Selasa, 06 November 2018

257. Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan


Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Nurul Hidayah
Kartini - Sei Harapan
Kecamatan Sekupang
Kota Batam Kepuluan Riau
5 Zulhijjah  1439.H / 17 Agustus  2018.M


MENSYUKURI NIKMAT KEMERDEKAAN

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
 اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،

أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.


Dari sekian nikmat Allah tersebut, ada tiga nikmat utama yang sangat penting yaitu;

1.Nikmat Hidup
Hidup diberikan bukan hanya kepada manusia saja, tetapi diberikan juga kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan, yang diperlengkapi dengan berbagai alat kehidupan seperti udara, air dan cahaya matahari. Kesemuanya itu dapat diperoleh dengan gratis, tanpa harus membayar kepada yang memberi hidup ini.

Hidup adalah kurnia Ilahi kepada setiap makhluk, terutama manusia, tidak seorangpun boleh merampasnya, kecuali dengan ketentuan-ketentuan yang lain, Allah berfirman dalam surat Al Hijr 15;23


"Dan Sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan kami (pulalah) yang mewarisi".

            Buya Hamka mengatakan bahwa kualitas hidup itu tidak tergantung dari berapa lama dia hidup tapi apa yang dia buat selama hidup itu karena sehari Harimau di rimba sama dengan setahun bagi seekor rusa, Rasulullah juga mengajarkan kepada kita bahwa orang yang baik beruntung dalam hidup itu adalah orang lama hidupnya tapi bagus amalnya, sedangkan orang yang rugi adalah orang yang sebentar hidup di dunia tapi buruk amalnya.

2.Nikmat Kemerdekaan
Derajat nikmat kemerdekaan lebih tinggi dari pada hidup yang hanya diberikan kepada manusia saja, sedangkan makhluk lain terikat oleh ruang dan waktu. Nilai kemerdekaan bila dibandingkan dengan hidup maka lebih tinggi nilai kemerdekaan, sebab untuk melepaskan diri dari belenggu keterikatan, manusia rela mempertahankan hak hidupnya. Apalah artinya hidup bila tertekan dan terikat dan terbelenggu. Untuk mengusir penjajah, maka dipertaruhkan nyawa rakyat suatu bangsa.

Yang dikatakan merdeka adalah orang yang mampu untuk menyatakan "iya'' walaupun dipaksa-paksa untuk menyatakan "tidak'', yang dikatakan merdeka adalah orang yang mampu untuk menyatakan "hitam" walaupun dipaksa-paksa untuk menyatakan "merah" merdeka itu adalah orang yang menegakkan kebenaran walaupun dipaksa-paksa untuk mengakui kebathilan.

Kalau manusia mengorbankan kemerdekaannya demi mempertahankan kehidupan samalah artinya dia dengan binatang, karena binatang tidak ada kemerdekaan, dibawa kemana saja dan diapakan saja dia terima. Selama masih bernama manusia tentunya dia tidak mau dijajah, biarlah mati berkalang tanah dari pada hidup dalam belenggu, kematian yang mereka alamipun bukan mati sembarangan tapi mati yang disebut dengan syuhada' yaitu orang yang mati syahid, bahkan Allah menerangkan bahwa mereka tidaklah mati, bahkan hidup yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan Hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu.


" Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya" [Al Baqarah 2;154]


.Nikmat Iman
Nikmat iman hanya diberikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya dan ini merupakan hak preogratif Allah tanpa bisa dicampuri oleh siapapun. Walaupun demikian iman tersebut akan diberikan memang kepada orang-orang yang mencarinya atau orang-orang yang memang ada kecendrungan kepada keimanan, Allah berfirman;


"Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, Maka merekalah orang-orang yang merugi" [Al A'raf 7;178]

MENSYUKURI NIKMAT KEMERDEKAAN


Saat ini kita berada di bulan yang bersejarah bagi bangsa Indonesia ialah bulan Agustus. Disebutkan dalam Pembukaan UUD ‘45, atas berkat rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah mengantarkan bangsa Indonesia ke pintu kemerderkaannya. Kemerdekaan bangsa Indonesia bukan hadiah dari Belanda, dan Jepang, tapi kemerdekaan ini ditebus oleh seluruh rakyat Indonesia dengan cucuran air mata dan tetesan darah. Pada saat itu rakyat Indonesia bersatu untuk menegakkan negara kesatuan Republik Indonesia, mereka tidak pernah berpikir apakah istrinya akan menjadi janda, anaknya akan menjadi yatim, hal itu tidak terpikir oleh pejuang-pejuang bangsa, yang terpikir hanya merdeka…!.
Hendaknya kita yang sedang menikmati kemerdekaan ini, harus banyak mengkoreksi diri, karena berkat jasa-jasa para pahlawan yang telah berpulang ke rahmatullah kita merdeka. Mereka mengorban­kan darahnya demi kemerdekaan bangsa Indonesia agar terlepas dari cengkraman penjajahan. Supaya Indonesia, dipimpin oleh bangsanya sendiri yang bersih dan jujur, sehingga kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia tidak saja  dinikmati oleh orang asing, tapi dinikmati oleh bangsa sendiri. 

Maka koreksi kepada kita sendiri, apakah benar-benar bangsa Indonesia sudah diperintah oleh bangsa yang bersih, dipimpin oleh pemimpin yang bersih, jujur, dan yang benar-benar memikirkan rakyat kecil yang sengsara?. Ini merupakan sebuah pertanyaan besar, apakah seluruh kekayaan bangsa Indonesia benar-benar sudah dinikmati oleh rakyat kecil. Apakah kekayaan alam ini dinikmati oleh investor-investor bersama-sama oleh pejabat negara?.

Kalau di dalam pembukaan undang-undang Dasar 45, kita sudah kometmen bahwa kemerdekaan ini atas berkat rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bagaimana sejarah telah menunjukan bambu runcing dapat mengalahkan penjajah Belanda dengan senjata-senjata moderennya. Ini semua di samping perjuangan dan keikhlasan anak bangsa ini, juga berkat rahmat yang diberikan Allah kepada bangsa Indonesia yang harus kita syukuri bersama. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, yang artinya :

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan limpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. 7 Al-‘Araaf 96). 

Kalau bangsa Indonesia yang sudah 72 tahun merdeka, semestinya bangsa Indonesia sudah menjadi bangsa yang besar, bangsa yang mulia, bangsa yang sejahtera. Tetapi nyatanya bangsa Indonesia belum menjadi bangsa yang besar, karena ketergantungan kepada bangsa lain, tidak ada orang yang berhutang itu mulia. Apalagi satu bangsa yang hutangnya besar tidak akan mulia di tengah-tengah percaturan internasional.

Oleh sebab itu Pemerintah marilah kita sama-sama mengekang perut, tutup hutang lama, jangan memulai hutang baru. Negara Republik Indonesia yang merupakan anugrah dari Allah  yang nikmat dan kekayaannya begitu berlimpah ruah, mestinya tidak pantas menjadi negara yang banyak hutang dan menjadi negara yang miskin, seandainya dikelola dengan penuh amanah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :

 إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَىأَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيْعًا بَصِيْرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. 4 An-Nisaa 58).

Dalam ayat ini Allah memerintahkan supaya memberikan amanah kepada ahlinya. Amanah itu banyak macamnya; titipan, ilmu merupakan amanah, anakpun merupakan amanah, hartapun, juga kedudukan, jabatan yang dimaksud dalam ayat ini juga merupakan amanah, berikanlah kedudukan dan jabatan itu kepada ahlinya, mulai dari pejabat yang sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya. Dari mulai pemilihan kepala desa, camat, bupati, gubernur, menteri, sampai pemimpin negara, berikanlah kepada yang pantas dan serahkan jabatan kepada yang betul-betul ahlinya, yang amanah, terpercaya, dan jujur, jangan sampai jabatan ini diduduki oleh orang-orang yang berkhianat, yang hanya menumpuk kekayaan untuk kepentingan pribadinya, sehingga rakyatnya menjadi sengsara. Dan juga apabila menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah tetapkan hukum dengan adil, tanpa membeda-bedakan manusia. 

Ada kisah seorang wanita dari golongan Al-Mahzumiyah kedapatan mencuri, tokoh-tokoh Quraisy Arab bingung, karena wanita ini termasuk dari golongan bangsawan yang berjasa terhadap agama, kemudian di saat tokoh-tokoh Quraisy itu bingung, mereka bermusyawarah, maka mengutus Husama bin Zaid untuk menghadap kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam meminta supaya si wanita itu tidak dihukum dengan potong tangan. Setelah Husama dihadapan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, kemudian menceritakan tentang wanita yang mencuri ini, mendengar ucapan Husamah, muka Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam merah (menunjukan Beliau itu marah). 

Kemudian Beliau bersabda : “Wahai Husamah telah hancur bangsa-bangsa sebelum kamu, karena apabila yang mencuri itu orang besar, seluruhnya tutup mulut, tetapi kalau yang mencuri rakyat kecil, semuanya berteriak tegakkan kebenaran dan keadilan”. Kemudian Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam  bersabda, yang artinya : “Wahai Husamah demi Allah, sendainya anak saya yang bernama Fatimah itu mencuri, pasti saya potong tanganya”. Jadi teori yang mengatakan kedudukan manusia di depan hukum itu sama, bukanlah orang Eropa dan Amerika melainkan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam.

Di sinilah Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengingatkan kepada kita semua, apakah kita ini sudah menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah?. Dengan adanya musibah, bencana dan kesulitan datang silih berganti tak pernah berhenti di tengah-tengah bangsa Indonesia hendaklah kita berfikir.
Bagi pemimpin-pemimpin bangsa, tentunya yang beragama Islam pertama kali tegakan shalat dan keluarkan zakatnya wahai pemimpin-pemimpin bangsa. Kemudian sebagai pemimpin dari sekecil-kecilnya sampai kepada yang sebesar-besarnya kewajiban, utamanya menegakan keadilan dan mencegah kemungkaran, 

 Mudah-mudahan Allah SWT memberikan taufiq dan hidayahnya kepada para pemimpin dan seluruh rakyat Indonesia untuk menjadi orang-orang yang sholeh dan solehah yang selalu menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan manjauhi apa yang dilarangNya, sehingga membawa bangsa ini ke jalan yang diridloi oleh Allah SWT. 

Referensi;
1. 2.Al Qur'an dan terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
2.Buya Hamka, Pelajaran Agama Islam
3.M.Yunan Nasution,  Pegangan Hidup Jilid II
4. KH. Syukron Ma’mun, Mensyukuri Hari Kemerdekaan, Intisari
    Khutbah Jum’at tanggal, 12 Agustus 2005 M / 07 Rajab 1426 H)



بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم


Tidak ada komentar:

Posting Komentar