Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Baituss Syakur
Kelurahan Jodoh
Kecamatan Batu Ampar
Kota Batam Kepuluan Riau
4 Zulqaidah
1438.H / 28 Juli 2017.M
SEBAB
DATANG DAN PERGINYA HIDAYAH ALLAH
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ
عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدّيْن
فَيَا أَيُّهَا
الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى
فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا
قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ،
وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ
اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Kata Hidayah adalah bahasa
Arab atau bahasa Al-Qur’an yang telah menjadi bahasa Indonesia. Akar katanya
ialah : هدى – يهدي – هديا – هدى
– هدية – هداية (hadaa, yahdii, hadyan,
hudan, hidyatan, hidaayatan) . Khusus yang terakhir, kata (هداية) kalau wakaf (berhenti)
di baca : Hidayah, nyaris seperti ucapan bahasa Indonesia.
Hidayah secara bahasa berarti petunjuk. Lawan
katanya adalah : ضلالة
(Dholalah) yang berarti “kesesatan”.
Secara istilah (terminologi),
Hidayah ialah penjelasan dan petunjuk jalan
yang akan menyampaikan kepada
tujuan. Pengertian seperti ini dapat kita pahami melalui firman Allah surat
Al-Baqarah berikut;
“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan Pencipta mereka,
dan (sebab itu) merekalah orang-orang yang sukses.” (Q.S. Al-Baqarah (2) :
5)
Dikarenakan inti dan hakikat hidayah
adalah taufik dari Allah Ta’ala, sebagaimana pada penjelasan sebelumnya,
maka berdoa dan memohon Hidayah kepada Allah Ta’ala merupakan sebab yang
paling utama untuk mendapatkan hidayah-Nya. Dalam hadits Qudsi yang
shahih, Allah Ta’ala berfirman: “Wahai hamba-hamba-Ku, kalian semua
tersesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku
niscaya Aku akan berikan petunjuk kepada kalian”
Oleh karena itu, Allah Ta’ala yang maha sempurna
rahmat dan kebaikannya, memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk selalu
berdoa memohon hidayah taufik kepada-Nya, yaitu dalam surah Al Fatihah:
“Berikanlah kepada kami hidayah ke jalan yang lurus”.
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Doa (dalam ayat ini)
termasuk doa yang paling menyeluruh dan bermanfaat bagi manusia, oleh karena
itu, wajib bagi setiap muslim untuk berdoa kepada-Nya dengan doa ini di setiap
rakaat dalam shalatnya, karena kebutuhannya yang sangat besar terhadap hal
tersebut”
Hal-hal yang menjadi
sebab datangnya hidayah Allah Ta’ala adalah sebagai berikut:
1. Tidak bersandar kepada diri sendiri dalam melakukan semua
kebaikan dan meninggalkan segala keburukan
Artinya selalu bergantung dan bersandar kepada Allah Ta’ala
dalam segala sesuatu yang dilakukan atau ditinggalkan oleh seorang hamba, serta
tidak bergantung kepada kemampuan diri sendiri.
Ini merupakan sebab utama untuk meraih taufik dari Allah Ta’ala
yang merupakan hidayah yang sempurna, bahkan inilah makna taufik yang
sesungguhnya sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama Ahlus sunnah.
Coba renungkan pemaparan Imam Ibnul Qayyim berikut ini:
“Kunci pokok segala kebaikan adalah dengan kita mengetahui (meyakini) bahwa apa
yang Allah kehendaki (pasti) akan terjadi dan apa yang Dia tidak kehendaki maka
tidak akan terjadi. Karena pada saat itulah kita yakin bahwa semua kebaikan
(amal shaleh yang kita lakukan) adalah termasuk nikmat Allah (karena Dia-lah
yang memberi kemudahan kepada kita untuk bisa melakukannya), sehingga kita akan
selalu mensyukuri nikmat tersebut dan bersungguh-sungguh merendahkan diri serta
memohon kepada Allah agar Dia tidak memutuskan nikmat tersebut dari diri kita.
Sebagaimana (kita
yakin) bahwa semua keburukan (amal jelek yang kita lakukan) adalah karena
hukuman dan berpalingnya Allah dari kita, sehingga kita akan memohon dengan
sungguh-sungguh kepada Allah agar menghindarkan diri kita dari semua perbuatan
buruk tersebut, dan agar Dia tidak menyandarkan (urusan) kita dalam melakukan
kebaikan dan meninggalkan keburukan kepada diri kita sendiri.
Telah bersepakat Al ‘Aarifun (orang-orang yang
memiliki pengetahuan yang dalam tentang Allah dan sifat-sifat-Nya) bahwa asal
semua kebaikan adalah taufik dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya,
sebagaimana asal semua keburukan adalah khidzlaan (berpalingnya) Allah Ta’ala
dari hamba-Nya. Mereka juga bersepakat bahwa (makna) taufik itu adalah dengan
Allah tidak menyandarkan (urusan kebaikan/keburukan) kita kepada diri kita
sendiri, dan (sebaliknya arti) al khidzlaan (berpalingnya Allah Ta’ala
dari hamba) adalah dengan Allah membiarkan diri kita (bersandar) kepada diri
kita sendiri (tidak bersandar kepada Allah Ta’ala)”
Inilah yang terungkap dalam doa yang diucapkan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “(Ya Allah), jadikanlah baik
semua urusanku dan janganlah Engkau membiarkan diriku bersandar kepada diriku
sendiri (meskipun cuma) sekejap mata”7.
Oleh karena inilah makna dan hakikat taufik, maka kunci
untuk mendapatkannya adalah dengan selalu bersandar dan bergantung kepada Allah
Ta’ala dalam meraihnya dan bukan bersandar kepada kemampuan diri
sendiri.
Imam Ibnul Qayyim berkata: “Kalau semua kebaikan asalnya
(dengan) taufik yang itu adanya di tangan Allah (semata) dan bukan di tangan
manusia, maka kunci (untuk membuka pintu) taufik adalah (selalu) berdoa,
menampakkan rasa butuh, sungguh-sungguh dalam bersandar, (selalu) berharap dan
takut (kepada-Nya). Maka ketika Allah telah memberikan kunci (taufik) ini
kepada seorang hamba, berarti Dia ingin membukakan (pintu taufik) kepadanya.Dan
ketika Allah memalingkan kunci (taufik) ini dari seorang hamba, berarti pintu
kebaikan (taufik) akan selalu tertutup baginya”
2. Selalu mengikuti dan berpegang teguh dengan agama Allah Ta’ala
secara keseluruhan lahir dan batin
Allah
Ta’ala berfirman:
“Maka jika datang kepadamu (wahai manuia) petunjuk
daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, maka dia tidak akan
tersesat dan tidak akan sengsara (dalam hidupnya)” (QS Thaahaa: 123).
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa orang yang mengikuti
dan berpegang teguh dengan petunjuk Allah Ta’ala yang diturunkan-Nya
kepada Rasul-Nya Ta’ala, dengan mengikuti semua perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya, maka dia tidak akan tersesat dan sengsara di
Dunia dan Akhirat, bahkan dia selalu mendapat bimbingan petunjuk-Nya,
kebahagiaan dan ketentraman di Dunia dan Akhirat9.
Dalam
ayat lain, Allah Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang selalu mengikuti petunjuk (agama
Allah Ta’ala) maka Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada
mereka (balasan) ketaqwaannya” (QS Muhammad: 17).
3. Membaca al-Qur-an dan merenungkan kandungan maknanya
Allah
Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya
al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberi
kabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar” (QS al-Israa’: 9).
Imam Ibnu Katsir berkata: “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala
memuji kitab-Nya yang mulia yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya Ta’ala,
yaitu al-Qur-an, bahwa kitab ini memberikan petunjuk kepada jalan yang paling
lurus dan jelas”.
Maksudnya: yang paling lurus dalam tuntunan berkeyakinan, beramal dan
bertingkah laku, maka orang yang selalu membaca dan mengikuti petunjuk
al-Qur-an, dialah yang paling sempurna kebaikannya dan paling lurus petunjuknya
dalam semua keadaannya11.
4.Mentaati dan meneladani sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam
Allah Ta’ala menamakan wahyu yang diturunkan-Nya
kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sebagai al-huda (petunjuk)
dan dinul haq (agama yang benar) dalam firman-Nya:
“Dialah (Allah Ta’ala) yang mengutus Rasul-Nya dengan
membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua
agama, dan cukuplah Allah sebagai saksi” (QS al-Fath: 28).
Para ulama Ahli Tafsir menafsirkan al-huda (petunjuk)
dalam ayat ini dengan ilmu yang bermanfaat dan dinul haq
(agama yang benar) dengan amal shaleh.
Ini menunjukkan bahwa sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam adalah sebaik-baik petunjuk yang akan selalu membimbing manusia
untuk menetapi jalan yang lurus dalam ilmu dan amal.
Dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda: “Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah kitab Allah
(al-Qur-an), sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan
(baru dalam agama)”
Inilah
makna firman Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS
al-Ahzaab:21).
5. Mengikuti pemahaman dan pengamalan para Shahabat Radhiallahu’anhum
dalam beragama
Allah
Ta’ala berfirman:
“Jika mereka beriman seperti keimanan yang kalian miliki,
maka sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling,
sesungguhnya mereka berada dalam perpecahan” (QS al-Baqarah: 137).
Ayat ini menunjukkan kewajiban mengikuti pemahaman para
Shahabat Radhiallahu’anhum dalam keimanan, ibadah, akhlak dan semua
perkara agama lainnya, karena inilah sebab untuk mendapatkan petunjuk dari
Allah Ta’ala. Para Shahabat Radhiallahu’anhum adalah yang pertama
kali masuk dalam makna ayat ini, karena merekalah orang-orang yang pertama kali
memiliki keimanan yang sempurna setelah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam.
6. Meneladani tingkah laku dan akhlak orang-orang yang
shaleh sebelum kita
Allah
Ta’ala berfirman:
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk
oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka” (QS al-An’aam: 90).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala memerintahkan kepada Nabi
Muhammad Ta’ala untuk meneladani petunjuk para Nabi ‘alaihimussalam
yang diutus sebelum beliau Ta’ala, dan ini juga berlaku bagi umat Nabi
Muhammad Ta’ala.
7. Mengimani takdir Allah Ta’ala dengan benar
“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa (seseorang)
kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya
Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu” (QS at-Taghaabun:11).
Imam Ibnu Katsir berkata: “Makna ayat ini: seseorang yang
ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan
takdir Allah, sehingga dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah
Ta’ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah
tersebut, maka Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan
menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang
benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa yang hilang
darinya dengan yang lebih baik baginya”.
8.
Berlapang dada menerima keindahan Islam serta meyakini kebutuhan manusia lahir
dan batin terhadap petunjuknya yang sempurna
Allah
Ta’ala berfirman:
“Barangsiapa yang
Allah kehendaki untuk Allah berikan petunjuk kepadanya, niscaya Dia melapangkan
dadanya untuk (menerima agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki kelangit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang
yang tidak beriman” (QS al-An’aam: 125).
Ayat ini menunjukkan bahwa tanda kebaikan dan petunjuk Allah
Ta’ala bagi seorang hamba adalah dengan Allah Ta’ala menjadikan
dadanya lapang dan lega menerima Islam, maka hatinya akan diterangi cahaya
iman, hidup dengan sinar keyakinan, sehingga jiwanya akan tentram, hatinya akan
mencintai amal shaleh dan jiwanya akan senang mengamalkan ketaatan, bahkan
merasakan kelezatannya dan tidak merasakannya sebagai beban yang memberatkan.
9. Bersungguh-sungguh dalam menempuh jalan Allah Ta’ala
dan selalu berusaha mengamalkan sebab-sebab yang mendatangkan dan meneguhkan
hidayah Allah Ta’ala
Allah
Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari
keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat
kebaikan” (QS al-‘Ankabuut: 69).
Imam Ibnu Qayyimil Jauziyah berkata: “(Dalam ayat ini) Allah
Ta’ala menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan perjuangan dan
kesungguhan (manusia), maka orang yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah
(dari Allah Ta’ala) adalah orang yang paling besar perjuangan dan
kesungguhannya”
Demikianlah pemaparan ringkas tentang sebab-sebab datangnya
hidayah Allah Ta’ala, dan tentu saja kebalikan dari hal-hal tersebut di
atas itulah yang merupakan sebab-sebab hilangnya/tercabutnya hidayah Allah Ta’ala,
semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari segala keburukan dan fitnah. [Batam,
28 September 2016]
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم