Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Az Zafran
Komplek Perumahan Taman Melati Raya Tiban V
Kecamatan Sekupang
Kota Batam Kepuluan Riau
11 Sya’ban 1439.H / 27 April 2018.M
AYAT TENTANG PUASA RAMADHAN
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ
عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدّيْن
فَيَا أَيُّهَا
الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى
فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا
قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ،
وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ
اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Hadirin
Sidang Jum’at Yang dirahmati Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Al
Baqarah 2;183
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Penggalan
ayat;
Hai orang-orang yang
beriman………………….
1. Yang dipanggil orang-orang beriman,
karena orang-orang beriman itu yang mau dan mampu
a.Iman
harus terhunjam di Hati :
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang : bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, bila dibacakan ayat-ayat Allah maka bertambahlah imannya, mereka bertawakal kepada Allah[Al Anfal 8;2]
b.Iman
harus terucapkan di Lisan
Sesungguhnya
jawaban oran-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya
agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami
mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.[An Nur 24;51]
c.Iman
harus dibuktikan dalam Amal perbuatan
Dan sampaikanlah berita gembira kepada
mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan urge-surga
yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan
dalam urge-surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah diberikan kepada kami
dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada
isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya [Al Baqarah
2;25].
2. Orang Islam tidak dipanggil untuk
puasa, karena orang islam imannya masih rendah.
’’ Orang-orang Arab
Badui itu berkata: ”Kami Telah beriman”. Katakanlah: ”Kamu belum beriman, tapi
Katakanlah ’kami Telah tunduk’, Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu;
dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi
sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”[Al Hujurat 49;14].
Level
iman menurut ulama;
Muslim adalah keimanan yang sangat rendah sekali, baru sebatas
pengakuan bahwa Allah sebagai Ilahnya. Imannya belum lagi menghunjam. Ibadahnya
hanya sekedar yang dia perlukan. Dosa dan maksiat dalam kehidupannya masih
kebutuhan. Suatu ketika datanglah seorang Arab Baduy ke hadapan Rasulullah
dengan menyatakan ”Amanna” artinya kami telah beriman. Kontan Rasul menyahut,
”Katakanlah Aslamna, bahwa engkau baru Islam”. Allahpun menjelaskan dalam
firman-Nya surat Al Hujurat ayat 14.
|
' Orang-orang Arab
Badui itu berkata: "Kami Telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum
beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk', Karena iman itu belum masuk ke dalam
hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang."[Al
Hujurat 49;14].
Ada yang
menyatakan ke Islamannya di hadapan Rasulullah, setelah mengucapkan kalimat
tauhid itu dipersilahkan pulang, ada pula yang siap masuk Islam dengan syarat dia dibolehkan untuk berbuat
dosa apa saja, maka Rasul cukup memberi resep kepadanya ,”Jangan berbohong”
tetapi ada pula yang baru masuk Islam telah diberi pedang untuk berjihad di
medan juang, berarti keimanan orang ini berbeda dengan dua orang lainnya tadi.
Mukmin adalah level iman kedua setelah seorang muslim mengkaji
ajaran Islam sehingga meningkat ”tsaqafah” [wawasan] keislamannya. Semakin
menghunjam imannya sehingga ibadah wajibnya tertib dilakukan. Dosanya semakin
kecil karena disibukkan oleh peningkatan iman. Mereka telah punya sifat-sifat
tersendiri, sebagaimana yang digambarkan Allah dalam surat Al Anfal ayat 2-5;
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
adalah orang-orang yang dikala disebut
nama Allah bergetarlah hatinya, saat dibacakan ayat-ayat Allah bertambah
keimanannya, kepada Allah mereka bertawakkal.’’
Muhsin yaitu orang
yang kualitas imannya semakin baik dengan banyaknya berbuat kebajikan. Tidak
hanya yang wajib-wajib saja tetapi amal-amal sunnah sudah jadi kesukaannya
seperti shalat rawatib, shalat dhuha, qiyamul lail, puasa sunnah dan infaq yang
dimotivasi hanya mencari ridha Allah. surat Al
Baqarah 2;195
”Dan belanjakanlah
(harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik”
Mukhlis adalah tingkatan yang keempat setelah menjalani berbagai
training dalam kehidupan ini. Hidupnya ikhlas hanya untuk mengabdikan diri
kepada Allah sebagai apapun profesi dan prestasinya. Jabatan apapun yang dia
sandang; sebagai Bupati, anggota dewan, kepala bagian atau entah jabatan
lainnya, tetapi dia tidak merasa tinggi dan sombong dengan itu. Sebab dia tahu
bahwa semua itu adalah titipan yang akan
diminta pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah. Atau mungkin dia seorang
yang rendah sekalipun statusnya di tengah masyarakat, dengan posisi ini
sedikitpun dia tidak merasa hina.
“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang
lurus dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus.
|
|
Muttaqin adalah level iman yang paling tinggi,artinya orang yang
bertaqwa. Suatu ketika Umar bin Khattab ditanya
oleh seorang sahabat tentang taqwa ini, maka dia balik bertanya,
”Pernahkah kamu melewati perjalanan sulit ?” maka dijawab ”Pernah”, Umar
bertanya lagi, ”Bagaimana cara kamu melewati jalan itu?”, sang sahabat itu
menjawab, ”Maka saya berhati-hati”, Umar lansung menukas, ”Nah itulah yang
dikatakan dengan taqwa yaitu berhati-hati”.
Imam Al Ghazali mengartikan taqwa dengan ;
- T; Tawakal yaitu menyerahkan hasil usaha kepada Allah setelah
maksimal berusaha
- Q; Qona’ah artinya sikap hidup yang tidak boros dan berangan-angan
tinggi. Dia terima dengan rasa syukur apa yang diperoleh hari ini, tetapi tetap
berusaha dengan sungguh-sungguh untuk masa depan.
6
- W; Wara’ artinya berhati-hati terhadap barang yang syubhat, orang
yang bertaqwa ditinggalkannya yang syubhat ini.
- Y ; Yakin artinya kepercayaan yang semakin dalam kepada Allah,
Rasul dan Syari’at-Nya. Orang yang bertaqwa lebih cepat masuk syurga daripada
level iman lainnya.
3. Ada kewajiban untuk puasa
Diwajibkan
atas kamu berpuasa……………….
Puasa yang
diperintahkan dalam Al Qur’an dan Sunnah secara etimologi ialah meninggalkan
dan menahan. Dengan kata lain, menahan dan meninggalkan sesuatu yang mubah
[halal] seperti nafsu perut dan nafsu seks dengan nilai mendekatkan diri kepada
Allat Subhanahu Wa Ta’ala.
Adapun makna
puasa secara terminologi adalah menahan diri dengan sengaja dari makan, minum,
bersetubuh dan segala sesuatu yang berada dalam hukum bersetubuh selama sehari
penuh, yakni sejak dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat
menjalankan perintah Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dalam hadits qudsi
disebutkan; ”Setiap pahala amal ibadah anak Adam untuk dirinya kecuali puasa,
ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya. Ia meninggalkan makan dan
nafsu seks hanya untuk-Ku”.[Bukhari dan Muslim].
Hukumnya
wajib ’ain bagi setiap muslim yang mukallaf sebagaimana dalil Al Qur’an, ”Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan
puasa atas kamu sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
supaya kamu bertaqwa, yaitu pada hari-hari yang telah ditentukan” [Al
Baqarah 2;183-184].
7
Dalil dari
haditspun menyebutkan,”Islam terdiri dari
lima perkara; mengikrarkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, haji ke Baitullah, puasa Ramadhan” [HR. Bukhari dan
Muslim].
”Berpuasalah kamu
karena melihat bulan [Ramadhan] dan berbukalah kamu karena melihat bulan
[Syawal]” [HR. Bukhari dan Muslim]
4. Orang terdahulu sudah puasa juga
sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
Nabi
Adam as. sesampainya di bumi setelah diturunkan dari sorga akibat dosa dan
kesalahan yang dilakukan, dia bertaubat kepada Allah swt dan berpuasa selama
tiga hari setiap bulan. Itulah yang kemudian dikenal dengan puasa hari putih
yang juga sunah untuk dikerjakan pada setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap
bulan.
Nabi
Daud as juga melaksanakan puasa, bahkan dalam waktu yang cukup lama yaitu
setengah tahun, di mana nabi Daud berpuasa satu hari dan berbuka satu hari
begitulah selama satu tahun.
Al-Qurthubi,
dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, menyebutkan bahwa Allah telah
mewajibkan, puasa kepada Yahudi selama 40 hari, kemudian umat nabi Isa selama
50 hari. Tetapi kemudian mereka merubah waktunya sesuai keinginan mereka. Jika
bertepatan dengan musim panas mereka menundanya hingga datang musim bunga. Hal itu mereka lakukan demi
mencari kemudahan dalam beribadah. Itulah yang disebut nasi’ seperti disebutkan
dalam surat at taubah: 37 “Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu
adalah menambah kekafiran, disesatkan orang-orang yang kafir dengan
mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan
mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mensesuaikan dengan
bilangan yang Allah mengharamkannya maka mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah…”
5. Targetnya adalah taqwa
agar kamu bertakwa,…………………………..
Taqwa itu adalah:
Menurut
Ibnu Taimiyah “Takwa adalah seseorang beramal ketaatan pada Allah atas cahaya
(petunjuk) dari Allah karena mengharap rahmat-Nya dan ia meninggalkan maksiat
karena cahaya (petunjuk) dari Allah karena takut akan siksa-Nya. Tidaklah
seseorang dikatakan mendekatkan diri pada Allah selain dengan menjalankan
kewajiban yang Allah tetapkan dan menunaikan hal-hal yang sunnah. Allah Ta’ala
berfirman,
وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ
عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ
عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan
wajib yang Aku cintai. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan
amalan sunnah hingga Aku mencintainya.” Inilah hadits shahih yang disebut
dengan hadits qudsi diriwayatkan oleh Imam Bukhari.” (Al Majmu’ Al Fatawa, 10:
433)
Berarti jika seseorang tidak menjalankan perintah Allah, terus
melakukan maksiat dan enggan bertaubat, maka ia tidak masuk kriteria orang yang
bertakwa, apalagi jika ia adalah pelaku kesyirikan yang biasa melariskan tradisi
syirik. Yang terakhir ini sangat jauh dari sifat takwa.
Taqwa itu adalah Level Iman tertinggi,
harus dicapai melalui Muslim, mukmin, muhsin, dan mukhlis.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar