniakan Allah Swt kepada kita sehingga mampu menjauhkan diri dari sifat
tamak, sifat tersebut berdasarkan pemahaman bahwa rezeki yang kita dapatkan
sudah menjadi ketentuan Allah Swt. Apapun yang kita terima dari Allah Swt
merupakan karunia yang tiada terhingga. Oleh karena itu, sebagai umat Islam
kita wajib bersyukur kepada-Nya.
Sifat qanaah tidak membuat
orang mudah putus asa atas ujian dan cobaan yang diberikan Allah Swt, baik
berupa ketakutan, kelaparan, bencana, maupun kekurangan harta benda. Akan
tetapi, mereka akan tetap bersabar menerima ujian tersebut dan tidak patah
semangat untuk menjalani kehidupannya kembali. Hal ini sebagaimana Firman Allah
Swt dalam Al qur`an surah Al Baqarah 2:155)
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah 2:155)
Orang yang memiliki sifat
qanaah merasa cukup dengan apa yang dia dapatkan meskipun sedikit. Dengan
demikian, hati kita bisa menjadi tenang dan jauh dari sifat ketamakan.
Sebagaimana hadist Nabi Muhammad saw, yang menjelaskan bahwa seseorang yang dapat
melaksanakan hidup dengan sifat qanaah, maka ia termasuk orang-orang yang
beruntung.
Sabda Nabi Muhammad SAW.“dari
Abdillah bin Umar r.a berkata Rosululloh SAW, “Sungguh beruntung orang yang
masuk Islam mendapat rizki secukupnya dan ia merasa cukup dengan apa yang telah
Allah berikan kepadanya.”(HR. Muslim)
Kiat Memperoleh Qana’ah
Untuk memperoleh sifat
qana’ah, kita dapat menempuh beberapa cara berikut:
1. Memperkuat keimanan terhadap takdir Allah, kesabaran dan tawakkal
Rezeki termasuk salah satu
yang telah ditakdirkan Allah bagi setiap hamba-Nya bahkan ketika dia belum
terlahir ke dunia dan masih berada dalam rahim sang ibu, bahkan sejak azali
seluruh hal yang terkait dengan hamba-Nya telah ditetapkan oleh-Nya. Jika kita
benar-benar memahami hal ini, maka rasa gelisah atas rezeki yang ada tidak
sepatutnya terjadi.
Oleh karenanya, keimanan
terhadap takdir Allah merupakan pondasi yang dapat melahirkan sifat qana’ah,
diiringi dengan memperkuat sifat sabar dan tawakkal. Ketika sifat qana’ah tidak
terdapat dalam diri kita berarti ada kekurangan dalam keimanan terhadap takdir
Allah, kesabaran kita masih minim, begitu pula dengan rasa tawakkal.
2. Mentadabburi firman Allah ta’ala dan hadits nabi
Merenungi firman-firman Allah
ta’ala dan hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama berbagai
ayat yang menerangkan tentang rezeki dan usaha yang dikerahkan manusia untuk
memperoleh penghidupan, yang semuanya itu berpulang pada takdir Allah. Allah
berfirman menerangkan bahwa Dia telah menetapkan rezeki kepada para hamba-Nya,
“Dan tidak ada suatu
binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia
mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Huud 11: 6).
Begitu juga firman Allah yang
menanamkan nilai bahwa campur tangan manusia sama sekali tidak mempengaruhi
seluruh rezeki yang telah Dia tetapkan,
“Apa saja yang Allâh
anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat
menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh-Nya maka tidak ada seorang pun yang
sanggup untuk melepaskannya sesudah itu” (Faathir 35: 2).
Atau sabda nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa seorang tidak akan diwafatkan kecuali
setelah Allah menyempurnakan jatah rezeki yang ditetapkan untuknya, “Wahai
manusia bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang
baik, sesungguhnya seorang itu tidak akan mati sehingga lengkap jatah
rezekinya. Jika rezeki itu terasa lambat datangnya, maka bertakwalah kepada
Allah dan carilah dengan cara yang, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang
haram” (Shahih. HR. Al Baihaqi).
3. Memahami hikmah Allah menciptakan perbedaan rezeki dan kedudukan di antara hamba
Salah satu hikmah terjadi perbedaan rezeki di
antara hamba adalah apa yang difirmankan Allah,
“Apakah mereka yang
membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas
sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan
sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan” (az-Zukhruf 43: 32).
Salah satu hikmah timbulnya
perbedaan rezeki sehingga ada yang kaya dan yang miskin adalah agar kehidupan
di bumi bisa berlangsung, terjadi hubungan timbal-balik di mana kedua pihak
saling mengambil manfaat, yang kaya memberikan manfaat kepada yang miskin
dengan harta, sedangkan yang miskin memberikan bantuan tenaga kepada yang kaya,
sehingga keduanya menjadi sebab kelangsungan hidup bagi yang lain (Tafsir
al-Baghawi).
Selain itu, kondisi kaya dan
miskin itu merupakan ujian, dengan keduanya Allah hendak melihat siapakah di
antara para hamba-Nya yang berhasil,
“Dan Dialah yang menjaadikan kamu khalifah
(penguasa-penguasa yang saling menggantikan) di bumi dan Dia meninggikan
sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu terkait
apa yang diberikannya kepada kamu” (QS Al-An’am 6: 165).
4. Berdo’a
Memohon agar kita dianugerahi
sifat qana’ah. Praktik nabi mencontohkan hal tersebut, kehidupan ekonomi beliau
yang bersahaja tidak membuat beliau mengeluh, bahkan beliau berdo’a kepada
Allah agar rezeki beliau dan keluarga sekedar untuk menutup lapar. Menunjukkan betapa qana’ah pribadi
beliau. Kita dapat mencontoh beliau, memohon agar Allah memberikan kita sifat
qana’ah. Salah satu do’a yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbad radliallahu ‘anhuma
adalah do’a berikut,“Ya Allah, jadikanlah aku orang yang qana’ah terhadap
rezeki yang Engkau beri, dan berkahilah, serta gantilah apa yang luput dariku
dengan sesuatu yang lebih baik” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad).
5. Melihat kondisi mereka yang berada di bawah kita
Di dunia ini kita pasti akan
menemukan orang yang memiliki kondisi ekonomi di bawah kita. Jika kita
ditakdirkan ditimpa musibah, pasti di sana ada mereka yang diuji dengan musibah
yang lebih daripada kita. Jika kita ditakdirkan menjadi orang yang fakir, pasti
di sana ada orang yang lebih fakir. Oleh karenanya, mengapa kita menengadahkan
kepala, melihat kondisi orang yang diberi kelebihan rezeki tanpa melihat mereka
yang berada di bawah?
Jika kita sering memperhatikan
orang yang diberi kelebihan harta dan kedudukan sementara dia mungkin tidak
memiliki skill, kecerdasan, dan perilaku seperti kita, mengapa diri kita tidak
mengingat bahwa di sana betapa banyak orang yang memiliki keunggulan serupa
dengan kita atau bahkan lebih, namun dirinya tidak ditakdirkan untuk memperoleh
setengah dari rezeki yang Allah berikan kepada kita?
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan,“Jika engkau melihat seorang yang
memiliki harta dan kedudukan yang melebihimu, maka lihatlah orang yang berada
di bawahmu” (Shahih. HR. Ibnu Hibban).
Beliau juga bersabda“Perhatikanlah
mereka yang kondisi ekonominya berada di bawahmu dan janganlah engkau
perhatikan mereka yang kondisi ekonominya berada di atasmu. Niscaya hal itu
akan membuat dirimu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepadamu”
(Shahih. HR. Bukhari dan Muslim).
Sebagian ulama pernah
mengatakan bahwa kisah kehidupan salaf adalah sebagian dari bala tentara Allah,
dengannya Allah meneguhkan hati para kekasih-Nya. Betapa banyak hati yang
mengalami perbaikan, memperoleh tambahan semangat untuk beribadah setelah
pemiliknya membaca perikehidupan para salaf.
Begitu pula untuk meraih sifat
qana’ah, kita dapat membaca bagaimana sikap mereka terhadap dunia, kezuhudan
serta keridlaan mereka dengan kondisi ekonomi yang sulit. Dunia telah
dibentangkan di hadapan mereka, namun mereka menolak karena lebih mendahulukan
balasan yang abadi ketimbang balasan yang disegerakan di dunia, nrimo
dengan yang sedikit demi memperoleh balasan yang banyak. Semua hal itu akan
menjadikan kita untuk lebih mendambakan kehidupan akhirat dan menganggap kecil
segala bentuk perhiasan dunia yang tidak lekang.
Contoh yang baik dalam hal ini
adalah kisah tatkala ‘Umar bin al-Khaththab mengunjungi rumah ‘Ubaidah ‘Aamir
bin al-Jarraah. ‘Umar menangis ketika memasuki rumah ‘Ubaidah. Beliau menangis
dikarenakan di rumah ‘Ubaidah hanya terdapat pedang, perisai dan tas yang
sering digunakan beliau. Padahal ‘Ubaidah adalah seorang komandan pasukan,
seorang yang digelari amiinu hadzihi al-ummah, orang yang paling amanah
di umat ini. Ketika ‘Umar bertanya mengapa dia tidak membeli perabot untuk
menghias rumah seperti yang dilakukan orang lain, ‘Ubaidah hanya menjawab bahwa
apa yang dia miliki sekarang, itulah yang akan mampu menghantarkannya kepada
surga, tempat peristirahatan kelak. Semoga Allah meridlai mereka berdua.
7. Memahami bahwa harta dapat membawa dampak buruk
Kekayaan jika tidak diperoleh
dan disalurkan dengan cara yang baik sesuai syari’at justru akan membawa
keburukan dan kesengsaraan bagi pemiliknya. Problem bagi pemilik harta adalah proses
audit yang akan diterapkan dari dua sisi, yaitu bagaimana harta itu diperoleh
dan kemana disalurkan. Hal inilah yang menjadikan konsekuensi dari kepemilikan
harta bukanlah sesuatu yang mudah, bisa berujung pada petaka bagi pemiliknya,
kecuali mereka yang bertakwa kepada Allah dalam mencari dan membelanjakan
hartanya.
Selain itu, kita dapat
membayangkan bahwa seorang dengan harta yang minim akan mengalami proses hisab
di akhirat yang lebih ringan dan cepat daripada mereka yang memiliki harta yang
banyak. Hal ini dapat dianalogikan dengan seorang yang bersafar menggunakan
pesawat dan membawa barang yang banyak. Jika telah sampai di tujuan, dirinya
akan melalui proses investigasi yang lama di bandara, berkebalikan dengan
seorang yang bersafar tanpa membawa barang yang banyak. Dan ingat, hisab yang
akan kita hadapi di hari akhirat kelak lebih sulit, lebih teliti dan lebih lama
prosesnya.
8. Memahami bahwa antara yang kaya dan yang miskin hanya terjadi perbedaan yang tipis
Perbedaan kondisi antara yang
kaya dan yang miskin betapa pun besarnya di mata kita, pada hakikatnya hanya
perbedaan yang tipis. Seorang yang ditakdirkan Allah dalam keadaan kaya hanya
mampu memanfaatkan sebagian kecil dari hartanya, yaitu sekedar apa yang
menutupi kebutuhan. Adapun kelebihan dari harta yang dia miliki, pada akhirnya
tidak mampu dia manfaatkan seluruhnya meski itu adalah miliknya.
Contohnya, jika kita melihat
manusia terkaya di dunia ini, kita akan melihat bahwa dia tidak akan mampu
menyantap makanan dengan kuantitas melebihi apa yang dibutuhkan oleh orang yang
lebih miskin, bahkan terkadang yang miskin lebih banyak makannya ketimbang
dirinya. Lebih ekstrim lagi, apakah seorang yang kaya mampu untuk menghabiskan
seratus hidangan yang telah dibeli dengan seketika? Apakah dia mampu tinggal
dalam satu waktu di seratus rumah yang telah dia beli? Atau mengendarai seratus
mobil dan motor yang dia miliki dalam satu kali kesempatan?
Jika jawabannya tidak, maka
yang jadi pertanyaan atas dasar apa kita dengki dengan apa yang dimiliki oleh
mereka? Inilah yang dipahami oleh sahabat Abu ad-Darda radliallahu ‘anhu,
hakiimu hadzihi al-ummah, orang yang paling bijaksana di umat ini, beliau
mengatakan, “Orang yang kaya makan dan
kami pun juga makan, mereka minum begitupula dengan kami, kami berpakaian
sebagaimana juga dengan mereka, kami berkendara demikian pula dengan mereka,
mereka memiliki harta yang berlebih untuk dilihat bersama-sama dengan kami.
Namun mereka dihisab atas harta tersebut, adapun kami berlepas diri dari hal
tersebut” [az-Zuhd]
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم