Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Al Hidayah Profad
Kecamatan Batu Ampar
Kecamatan Batu Ampar
Kota Batam Kepuluan Riau
8 Sya’ban 1438.H / 5 Mei 2017.M
BERLINDUNG
DARI HARTA YANG MENYIKSA
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ
وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
فَيَا أَيُّهَا
الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى
فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا
قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ،
وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ
اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
“Diantara doa Rasulullah -Shallallahu alaihi wa
sallam-,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ جَارِ
السُّوءِ وَمِنْ زَوْجٍ تُشَيِّبُنِي قَبْلَ الْمَشِيبِ وَمِنْ وَلَدٍ يَكُونُ عَلَيَّ
رِبًا وَمِنْ مَالٍ يَكُونُ عَلَيَّ عَذَابًا وَمِنْ خَلِيلٍ مَاكِرٍ عَيْنَهُ
تَرَانِي وَقَلْبُهُ تَرْعَانِي إِنْ رَأَى حَسَنَةً دَفَنَهَا وَإِذَا رَأَى
سَيِّئَةً أَذَاعَهَا
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari
1. tetangga
yang buruk
2.
istri yang membuatku
beruban sebelum masa beruban,
3.
dari anak yang menjadi tuan bagiku,
4.
dari harta yang menjadi siksaan atasku
5.
dan dari kawan yang berbuat makar; matanya
memandangiku, sedang hatinya mengawasiku. Jika ia melihat kebaikan, maka ia
tanam (sembunyikan) dan jika melihat keburukan, maka ia menyebarkannya”.
[HR. Hannad dan Ath-Thobroniy].
BERLINDUNG DARI HARTA YANG MENYIKSA
“Janganlah harta benda dan anak-anak
mereka itu membuatmu kagum. Sungguh, Allah hanya ingin menyiksa mereka dengan
harta benda dan anak-anak itu dalam kehidupan di dunia…” (QS. At-Taubah
[9] : 55)
Tidak
mudah memahami, bagaimana Allah menjadikan harta sebagai siksa. Banyak orang
memandang harta sebagai standar kemuliaan. Jika melihat seseorang dilapangkan
rezeki oleh Allah, mereka akan mengatakan, Allah telah memuliakannya dengan
memberinya harta melimpah. Sebaliknya, jika melihat seseorang sedang
disempitkan rezekinya, maka mereka mengatakan Allah telah menghinakannya.
Ibnu
Qoyyim Al-Jauziyah pernah menjelaskan, harta kekayaan memang bisa menjadi siksa
bagi seseorang.
Yang
pertama siksa itu bisa terletak pada saat mencarinya. Kecintaan berlebihan
kepada harta, membuat orang melakukan hal-hal yang menyiksa diri untuk mendapatkan
harta sesuai dengan yang diinginkannya. Harta miliknya mungkin banyak. Tapi
untuk mendapatkannya ia melakukan hal-hal yang menyiksa dirinya.
Yang
kedua, Kadang-kadang, siksa harta itu terjadi pada saat harta itu sudah menjadi
miliknya. Harta yang diinginkannya jauh lebih banyak dari yang dimilikinya. Ia
pun tersiksa ketika harus menjaga hartanya, jangan sampai berkurang atau
hilang.
Yang
ketiga, Selain itu, harta bisa menjadi siksa bagi seseorang pada saat
meninggalkan dirinya. Ia merasa sayang ketika harus menggunakan harta untuk
keperluannya sendiri atau keluarganya, untuk membayar kewajiban-kewajibannya
seperti zakat dan infak fi sabilillah. Sering pula, ia kehilangan harta, karena
kecelakaan, dicuri atau dirampok.
Dalam
ketiga keadaan tersebut, harta bisa menjadi siksa bagi seseorang. Yang
membuatnya stress, tidak bisa tidur, tidak enak makan, dan tidak bisa menikmati
segala aktivitasnya. Allah memberikan harta kepada sebagian hamba yang
dikehendaki-Nya dan menahan dari hamba-Nya yang lain yang dikehendaki-Nya.
Sebagai ujian dan berbagai hikmah lainnya. Sebaik-baik harta adalah harta yang
baik di tangan orang yang shalih.
Manfaat dan Fungsi Harta Dalam Islam
Tidak ada penciptaan Allah Ta’ala yang
Dia ciptakan dengan sia-sia tanpa hikmah dan tujuan. Manusia diciptakan Allah
Ta’ala dengan tujuan memurnikan ibadah kepada-Nya. Begitupula langit dan bumi
serta seluruh isinya diciptakan oleh Allah Ta’ala, diantaranya agar manusia
tunduk, taat, bersyukur dan menggunakan fasilitas hidup tersebut untuk memaksimalkan
ubudiyyah-nya kepada Allah Ta’ala semata.
Allah Ta’ala
berfirman:
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا
لَاعِبِينَ
“Tidaklah
Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main.” (QS.
al-Anbiya: 16)
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا
بَاطِلًا
“Kami
tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa batil
tanpa hikmah.”
(QS. Shaad: 27)
Begitu
pula dengan harta benda yang Allah Ta’ala berikan kepada manusia, agar manusia
bersyukur kepada-Nya. Manusia yang menyadari akan keberadaan dan hakekat harta
maka dia tidak akan menjadi budak dan hamba harta tapi ia menggunakannya untuk
ibadah kepada Rabb alam semesta.
Berikut
ini akan dijelaskan beberapa manfaat dan fungsi dari harta benda yang Allah
Ta’ala berikan atau tundukan untuk hamba-Nya:
1. Harta adalah
Kebutuhan Pokok
Allah Ta’ala adalah
pemilik mutlak alam semesta ini. Manusia diberi amanah mengurusi dan mengelola
harta yang diberikan kepadanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam menjalani
kehidupan, manusia membutuhkan makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan
kebutuhan hidup lainnya, dan Allah Ta’ala membolehkan manusia untuk menikmati
dan menggunakan rezeki yang Allah Ta’ala berikan dengan memberikan
batasan-batasan syar’i dalam membelanjakan harta tersebut.
Allah Ta’ala
berfirman:
كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي
الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
“Makan
dan minumlah kalian dari rezeki yang diberikan Allah, dan janganlah kalian
berjalan di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. al-Baqarah: 60)
Allah Ta’ala
berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ
“Makan
dan minumlah kalian, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. al-A’raf: 31)
Harta
yang diberikan kepada manusia bukan hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pokok manusia saja. Tapi, Allah Ta’ala pun menganjurkan untuk membelanjakan
harta tersebut di jalan yang diridhai-Nya seperti menafkahi anak isteri, nafkah
orang tua, membantu orang yang membutuhkan dan menginfakkannya fi sabilillah.
Allah Ta’ala
berfirman:
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ
مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ
كَبِيرٌ
“Berimanlah
kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari harta
kalian yang Allah telah menjadikan kalian menguasainya. Maka orang-orang
yang beriman di antara kalian dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya
memperoleh pahala yang besar.” (QS. al-Hadid: 07)
Penguasaan
harta dalam ayat tersebut bukan secara mutlak karena hak milik mutlak hanya
milik Allah Rabb alam semesta. Manusia hanya menggunakan harta itu berdasarkan
hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah Ta’ala.
2. Harta Adalah
Perhiasan Hidup
Salah
satu keindahan dalam kehidupan dunia ini adalah harta benda. Jika harta benda
digunakan untuk beramal shalih maka harta itu akan menjadi sebab meraih
kebahagiaan di akherat kelak. Jika harta tersebut menjadi sebab berpalingnya
seseorang dari Allah Ta’ala maka akan menjadi sebab kesengsaraan seseorang di
akherat kelak.
Allah Ta’ala
berfirman:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
“Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang
kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabb-mu serta lebih baik
untuk menjadi harapan.” (QS. al-Kahfi: 46)
Ayat
yang mulia ini menjelaskan bahwa harta dan anak termasuk perhiasan dunia. Harta
dan anak disebutkan secara khusus karena termasuk fitnah terbesar pada manusia.
Penyebutkan harta didahulukan karena setiap manusia punya harta tapi tidak
semua manusia mempunyai anak, dan untuk mendapatkan seorang anak dibutuhkan
harta. Baik harta maupun anak, kedua-keduanya perhiasan dunia untuk menguji
hamba-hamba Allah Ta’ala, siapa di antara mereka yang terbaik amalnya.
Allah Ta’ala
berfirman:
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا
لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Sesungguhnya
Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami
menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (QS. al-Kahfi: 7)
Ayat ini menegaskan status
harta di muka bumi ini sebagai perhiasan dunia untuk menguji siapakah yang
terbaik amalnya, bukan terbanyak.
3. Harta Adalah
Ujian Bagi Manusia
Harta merupakan salah
satu ladang ujian bagi manusia untuk membuktikan yang terbaik di antara mereka.
Standar kemuliaan seseorang bukan pada sedikit dan banyaknya harta tapi pada
penggunaan harta tersebut. Memiliki harta melimpah dengan digunakannya di jalan
yang diridhai Allah Ta’ala seperti untuk menunaikan kewajiban nafkah, zakat,
dan infak maka harta menjadi wasilah baginya meraih kemuliaan di sisi Rabb-Nya
seperti sahabat Nabi Abu Bakr, Umar, Utsman, Abdurrahman ibn Auf dan lain-lain
yang gemar membelanjakan hartanya di jalan Allah. Begitu pula sebaliknya,
Berpaling dan lalai kepada Allah Ta’ala karena harta maka akan menjadi sebab
kehinaan seperti Qarun.
Allah Ta’ala
berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ
وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Ketahuilah
bahwa harta kalian dan anak-anak kalian itu hanyalah sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. –Anfal: 28)
رَوَي
التِّرْمِذِيُّ عَنْ كَعْبِ بْنِ عِيَاضٍ قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ
أُمَّتِي الْمَالُ.
Al-Tirmidzi meriwayatkan dari Ka’ab ibn
Iyadh, ia berkata: Saya telah mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda, “Sesungguhnya masing-masing ummat itu memiliki fitnah (bahan ujian)
dan fitnah ummatku adalah harta.” (HR. al-Tirmidzi)
Kedua
nash di atas mempertegas bahwa harta adalah ujian. Siapakah di antara manusia
yang jika diberi harta bersyukur dan mentaati Allah maka ia berhasil menghadapi
ujian tersebut. Adapun jika harta menjadi sebab berpalingnya dari Allah Ta’ala
berarti telah gagal menghadapi ujian.
Nabi
Sulaiman alaihisalam adalah contoh sosok yang sukses menghadapi ujian harta.
Beliau tetap dekat dengan Allah Ta’ala sekalpun kekayaan dan kerajaan sangat
dahsyat. Qarun, adalah contoh sosok kebalikan dari Nabi Sulaiman, karena Qarun
kufur dan berpaling setelah diberi harta yang melimpah.
Baik
kaya maupun miskin, sebenarnya semuanya ujian. Hanya saja diuji dengan sesuatu
baik jauh lebih berat dibanding ujian dengan sebuah keburukan.
Allah Ta’ala
berfirman:
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً
“Kami
benar-benar akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan.” (QS. al-Anbiya: 35)
Allah Ta’ala
berfirman dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 155:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ
وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Sungguh
akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Sampaikanlah berita
berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah: 155)
Dikarenakan
harta adalah ujian, maka Allah Ta’ala sudah mengingatkan agar tidak tertipu
daya terhadap harta tersebut. Peringatan dini ini adalah hujjah bagi manusia di
akherat kelak.
Allah Ta’ala
berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ
وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْخَاسِرُونَ
“Hai
orang-orang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian
melalaikan kalian dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka
mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. al-Munafiqun: 9)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ
وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا
وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Hai
orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isteri kalian dan anak-anak
kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian maka berhati-hatilah kalian terhadap
mereka dan jika kalian memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka)
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
al-Thaghabun: 14)
4. Harta Adalah
Amanah Titipan Allah
Pemilik harta
sebenarnya ialah Allah Ta’ala. Kepemilikan harta oleh manusia sebatas
mengelola, memanfaatkan dan menunaikan hak dan kewajiban harta. Orang yang
memiliki harta berarti memiliki tanggung jawab lebih dibanding orang yang tidak
memilikinya.
Allah Ta’ala
berfirman:
وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ
لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan
janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
berlebih-lebihan.” (QS. al-Anam: 141)
Berkaitan
dengan ayat ini para ulama ahli tafsir berbeda pendapat terkait maksud “Hak”
dalam ayat tersebut. Apakah pemberian biasa yang dianjurkan atau zakat.
Sebagian ulama berpendapat: Hak dalam ayat ini maksudnya adalah zakat yang
diwajibkan. Sebagian ulama lain berpendapat: Maksudnya bukan zakat, melainkan
hendaknya memberi kepada orang yang hadir dari kalangan orang miskin tatkala
panen satu genggam atau satu ikatan. Sebagian ulama yang berpendapat ini
mengatakan hukumya wajib dan sebagiannya lagi mengatakan anjuran. Sebagian
ulama lain berpendapat: Ini adalah hak wajib selain zakat, tidak ditentukan
dalam jumlah kadar tertentu. Sebagian ulama mengatakan: Bahwa ayat ini sudah
dinasakh dengan ayat zakat, karena ayat ini adalah makkiyah dan ayat-ayat zakat
diturunkan di Madinah.
Terlepas
dari apa makna sebenarnya. Baik zakat maupun infak mustahab, tetap ayat
ini menunjukan bahwa ada hak orang lain pada harta seseorang. Sehingga dalam
Islam, seseorang yang diberi harta memiliki tanggungjawab lebih dibanding yang
tidak memilikinya, yaitu diminta pertanggung jawabannya, dari mana memperoleh
harta tersebut dan digunakan untuk apa.
روى الترمذي عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ قَالَ : قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ
يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ
فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ ،
وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ.
Al-Tirmidzi
meriwayatkan dari Abu Barzah al-Aslami radhiallahu anhu, beliau berkata:
Rasulallah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Seseorang pada Hari Akhir
nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: Tentang umurnya untuk apa
dihabiskan, tentang ilmunya untuk apa dipergunakan, tentang hartanya darimana
didapatkan dan untuk apa dipergunakan dan jasmaninya untuk apa dipergunakan.” (HR.
al-Tirmidzi)
Di
antara tanggungjawab yang harus ditunaikan oleh pemilik harta adalah
mengerluarkan zakatnya. Tujuan dikeluarkannya zakat untuk mensucikan pemiliknya
dari sifat-sifat buruk seperti kikir, tamak, cinta dunia, sombong, dan egois.
Di dalam harta yang sudah terpenuhi syarat-syarat zakat ada milik orang lain
yang harus diberikan dan ini menunjukan bahwa harta itu adalah titipan yang
tidak boleh dinikmati yang bukan haknya.
5. Harta Adalah
Bekal Ibadah
Salah satu fungsi dan
manfaat fasilitas harta benda di muka bumi ini adalah untuk memaksimalkan
ubudiyyah. Banyak ubudiyyah kepada Allah Ta’ala yang berkaitan dengan harta
seperti zakat, nafkah anak istri, menunaikan ibadah haji, ibadah qurban, infak,
sedekah, dan ibadah maaliyah lainnya. Maka, seseorang yang mampu
memaksimalkan hartanya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala lebih baik
dibanding seseorang yang tidak memiliki
harta, karena dia tidak mampu beramal shalih dengan harta benda.
Di
antara pahala terbesar yang telah Allah Ta’ala sediakan untuk orang-orang yang
membelanjakan hartanya di jalan Allah seperti infak, sedekah dan senantiasa
menunaikan zakat adalah disediakannya pintu khusus masuk surga, yaitu Pintu
Sedekah.
Rasulallah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِىَ مِنْ بَابِ
الصَّدَقَةِ
“Barngsiapa termasuk
orang yang senantiasa bersedekah maka dia akan dipanggil masuk Surga lewat
pintu sedekah.” (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah)
Disediakannya
pintu sedekah membuka peluang bagi hamba-hamba Allah yang diberi anugerah harta
untuk bisa beramal dan meraihnya, yaitu masuk surga melalui pintu sedekah.
Kesempatan bisa masuk Surga melalui pintu sedekah tidak didapat oleh semua
orang. Hanya manusia-manusia pilihan Allah yang dimudahkan membelanjakan
hartanya di jalan yang diridhai Allah Ta’ala.
Manfaat
lain dari penggunaaan harta untuk beribadah kepada Allah adalah keberuntungan,
ampunan, ketentraman jiwa dan menyelamatkan dari adzab yang pedih.
Allah Ta’ala
berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى
تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ
وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, maukah kalian aku tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkan kalian dari azab yang pedih? (yaitu) kalian beriman kepada
Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa
kalian. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. al-Shaff:
10-11)
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
سِرًّا وَعَلَانِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ
عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan
terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. al-Baqarah:
274)
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي
الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم