Kamis, 19 November 2015

152. Meningkatkan Kualitas Taqwa



                                                MENINGKATKAN KUALITAS TAQWA
Khutbah Jum'at Tanggal 8 Shafar 1437.H/ 20 November 2015.M
Masjid Nurul Ikhlas
Komplek Perumahan Sakura Permai
Kecamatan Batu Ampar Kota Batam




إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ
.

Ubay bin Ka'ab bertanya kepada Umar bin Khattab tentang taqwa, Umar menjawab,"Apakah anda pernah melewati jalan berduri?", Ubay menjawab,"Ya pernah", Umar bertanya,"Apakah yang anda lakukan?". Kata Ubay,"Saya kesampingkan duri itu dan berusaha maju ke depan dan berhati-hati", kata Umar, "Itulah taqwa". Rasulullah menyatakan bahwa taqwa itu ada di hati bukan diucapan, sedangkan orang yang bertaqwa juga dikatakan adalah orang yang mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Imam Al Gazali menempatkan taqwa dengan tawakkal, qona'ah, wara',  dan yakin.

Berarti taqwa adalah mencari jalan yang baik untuk dilalui, menyingkirkan rintangan dalam kehidupan dan berhati-hati dalam menapaki kehidupan ini. Banyak lagi persi taqwa yang dapat dikemukakan selain persi selain pendapat diatas, namun siapakah orang yang bertaqwa itu ?.

Allah memerintahkan kepada kita supaya bertaqwa kepada-Nya;


 " Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, kami akan memberikan kepadamu Furqaan[607]. dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia yang besar" [Al Anfal 8;29]

" Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik.[Al Hasyr 59;18-19]

Taqwa tidak bisa dibiarkan saja karena dia merupakan level iman yang mengalami fluktuasi yaitu ibarat gelombang, kadangkala naik dan kadangkala turun, taqwa harus dijaga dengan sebaik-baiknya hingga pada akhir kehidupan kita tetap dalam posisi masih bertaqwa;

”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sungguh-sungguh bertaqwa dan janganlah mati kecuali dalam tetap beriman  [Ali Imran 3;102   ].

Pengertian taqwa itu sendiri mengandung makna yang bervariasi di kalangan ulama. Namun semuanya bermuara kepada satu pengertian yaitu seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dari adzabNya, hal ini dapat terwujud dengan melaksanakan apa yang di perintahkan-Nya dan menjauhi apa yang di larang-Nya.

Para hadirin yang berbahagia
Bila kata taqwa disandarkan kepada Allah maka artinya takutlah kepada kemurkaanNya, dan ini merupakan perkara yang besar yang mesti ditakuti oleh setiap hamba. Imam Ahmad bin Hambal Radhiallaahu anhu berkata, “Taqwa adalah meninggalkan apa-apa yang dimaui oleh hawa nafsumu, karena engkau takut (kepada Dzat yang engkau takuti)”. Lebih lanjut ia mengatakan, “Takut kepada Allah, ridha dengan ketentuanNya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat nanti.”



Para hadirin yang berbahagia
Pada hakekatnya Allah Subhannahu wa Ta'ala mewasiatkan taqwa ini, bukan hanya pada umat Nabi Muhammad, melainkan Dia mewasiatkan kepada umat-umat terdahulu juga, dan dari sini kita bisa melihat bahwa taqwa merupakan satu-satunya yang diinginkan Allah.
Allah Subhannahu wa Ta'ala menghimpun seluruh nasihat dan dalil-dalil, petunjuk-petunjuk, peringatan-peringatan, didikan serta ajaran dalam satu wasiat yaitu Taqwa.
Hadirin yang berbahagia.
Pernah suatu ketika Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berwasiat mengenai taqwa, dan kisah ini diriwayatkan oleh Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam shalat subuh bersama kami, kemudian memberi nasihat dengan nasihat yang baik yang dapat meneteskan air mata serta menggetarkan hati yang mendengarnya. Lalu berkatalah salah seorang sahabat, “Ya Rasulullah, sepertinya ini nasihat terakhir oleh karena itu nasihatilah kami”. Lalu Nabi bersabda:

أَوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
“Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati, sekalipun kepada budak keturunan Habsyi. Maka sesungguhnya barangsiapa di antara kamu hidup (pada saat itu), maka dia akan menyaksikan banyak perbedaan pendapat. Oleh karena itu hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu (peganglah sunnah ini erat-erat). Dan berwaspadalah kamu terhadap perkara yang diada-adakan (bid’ah) karena setiap bid’ah itu sesat”. (HR. Ahmad; Abu Dawud, Tarmidzi, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Al-Baghawi, syarah dan As Sunnah, dan Tarmidzi berkata, hadits ini hasan shahih, dan shahih menurut Syaikh Al-Albani).


Hadirin yang berbahagia.
Tentang sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam: “Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa kepada Allah, mendengar dan mentaati”, tersebut di atas, Ibnu Rajab berkata, bahwa kedua kata itu yaitu mendengar dan mentaati, mempersatukan kebahagiaan dunia dan akhirat. Adapun taqwa merupakan penjamin kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Hadirin sidang Jum’at yang berbahagia.
Di samping itu taqwa juga merupakan sebaik-baiknya pakaian dan bekal orang mu’min, hal ini seperti yang digambarkan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala dalam firmanNya surat Al-A’raaf ayat 26 


Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang terbaik. (Al-A’raaf 7: 26).

dan Al-Baqarah ayat 197. Allah berfirman:


(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats berbuat fasik dan berbantah bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.


Allah Ta'ala menganugerahkan kepada hamba-hambaNya pakaian penutup aurat (al-libas) dan pakaian indah (ar-risy), maka al-libas merupakan kebutuhan yang harus, sedangkan ar-risy sebagai tambahan dan penyempurna, artinya Allah menunjuki kepada manusia bahwa sebaik-baik pakaian yaitu pakaian yang bisa menutupi aurat yang lahir maupun batin, dan sekaligus memper-indahnya, yaitu pakaian at-taqwa.

Qasim bin Malik meriwayatkan dari ‘Auf dari Ma’bad Al-Juhani berkata, maksud pakaian taqwa adalah al-hayaa’ (malu).

Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat bahwa pakaian taqwa adalah amal shalih, wajah yang simpatik, dan bisa juga bermakna segala sesuatu yang Allah ajarkan dan tunjukkan.

Adapun taqwa sebagai sebaik-baiknya bekal sebagaimana tertuang dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 197:
 Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepadaKu, hai orang-orang yang berakal”

Para hadirin yang berbahagia
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat tersebut, dengan menyatakan bahwa kalimat “sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa”, menunjukkan bahwa tatkala Allah memerintahkan kepada hambaNya untuk mengambil bekal dunia, maka Allah menunjuki kepadanya tentang bekal menuju akhirat (yaitu taqwa).

Para hadirin yang berbahagia.
Seandainya kita mampu mengaplikasikan atau merealisasikan, kedua ayat di atas bukanlah suatu hal yang mustahil, dan itu merupakan modal utama bagi kita untuk bersua kepada Sang Pencipta.Banyak sekali faktor-faktor penunjang agar kita bisa merasakan ketaqwaan tersebut, di antaranya:
1.Mahabbatullah
2. Muraqabatullah (merasakan adanya pengawasan Allah)
3. Menjauhi penyakit hati
4. Menundukkan hawa nafsu
5. Mewaspadai tipu daya syaitan



Beberapa ayat dibawah  ini Allah  mengungkapkan orang-orang yang taqwa diantaranya;

1.Orang yang menempatkan Al Qur'an sebagai dasar kehidupan
            Orang yang bertaqwa itu adalah orang yang menjadikan Al Qur'an sebagai petunjuk dalam seluruh asfek kehidupannya tanpa ragu-ragu. Al Qur’an bukanlah sekedar bacaan yang mendapat pahala ketika membacanya tapi adalah sebagai way of live bagi seorang mukmin dalam menapaki kehidupan yang penuh dengan berbagai ujian dan godaan.

            Seorang mukmin yang telah menyatakan dirinya beriman kepada Allah harus melestarikan keimanan tersebut melalui amal perbuatan sehari-hari, termasuk aplikasi beriman kepada kitab Allah yaitu Al Qur’an.


"Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa"[Al Baqarah 2;2]

Hadirin, sidang jum’at yang dirahmati Allah,
2.Orang yang punya pandangan jauh ke depan
            Orang yang bertaqwa menjadikan kehidupan dunia adalah kehidupan sementara sedangkan kehidupan akherat adalah tujuan akhir, sehingga dunia dijadikan sebagai pulau persinggahan. Hidup bagi orang yang bertaqwa bukanlah disini dan ini saja yang hanya sebentar, tapi hidup yang abadi ada di akherat sehingga perlu bekal dan persiapan untuk menuju kesana dengan iman yang bersih dari syirik dan ibadah yang bersih dari riya'.


"Katakanlah: "Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun''[An Nisa' 4;77].


"Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan". [Al Qashahs 28;77].

3.Orang yang memiliki usaha yang bersih
            Rasulullah menyatakan bahwa di dunia ini ada yang halal dan itu jelas, ada yang haram dan itu juga jelas tapi ada yang samar-samar, itu yang disebut dengan syubhat, sifat orang mukmin adalah yang berhati-hati terhadap barang yang syubhat, meninggalkan yang haram sudah pasti tapi meninggalkan yang syubhat menunjukkan iman yang baik. 

            Prinsip hidupnya adalah berusaha untuk meraih kehidupan layak di dunia dengan cara yang halal dan bersih, dari usaha yang bersih itulah kelak akan mendapat berkah dari Allah, usaha yang kotor disamping mengotori rezeki juga akan membuat jiwa tidak bersih sehingga menjauhkan seseorang dari mendapat berkah dan hidayah Allah;  


“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”[Al Baqarah 2;172]


"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan,  Pada suatu hari yang besar,(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam? [Al Muthaffifin 83;1-6]

Hadirin, sidang jum’at yang dirahmati Allah,
4.Orang yang memiliki sifat adil

"Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah,
            Karena pentingnya sifat adil ini sampai Rasulullah menyuruh berlaku adil kepada anak-anak walaupun dari segi ciuman dan perhatian kepada mereka, sifat adil hanya dimiliki oleh orang-orang yang bertaqwa karena orang lain tidak akan mampu menegakkannya;

 Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."[Al Maidah 5;8].

5.Orang yang memiliki sifat setia kawan dan ukhuwah

"Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat" [Al Hujurat 49;10]

Hadirin, sidang jum’at yang dirahmati Allah,
6.Orang yang menyampaikan kebenaran
            Orang yang bertaqwa adalah orang yang menyampaikan kebenaran kepada siapapun walaupun pahit akibatnya kelak. Kebenaran itu adalah apa adanya tidak dapat ditutup tutupi, hingga sampai ketika kita bercandapun oleh Rasulullah tidak boleh dengan kebohongan, harus dengan kebenaran. Karena sekali saja kita berbohong maka selamanya orang tidak akan percaya lagi;
            Setia kawan dan ukhuwah hanya dimiliki oleh orang-orang beriman dengan kualitas taqwa, hal ini terujud dikala Rasulullah mempertemukan ummat ini di Madinah saat melaksanakan  hijrah. Setia kawan yang dibenarkan adalah setia kawan yang terikat karena Allah semata, karena ikatan ini yang kuat tanpa dibatasi oleh ras, suku dan bangsa, 

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar" [Al Ahzab 33;70]

            Taqwa adalah level yang tinggi setelah seseorang melewati fase sebagai muslim yaitu mengakui islama sebagai agamanya, ketika meningkat kualitas muslim menuju tingkat kedua yaitu mukmin, yaitu tingkatan orang yang sudah baik kepribadiannya, imannya sudah



menghunjam ke dada, amalnyapun semakin bagus. Mukmin meningkatkan mutunya dengan segala kesungguhan menuju kesana sampailah kepada level Muhsin, yaitu karakter muslim yang berupaya selalu berbuat baik sebanyak mungkin, amal wajibnya ditambah dengan yang sunnah-sunnah, bila dia mampu meningkatkan kualitas iman dan amalnya maka mendekatlah kepada level Mukhlis artinya orang yang ikhlas dalam menapaki kehidupan ini, segala yang diberikan dan dilakukan hanya mencari ridha Allah, maka barulah masuk ke tahaf Muttaqin yaitu orang yang bertaqwa.

            Allah tidak memandang manusia karena suku, bangsa dan kelahirannya tapi kemuliaan itu disematkan Allah kepada hamba yang mampu mencapai derajat taqwa, sebagaimana firman-Nya dibawah ini; 


"Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal" [Al Hujurat 49;13]
           
Hadirin, sidang jum’at yang dirahmati Allah,
            Rupanya iman dan taqwa tidak hanya diucapkan saja apalagi hanya dipendam saja di hati, tapi taqwa itu harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga hingga masyarakat luas, sampai Nabi Ibrahim mohon kepada Allah agar nanti anak keturunannya menjadi pemimpin orang yang bertaqwa artinya menjadi orang yang bertaqwa saja sungguh mulia apalagi memimpin orang yang bertaqwa tentu kualitasnya lebih taqwa dari yang dipimpinnya.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ




Khutbah yang kedua

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.
.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.