Rabu, 12 April 2017

199. Sedikitkan Tertawa



Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Al Aqsha
Perumahan Mutiara View  Tiban, Kecamatan Sekupang
Kota Batam Kepuluan Riau
17 Rajab 1438.H / 14 April  2017.M


                                                          SEDIKIT  TERTAWA
SALAH  SATU DARI LIMA KEBAIKAN MUSLIM

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
                                                                
Hadirin jama'ah jum'at rahimakumullah!

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Wahai Abu Hurairah ;
1.      jadilah engkau orang yang wara’ maka engkau menjadi orang yang paling beribaddah
2.      dan jadilah orang yang qanaah (menerima) maka engkau menjadi orang yang paling bersyukur.
3.       Cintailah untuk manusia apa yang engkau cintai untuk dirimu maka kamu menjadi mukmin,
4.      berbuat baiklah kepada tetanggamu maka kamu menjadi muslim
5.      dan sedikitkan tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati.
SEDIKITKAN TERTAWA
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : بَلَغَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَصْحَابِهِ شَيْءٌ فَخَطَبَ فَقَالَ « عُرِضَتْ عَلَيَّ الْجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ فِي الْخَيْرِ وَالشَّرِّ، وَلَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلًا وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا » قَالَ فَمَا أَتَى عَلَى أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمٌ أَشَدُّ مِنْهُ، قَالَ : غَطُّوا رُؤُوْسَهُمْ وَلَهُمْ خَنِيْنٌ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
“Hadits ini diriwayatkan dari Anas bin Malik ra ia berkata, telah sampai kepada Rosululloh saw sesuatu dari sahabat-sahabatnya, maka  beliau berkhutbah, beliau berkata dalam khutbahnya, “Telah diperlihatkan kepadaku surga dan neraka, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini, kalaulah kalian mengetahui apa yang aku tahu pastilah kalian sedikit tertawa dan banyak menangis.” Anas ra berkata, tiada hari yang lebih dahsyat dari hari itu. Anas ra berkata lagi, mereka menutupi kepala-kepala mereka (maksudnya wajah-wajah mereka), dan pada mereka ada Khonin.” (Muttafaq ‘Alaih). Dalam riwayat Muslim disebut Khonin yaitu tangisan keras yang keluar dari hidung, sedangkan dalam riwayat Bukhori disebut Hanin yaitu tangisan keras yang keluar dari dada.   
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam Kitab Tafsir Bab La Tas’alu ‘an asyya (no.4621), dan Imam Muslim dalam kitab Fadhoilun Nabi Bab Tauqiruhu saw wa tarku iktsari sualihi (no.2359). Hadits di atas adalah redaksi Imam Muslim.
Dalam Al-Qur’an ada lafaz yang mirip dengan lafaz hadits di atas yaitu dalam surat At-Taubah ayat  82, “Hendaklah kalian sedikit tertawa dan banyak menangis sebagai balasan terhadap apa yang kalian kerjakan.” Ayat ini ditujukan kepada orang-orang munafiq yang tidak mau ikut berperang dalam perang Tabuk dengan alasan panas, padahal neraka itu lebih panas. Ibnu Abbas menjelaskan ayat ini:
الدُّنْيَا قَلِيْلٌ، فَلْيَضْحَكُوا فِيْهَا مَاشَاؤُوا، فَإِذَا انْقَطَعَتِ الدُّنْيَا وَصَارُوا إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، اِسْتَأْنَفُوا بُكَاءً لَا يَنْقَطِعُ أَبَدًا
“Dunia itu sedikit (sebentar), maka tertawalah di dalamnya sekehendak mereka, maka apabilah dunia telah terputus dan mereka menghadap Alloh Azza wa Jalla, mereka mulai menangis dengan tangisan yang tak terputus-putus selamanya”. (Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 4 hal.191).
Setiap manusia tidak ada yang dapat melihat hal-hal yang goib, kecuali para RAsul yang diberi izin oleh Allah SWT.
“Dia Yang Mengetahui yang goib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang goib itu. Kecuali kepada Rosul yang Dia ridhoi, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga  (malaikat) di depan dan di belakangnya.” (QS. Al-Jin 72: 26-27).

Untuk itu kita hanya diperintahkan beriman kepada yang goib yang kabarnya kita terima dari Al-Qur’an dan Hadits (Lihat QS. Al-Baqoroh: 3). Dan setiap manusia hanya akan tahu yang goib dimulai pada saat sakarotul maut menjemput,


“Sungguh kamu lalai dari hal ini, maka Kami singkapkan darimu yang menutupi matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (QS. Qof 50:22).

Hadits di atas bukan berarti larangan tertawa dan harus selalu menangis, karena Rosululloh saw pun pada saat-saat tertentu, beliau tertawa bersama para sahabat dan lebih banyak tersenyum. Menangis yang dianjurkan itu adalah pada saat kita secara khusus ‘bercengkrama’ dengan Alloh SWT dalam beribadah. Dalam hadits  di atas, beliau memberikan penegasan kepada kita agar benar-benar yakin terhadap hal-hal yang goib khususnya surga dan neraka dengan keyakinan berdasarkan ilmu (‘Ilmal Yakin) karena di dunia ini, indra kita mustahil menjangkau hal-hal yang goib. Sedangkan Rosul telah melihat langsung hal-hal goib itu sehingga mencapai keyakinan yang disebut Ainal Yakin. Dan kita akan mencapa Ainal Yakin hanya pada saat di alam barzah dan alam akhirat. (Baca QS. At-Takatsur).
Telah diperlihatkan kepada Rosululloh saw surga dan neraka, baik diperlihatkan pada saat beliau berada di kediamannya ataupun melihat langsung dengan pergi kesana seperti dalam peristiwa Isra Mi’raj. Yang dimaksud dalam hadits di atas adalah beliau melihat surga dan neraka dari kediamannya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut, “Demi Dzat yang aku ada dalam genggaman-Nya, sungguh telah diperlihatkan kepadaku surga dan neraka barusan di dinding ini ketika aku sedang sholat, maka aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari ini.” (HR. Bukhori, Kitab Al-I’tishom bil Kitab was Sunnah, no.7294)
Berkenaan dengan Isra Mi’raj, renungkanlah Surat An-Najm (1-18). Lalu Alloh berfirman,  “Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril (dalam rupa asli) pada waktu yang lain. Yaitu ketika di Sidrotul Muntaha. Ketika Sidrotul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar.”
Yaitu beliau melihat Jibril dalam rupa asli yang memiliki 600 sayap, Sidrotul Muntaha, Baitul Ma’mur, Surga dan Neraka dan yang lainnya. Di antara pengalaman beliau saat itu, “Kemudian Jibril mengantar aku ke Sidratul Muntaha, yang diliputi oleh warna-warna yang sulit dilukiskan keindahannya. Kemudian aku masuk ke dalam surga, yang cahayanya seperti cahaya mutiara dan tanahnya seperti kesturi.” (HR. Bukhori, no.349).  “Aku berkata, Wahai Jibril siapakah orang tua yang sempurna rupanya yang tidak berkurang sedikitpun dari rupanya ini? Dan apakah kedua pintu ini? Jibril menjawab, “Ini adalah bapakmu Adam as, dan pintu di sebelah kanannya adalah pintu surga, apabila dia melihat keturunannya yang masuk ke dalamnya ia tertawa dan bergembira, dan pintu di sebelah kirinya adalah pintu neraka, apabila ia melihat keturunannya yang masuk ke dalamnya ia menangis dan bersedih.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5: 35).
Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibn Umar r.a. berkata: "Pada suatu hari Nabi Muhammad s.a.w. keluar ke masjid, tiba-tiba ada orang berbicara-bicara sambil tertawa, maka Nabi Muhammad s.a.w. berhenti di depan mereka dan memberi salam lalu bersabda: "Perbanyaklah mengingat hal-hal yang merusak nikmat." Sahabat bertanya: "Apakah yang merusakkan itu?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Mati." Kemudian Nabi Muhammad s.a.w. keluar melihat orang-orang sedang tertawa gelak-gembira, maka Nabi Muhammad s.a.w. bersabda kepada mereka: "Ingatlah demi Allah yang jiwaku di tanganNya andaikan kamu mengetahui sebagaimana yang aku ketahui niscaya kamu sedikit tertawa dan banyak menangis." Kemudian di lain hari keluar pula dan melihat orang-orang sedang gelak ketawa sambil berbicara-bicara, maka Nabi Muhammad s.a.w. memberi salam dan berkata: "Sesungguhnya Islam ini pada mulanya asing dan akan kembali asing, maka sangat beruntung bagi orang-orang yang berada dalam keterasingan pada hari kiamat." Nabi ditanya: "Siapakah orang-orang asing itu pada hari kiamat?" jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Ialah mereka yang tetap memerbaiki akhlaknya di masa rusaknya.

Rasulullah Shollallahu 'alaihi wassalam pernah bersabda, "Jauhilah oleh kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa dapat mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah" (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani). Syaikh Abdul Aziz Bin Baz juga berkata: "Sesungguhnya banyak bercanda dapat menjatuhkan wibawa, menjauhkan diri dari hikmah, menimbulkan kedengkian,  mengeraskan hati dan membuat banyak tertawa yang melalaikan diri dari mengingat Allah." Sebagai Agama yang sempurna, Islam telah mengaturnya sedemikian rupa. Rasulullah sebagai manusia, pernah juga bercanda, namun ada batasnya. Diriwayatkan dari beberapa Hadits Shahih, jika Rasulullah bercanda, langit-langit mulutnya tidak terlihat. Lalu ketika bercanda pun rasulullah selalu berkata benar. Tidak seperti kita, kadang harus berbohong atau mengarang-ngarang cerita agar bisa membuat teman kita tertawa. Ja'far bin Auf dari Mas'ud dari Auf bin Abdullah berkata: "Rasulullah tidak tertawa melainkan senyum simpul dan tidak menoleh kecuali dengan wajahnya." Hadis ini menunjukkan bahwa senyum itu sunnah dan tertawa bergelak-gelak itu makruh.

Maka seharusnya orang yang sehat akal, hindarilah gelak tawa sebab banyak tawa di dunia berarti akan banyak menangis di akhirat. Ibn Abbas r.a. berkata: "Siapa yang tertawa ketika berbuat dosa maka ia akan menangis ketika akan masuk neraka." sedangkan Yahya bin Mu'aadz Arrazi berkata: "Empat macam yang menghilangkan tertawanya orang mukmin dan kesenangannya, yaitu: Memikirkan akhirat, Mengintrospeksi dosa-dosa yang telah diperbuat, Mencari nafkah yang halal untuk keluarga, dan datangnya musibah atau bencana.

Maka seharusnya seorang muslim dan mu'min sejati, menyibukkan diri memikirkan semua itu supaya tidak banyak tertawa. Seringkali kita bertingkah seolah untuk melucu, namun akhirnya kebablasan sehingga menyakiti perasaan orang, terus dengan enteng kita minta maaf sambil cengengesan bilang, “becanda, bos!” Kita memang suka tertawa, terlebih menertawakan orang lain. Buktinya acara televisi yang isinya reality show, kompetisi, dan mengusili orang, atau acara yang mengumbar komedi agar kita tertawa, justru sangat laku diminati orang.

 Padahal di saat tertawa kita lupa bahwa kita sedang membuat hati kita sekeras batu. Seorang ulama bernama Hasan al-Bashri berkata: "Sungguh ajaib seseorang dapat tertawa pada hal dibelakangnya ada api neraka dan orang yang bersuka-suka sedang dibelakangnya maut."

Pernah Hasan al-Bashri bertemu dengan pemuda yang sedang tertawa, lalu ditanya: "Hai anak muda, apakah engkau sedah menyeberang shirath (jembatan shirath al-Mustaqiim di akhirat)?" Pemuda itu menjawab: "Belum." kemudian ditanya lagi, "Apakah engkau pasti engkau akan masuk surga atau neraka?" dan dijawab: "Belum." dan Hasan al-Bashri bertanya, "Lalu karena apa engkau tertawa sedemikian itu?" maka sejak itu pemuda tadi tidak tertawa lagi.

Nasihat Hasan al-Bashri meresap benar dalam hatiya sehingga ia bertaubat daripada tertawa. Demikianlah nasihat dari ulama yang mengamalkan benar ilmunya, sangat berguna ilmunya dan berkesan nasihat-nasihatnya, adapun ulama-ulama sekarang karena tidak punya ilmu yang mumpuni justru terjerambab pada ceramah-ceramah yang kurang lebih sama dengan lawakan.

Kadang pula kita menyelingi candaan dengan hinaan baik kepada orang lain atau menggunakan kata-kata yang memang digunakan oleh masyarakat untuk mengejek. Alangkah keras hatinya orang-orang seperti itu. Namun ironisnya malah yang seperti itulah yang dianut dan dipajang di muka publik. Inilah bukti bahwa dunia ini telah terbalik, yang datang dari Allah justru tenggelam dan terasing.




بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم



Tidak ada komentar:

Posting Komentar