Kamis, 23 Maret 2017

198. Kiat Jadi Hamba yang Qanaah




Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Ar Ridha
Perumahan Taman Duta Indah Tiban, Kecamatan Sekupang
Kota Batam Kepuluan Riau
3 Rajab 1438.H / 31 Maret   2017.M


                                          KIAT  JADI  HAMBA YANG QANAAH

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
                                                                
Hadirin jama'ah jum'at rahimakumullah!
Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Wahai Abu Hurairah ;
1.      jadilah engkau orang yang wara’ maka engkau menjadi orang yang paling beribaddah
2.      dan jadilah orang yang qanaah (menerima) maka engkau menjadi orang yang paling bersyukur.
3.       Cintailah untuk manusia apa yang engkau cintai untuk dirimu maka kamu menjadi mukmin,
4.      berbuat baiklah kepada tetanggamu maka kamu menjadi muslim
5.      dan sedikitkan tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati.

Menurut bahasa qanaah artinya merasa cukup. Menurut Istilah qanaah berarti merasa cukup atas apa yang telah dikaruniakan Allah Swt kepada kita sehingga mampu menjauhkan diri dari sifat tamak, sifat tersebut berdasarkan pemahaman bahwa rezeki yang kita dapatkan sudah menjadi ketentuan Allah Swt. Apapun yang kita terima dari Allah Swt merupakan karunia yang tiada terhingga. Oleh karena itu, sebagai umat Islam kita wajib bersyukur kepada-Nya.

Sifat qanaah tidak membuat orang mudah putus asa atas ujian dan cobaan yang diberikan Allah Swt, baik berupa ketakutan, kelaparan, bencana, maupun kekurangan harta benda. Akan tetapi, mereka akan tetap bersabar menerima ujian tersebut dan tidak patah semangat untuk menjalani kehidupannya kembali. Hal ini sebagaimana Firman Allah Swt dalam Al qur`an surah Al Baqarah 2:155)
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al Baqarah 2:155)

Orang yang memiliki sifat qanaah merasa cukup dengan apa yang dia dapatkan meskipun sedikit. Dengan demikian, hati kita bisa menjadi tenang dan jauh dari sifat ketamakan. Sebagaimana hadist Nabi Muhammad saw, yang menjelaskan bahwa seseorang yang dapat melaksanakan hidup dengan sifat qanaah, maka ia termasuk orang-orang yang beruntung.

Sabda Nabi Muhammad SAW.“dari Abdillah bin Umar r.a berkata Rosululloh SAW, “Sungguh beruntung orang yang masuk Islam mendapat rizki secukupnya dan ia merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya.”(HR. Muslim)

Kiat Memperoleh Qana’ah

Untuk memperoleh sifat qana’ah, kita dapat menempuh beberapa cara berikut:
1. Memperkuat keimanan terhadap takdir Allah, kesabaran dan tawakkal
Rezeki termasuk salah satu yang telah ditakdirkan Allah bagi setiap hamba-Nya bahkan ketika dia belum terlahir ke dunia dan masih berada dalam rahim sang ibu, bahkan sejak azali seluruh hal yang terkait dengan hamba-Nya telah ditetapkan oleh-Nya. Jika kita benar-benar memahami hal ini, maka rasa gelisah atas rezeki yang ada tidak sepatutnya terjadi.

Oleh karenanya, keimanan terhadap takdir Allah merupakan pondasi yang dapat melahirkan sifat qana’ah, diiringi dengan memperkuat sifat sabar dan tawakkal. Ketika sifat qana’ah tidak terdapat dalam diri kita berarti ada kekurangan dalam keimanan terhadap takdir Allah, kesabaran kita masih minim, begitu pula dengan rasa tawakkal.
2. Mentadabburi firman Allah ta’ala dan hadits nabi
Merenungi firman-firman Allah ta’ala dan hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama berbagai ayat yang menerangkan tentang rezeki dan usaha yang dikerahkan manusia untuk memperoleh penghidupan, yang semuanya itu berpulang pada takdir Allah. Allah berfirman menerangkan bahwa Dia telah menetapkan rezeki kepada para hamba-Nya,
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Huud 11: 6).

Begitu juga firman Allah yang menanamkan nilai bahwa campur tangan manusia sama sekali tidak mempengaruhi seluruh rezeki yang telah Dia tetapkan,
Apa saja yang Allâh anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh-Nya maka tidak ada seorang pun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu” (Faathir 35: 2).

Atau sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyatakan bahwa seorang tidak akan diwafatkan kecuali setelah Allah menyempurnakan jatah rezeki yang ditetapkan untuknya, “Wahai manusia bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik, sesungguhnya seorang itu tidak akan mati sehingga lengkap jatah rezekinya. Jika rezeki itu terasa lambat datangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan carilah dengan cara yang, ambillah yang halal dan tinggalkanlah yang haram” (Shahih. HR. Al Baihaqi).
3. Memahami hikmah Allah menciptakan perbedaan rezeki dan kedudukan di antara hamba
Salah satu hikmah terjadi perbedaan rezeki di antara hamba adalah apa yang difirmankan Allah,
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (az-Zukhruf 43: 32).

Salah satu hikmah timbulnya perbedaan rezeki sehingga ada yang kaya dan yang miskin adalah agar kehidupan di bumi bisa berlangsung, terjadi hubungan timbal-balik di mana kedua pihak saling mengambil manfaat, yang kaya memberikan manfaat kepada yang miskin dengan harta, sedangkan yang miskin memberikan bantuan tenaga kepada yang kaya, sehingga keduanya menjadi sebab kelangsungan hidup bagi yang lain (Tafsir al-Baghawi).

Selain itu, kondisi kaya dan miskin itu merupakan ujian, dengan keduanya Allah hendak melihat siapakah di antara para hamba-Nya yang berhasil,
 “Dan Dialah yang menjaadikan kamu khalifah (penguasa-penguasa yang saling menggantikan) di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu terkait apa yang diberikannya kepada kamu” (QS Al-An’am 6: 165).
4. Berdo’a
Memohon agar kita dianugerahi sifat qana’ah. Praktik nabi mencontohkan hal tersebut, kehidupan ekonomi beliau yang bersahaja tidak membuat beliau mengeluh, bahkan beliau berdo’a kepada Allah agar rezeki beliau dan keluarga sekedar untuk menutup  lapar. Menunjukkan betapa qana’ah pribadi beliau. Kita dapat mencontoh beliau, memohon agar Allah memberikan kita sifat qana’ah. Salah satu do’a yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbad radliallahu ‘anhuma adalah do’a berikut,“Ya Allah, jadikanlah aku orang yang qana’ah terhadap rezeki yang Engkau beri, dan berkahilah, serta gantilah apa yang luput dariku dengan sesuatu yang lebih baik” (HR. Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad).
5. Melihat kondisi mereka yang berada di bawah kita
Di dunia ini kita pasti akan menemukan orang yang memiliki kondisi ekonomi di bawah kita. Jika kita ditakdirkan ditimpa musibah, pasti di sana ada mereka yang diuji dengan musibah yang lebih daripada kita. Jika kita ditakdirkan menjadi orang yang fakir, pasti di sana ada orang yang lebih fakir. Oleh karenanya, mengapa kita menengadahkan kepala, melihat kondisi orang yang diberi kelebihan rezeki tanpa melihat mereka yang berada di bawah?

Jika kita sering memperhatikan orang yang diberi kelebihan harta dan kedudukan sementara dia mungkin tidak memiliki skill, kecerdasan, dan perilaku seperti kita, mengapa diri kita tidak mengingat bahwa di sana betapa banyak orang yang memiliki keunggulan serupa dengan kita atau bahkan lebih, namun dirinya tidak ditakdirkan untuk memperoleh setengah dari rezeki yang Allah berikan kepada kita?

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan,“Jika engkau melihat seorang yang memiliki harta dan kedudukan yang melebihimu, maka lihatlah orang yang berada di bawahmu” (Shahih. HR. Ibnu Hibban).
Beliau juga bersabda“Perhatikanlah mereka yang kondisi ekonominya berada di bawahmu dan janganlah engkau perhatikan mereka yang kondisi ekonominya berada di atasmu. Niscaya hal itu akan membuat dirimu tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepadamu” (Shahih. HR. Bukhari dan Muslim).

6. Membaca sirah para pendahulu yang shalih

Sebagian ulama pernah mengatakan bahwa kisah kehidupan salaf adalah sebagian dari bala tentara Allah, dengannya Allah meneguhkan hati para kekasih-Nya. Betapa banyak hati yang mengalami perbaikan, memperoleh tambahan semangat untuk beribadah setelah pemiliknya membaca perikehidupan para salaf.

Begitu pula untuk meraih sifat qana’ah, kita dapat membaca bagaimana sikap mereka terhadap dunia, kezuhudan serta keridlaan mereka dengan kondisi ekonomi yang sulit. Dunia telah dibentangkan di hadapan mereka, namun mereka menolak karena lebih mendahulukan balasan yang abadi ketimbang balasan yang disegerakan di dunia, nrimo dengan yang sedikit demi memperoleh balasan yang banyak. Semua hal itu akan menjadikan kita untuk lebih mendambakan kehidupan akhirat dan menganggap kecil segala bentuk perhiasan dunia yang tidak lekang.

Contoh yang baik dalam hal ini adalah kisah tatkala ‘Umar bin al-Khaththab mengunjungi rumah ‘Ubaidah ‘Aamir bin al-Jarraah. ‘Umar menangis ketika memasuki rumah ‘Ubaidah. Beliau menangis dikarenakan di rumah ‘Ubaidah hanya terdapat pedang, perisai dan tas yang sering digunakan beliau. Padahal ‘Ubaidah adalah seorang komandan pasukan, seorang yang digelari amiinu hadzihi al-ummah, orang yang paling amanah di umat ini. Ketika ‘Umar bertanya mengapa dia tidak membeli perabot untuk menghias rumah seperti yang dilakukan orang lain, ‘Ubaidah hanya menjawab bahwa apa yang dia miliki sekarang, itulah yang akan mampu menghantarkannya kepada surga, tempat peristirahatan kelak. Semoga Allah meridlai mereka berdua.
7. Memahami bahwa harta dapat membawa dampak buruk
Kekayaan jika tidak diperoleh dan disalurkan dengan cara yang baik sesuai syari’at justru akan membawa keburukan dan kesengsaraan bagi pemiliknya. Problem bagi pemilik harta adalah proses audit yang akan diterapkan dari dua sisi, yaitu bagaimana harta itu diperoleh dan kemana disalurkan. Hal inilah yang menjadikan konsekuensi dari kepemilikan harta bukanlah sesuatu yang mudah, bisa berujung pada petaka bagi pemiliknya, kecuali mereka yang bertakwa kepada Allah dalam mencari dan membelanjakan hartanya.

Selain itu, kita dapat membayangkan bahwa seorang dengan harta yang minim akan mengalami proses hisab di akhirat yang lebih ringan dan cepat daripada mereka yang memiliki harta yang banyak. Hal ini dapat dianalogikan dengan seorang yang bersafar menggunakan pesawat dan membawa barang yang banyak. Jika telah sampai di tujuan, dirinya akan melalui proses investigasi yang lama di bandara, berkebalikan dengan seorang yang bersafar tanpa membawa barang yang banyak. Dan ingat, hisab yang akan kita hadapi di hari akhirat kelak lebih sulit, lebih teliti dan lebih lama prosesnya.

Lihat pula mereka yang harta dan kedudukannya menjadi sebab kesengsaraan, kegelisahan, kecemasan atau bahkan sebab yang membuat dirinya sakit. Berpeluh dalam mengumpulkan harta dan meraih kedudukan, kemudian menyewa jasa pengamanan untuk menjaganya. Lihatlah apa yang dialami oleh mereka ketika musibah menimpa harta dan kedudukannya.
8. Memahami bahwa antara yang kaya dan yang miskin hanya terjadi perbedaan yang tipis
Perbedaan kondisi antara yang kaya dan yang miskin betapa pun besarnya di mata kita, pada hakikatnya hanya perbedaan yang tipis. Seorang yang ditakdirkan Allah dalam keadaan kaya hanya mampu memanfaatkan sebagian kecil dari hartanya, yaitu sekedar apa yang menutupi kebutuhan. Adapun kelebihan dari harta yang dia miliki, pada akhirnya tidak mampu dia manfaatkan seluruhnya meski itu adalah miliknya.

Contohnya, jika kita melihat manusia terkaya di dunia ini, kita akan melihat bahwa dia tidak akan mampu menyantap makanan dengan kuantitas melebihi apa yang dibutuhkan oleh orang yang lebih miskin, bahkan terkadang yang miskin lebih banyak makannya ketimbang dirinya. Lebih ekstrim lagi, apakah seorang yang kaya mampu untuk menghabiskan seratus hidangan yang telah dibeli dengan seketika? Apakah dia mampu tinggal dalam satu waktu di seratus rumah yang telah dia beli? Atau mengendarai seratus mobil dan motor yang dia miliki dalam satu kali kesempatan?

Jika jawabannya tidak, maka yang jadi pertanyaan atas dasar apa kita dengki dengan apa yang dimiliki oleh mereka? Inilah yang dipahami oleh sahabat Abu ad-Darda radliallahu ‘anhu, hakiimu hadzihi al-ummah, orang yang paling bijaksana di umat ini, beliau mengatakan, “Orang yang kaya makan dan kami pun juga makan, mereka minum begitupula dengan kami, kami berpakaian sebagaimana juga dengan mereka, kami berkendara demikian pula dengan mereka, mereka memiliki harta yang berlebih untuk dilihat bersama-sama dengan kami. Namun mereka dihisab atas harta tersebut, adapun kami berlepas diri dari hal tersebut” [az-Zuhd]


بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم



Tidak ada komentar:

Posting Komentar