Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Baitus Syakur
Sei Jodoh
Kecamatan Batu Ampar
Kota Batam Kepuluan Riau
7 Jumadil Akhir 1439.H / 23 Februari 2018.M
JANGAN MENUDUH WANITA BAIK-BAIK BERZINA
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ
أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ
هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ
عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدّيْن
فَيَا أَيُّهَا
الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى
فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا
قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ،
وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ
اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ
ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi,
Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasallam
telah memperingatkan kita untuk meninggalkan tujuh hal yang menghancurkan.
اِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ.
قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا هُنَّ؟ قَالَ: الشِّرْكُ بِاللهِ وَقَتْلُ النَّفْسِ
الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَالسِّحْرُ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ
مَالِ الْيَتِيْمِ وَالتَّوَلِّيْ يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلاَتِ
الْمُؤْمِنَاتِ.
“Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan
(membina-sakan)”. Bertanya para sahabat, apa itu yang Rasulullah?, bersabda
beliau: “Syirik (menyekutukan Allah), membunuh jiwa yang Allah haramkan,
kecuali yang dibenarkan syari’at, sihir (tenung dan santet), memakan riba,
memakan (menyelewengkan) harta anak yatim, lari dari pertempuran (karena
takut), menuduh wanita baik-baik berzina”. (Ash-Shahihain).
Dari
hadits diatas ada tujuh hal yang harus dihindari;
1.
Syirik (menyekutukan Allah),
2.
Membunuh jiwa yang Allah haramkan, kecuali yang
dibenarkan syari’at
3.
Sihir (tenung dan santet),
4.
Memakan riba,
5.
Memakan (menyelewengkan) harta anak yatim,
6.
Lari dari pertempuran (karena takut),
7.
Menuduh wanita baik-baik berzina”.
JANGAN MENUDUH WANITA BAIK-BAIK BERZINA
"Dan orang-orang yg
menuduh wanita baik-baik (melakukan zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saks, maka deralah mereka (yg menuduh itu) dg delapan puluh kali dera,
dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah
orang-orang yg fasik.
Kecuali orang-orang yg bertaubat sesudah itu dan memperbaiki dirinya,
maka sesungguhnya, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".-QS,
AN-Nur 4-5.
ini adalah peringatan bagi
kita agar berhati-hati dari mengatakan (menuduh) orang yg baik (melakukan zina)
tanpa bukti (empat orang saksi) Alloh Subhanahu Wata'ala menetapkan hukuman
dera 80 kali bahkan Alloh melarang kita menerima kesaksian / mempercayai mereka
(orang yg menuduh itu). sebab Alloh menggolongkan mereka dalam golongan
orang-orang fasik (rusak agamanya). kecuali setelah mereka bertaubat.
Sebuah kisah terjadi di zaman
Imam Malik Rahimahullah,
seorang wanita yg berprofesi sebagai tukang memandikan jenazah, sedang memandikan jenazah seorang wanita yg baru meninggal dunia, disaat menyiram (membasuh) kemaluan jenazah tersebut, wanita (yg memandikan mayat) itu berucap, berapa banyak farji (kemaluan) ini telah melakukan zina.. maka tiba-tiba tangan wanita itu lekat pada tubuh mayat, dan tidak dapat dilepaskan.
seorang wanita yg berprofesi sebagai tukang memandikan jenazah, sedang memandikan jenazah seorang wanita yg baru meninggal dunia, disaat menyiram (membasuh) kemaluan jenazah tersebut, wanita (yg memandikan mayat) itu berucap, berapa banyak farji (kemaluan) ini telah melakukan zina.. maka tiba-tiba tangan wanita itu lekat pada tubuh mayat, dan tidak dapat dilepaskan.
Maka bermusyawarahlah para ulama
untuk menangani hal ini. sebagian mereka
berpendapat, potong saja tangan wanita yg memandikan jenazah tersebut karna, kehormatan mayat sama seperti kehormatan orang yg masih
hidup.dan sebagian lagi berpendapat, potong saja sebagian jasad mayat sebab
orang yg masih hidup lebih utama dari orang mati.
Dan seseorang dari mereka
berkata, mengapa kita berselisih pendapat sedangkan Imam Malik ada di dekat
kita. lantas mereka datang kepada Imam Malik dam mohon fatwa (nasehat) atas
masalah itu. datanglah Imam Malik ke
tempat pemandian mayat dan bertanya pada wanita pemandi mayat itu dari balik
hijab, "Apa yg telah kamu katakan..? wanita itu menjawab, aku berkata
berapa bamyak kemaluan ini melakukan zina..!!Lantas Imam Malik berkata,
"Hukumlah wanita ini dengan delapan puluh kali dera, sebagaimana firman
Allah:
"Dan orang-orang yg menuduh wanita baik-baik (melakukan zina) dan
mereka tidak mendatangkan empat orang saks, maka deralah mereka (yg menuduh
itu) dg delapan puluh kali dera".
Sehingga seseorang tidak boleh main tuduh sembarangan tanpa
bukti, dan menuduh berzina seperti ini termasuk dosa besar yang
membinasakan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ
وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ
إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ
وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ
الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam , beliau bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang
membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah,
apakah itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah; sihir; membunuh jiwa yang
Allah haramkan kecuali dengan haq; memakan riba; memakan harta anak
yatim; berpaling dari perang yang berkecamuk; menuduh zina terhadap
wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang
bersih dari zina.” (Hadits Shahih Riwayat Bukhari, no. 3456; Muslim, no. 2669)
Jadi menuduh zina sembarangan
ada ancamannya di dunia dan akhirat
Harus ada empat saksi laki-laki,
tidak boleh kurang
Tidak boleh ada salah satu
saksi wanita dari keempat saksi dan jika kurang dari empat maka
persaksian ditolak dan yang menuduh dan yang menjadi saksi dicambuk
semuanya. Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu
berkata,
و من قذف بالزنى محصنا أو شهد عليه به, ولم
تكمل الشهادة: جلد ثمانين جلدة
“Barangsiapa menuduh
berzina seorang “muhshan” [yang menjaga kehormataannya] atau menjadi saksi, dan
saksi belum lengkap [empat orang laki-laki] maka dicambuk 80 kali” [Manhajus
Salikin Wa Taudihil Fiqh Fid Din hal. 240, cetakan pertama, Darul Wathan]
Syaikh Abdul Adzim Badawi Hafidzahullah
menjelaskan,
“jika
bersaksi tiga orang dan saksi keempat menyelisihi, maka tiga orang saksi
tersebut dicambuk sebagaimana dicambuknya penuduh karena dalil di ayat yang
mulia [An-Nur:4] dan hadits Qusamah bin Zuhair” [Al-Wajiz Fi Fiqhis
Sunnah Wal Kitabil Aziz hal. 435, cet. III, Dar Ibnu Rajab]
dari Qusamah bin Zuhair, ia berkata, “Ketika terjadi
masalah antara Abi Bakrah dengan al-Mughirah -lalu menyebutkan kelanjutannya-.”
(Perawi) berkata, “Kemudian ia memanggil para saksi. Kemudian Abu Bakrah, Syibl
bin Ma’bad, dan Abu ‘Abdillah Nafi’ memberikan persaksian. Tatkala mereka
bertiga telah bersaksi, ‘Umar berkata, ‘Urusannya membuat ‘Umar merasa berat.’
Tatkala Ziyad datang ia berkata, ‘Insya Allah, engkau tidak bersaksi melainkan
dengan kebenaran.’ Ziyad berkata, ‘Adapun zina, aku tidak bersaksi atasnya,
namun aku telah melihat perkara yang menjijikkan.’ ‘Umar berkata, ‘Allahu
Akbar, laksanakan hukum hadd terhadap mereka dan cambuklah mereka!’ Perawi
mengatakan, “Berkata Abu Bakrah setelah ia dipukul, ‘Aku bersaksi bahwa ia
seorang pezina.’ Kemudian ‘Umar bermaksud mengulangi hukuman cambuk atasnya,
maka ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu melarangnya seraya berkata, ‘Jika engkau
mencambuknya, maka rajamlah temanmu.’ Maka ‘Umar meninggalkannya dan beliau tidak mencambuknya lagi.”
[Sanadnya shahih: Al-Irwaa’ VIII/29, al-Baihaqi VIII/334]
lihat, betapa sulitnya
membuktikan, harus empat orang saksi laki-laki, jika melihat maka ia harus
mencari empat orang dulu, kemudian mengajak mereka melihat. Inilah yang
dirasakan oleh sahabat Hilal bin Umayyah yang melihat dengan nyata Istrinya
berzina dengan lelaki lain, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tetap meminta empat orang saksi laki-laki, beliau berkata kepada
Hilal bin Umayyah,
البينة أو حد في ظهرك
“Bukti/saksi atau had
cambuk kepunggungmu?”
Berkata
Hilal bin Umayyah,“Wahai Rasulullah, apakah jika seseorang melihat
istrinya bersama laki-laki lain kemudian harus mencari saksi?Akan tetapi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengharuskan dan
bersabda menegaskan,
البينة و إلا حد في ظهرك
“Bukti/saksi jika tidak had
cambuk kepunggungmu?” [HR. Bukhari no.4747]
Harus melihat “seperti ember masuk ke
sumur”
Syaikh Abdul Adzim Badawi Hafidzahullah
berkata,“Jika bersaksi empat orang muslim merdeka dan adil bahwasanya
mereka melihat kemaluan laki-laki masuk pada kemaluan wanita seperti celak
masuk ke tempat celak dan seperti ember masuk ke sumur, maka laki-laki dan
wanita tersebut dirajam” [Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil Aziz hal.
435, cet. III, Dar Ibnu Rajab
Jadi jika sekedar melihat
laki-laki dan wanita menempel badannya tanpa melihat seperti ember masuk ke
sumur, maka tidak bisa menjadi bukti. Ini membuktikan lagi bahwa sulit
menjatuhkan kehormatan seorang muslim.
Pelaku zina Harus sudah menikah/muhshan
dan sudah bersetubuh, baru dirajam
Syaikh Abdullah Al-Jibrin Rahimahullahu
berkata,“ Muhshan adalah seseorang yang telah menikah dengan
pernikahan yang sah dan telah bersetubuh dengan istrinya, dan keduanya merdeka
dan mukallaf/ baligh, jika telah menikah dan belum bersetubuh
dengan istrinya maka tidak disebut muhshan. Begitu juga jika belum menikah
[kemudian berhubungan badan/zina] maka tidak disebut muhshan,
jika sudah menikah dan bersetubuh sebelum “taklif” yaitu akil baligh atau dalam
keadaan kurang waras maka tidak disebut muhshan” [Ibhajul Mu’minin
Syarh Manhajus Salikin jilid II hal 389, cet. I, Darul Wathan]
Syaikh Abdullah Al Bassam rahimahullahu
menjelaskan,“Muhshan adalah seseorang yang sudah berhubungan badan
dalam pernikahan yang sah, sedangkan hukuman had bagi yang bukan muhshan adalah
dicambuk 100 kali da diasingkan satu tahun” [Taisir Allam Syarh
Umdatul Ahkam hal. 481, cet. II, Darul Kutubil ‘Ilmiyyah].
Jika mengaku berzina dan kemudian menarik
pengakuan, tidak jadi dirajam
Jika ia mengaku berzina di
depan pengadilan dan qhadi, kemudian ia tarik kembali pengakuannya, maka ia
tidak jadi dirajam berdasarkan hadits Nu’aim bin Hazzal,
Dahulu Ma’iz bin Malik adalah
seorang anak yatim dalam pengasuhan ayahku, lalu ia berzina dengan seorang
budak wanita dari suatu kabilah (al-hadits), sampai perkataan perawi, “Kemudian
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar ia
dirajam, lalu ia dibawa ke-luar menuju padang pasir. Pada saat ia dirajam dan
merasakan sakitnya lemparan batu, ia tidak sabar menahan sakit dan akhirnya
berontak. Lalu ia lari keluar dan terkejar oleh ‘Abdullah bin Unais sementara
para sahabatnya telah kepayahan. Kemudian ia mengambil wadzifu ba’iir
[yaitu tulang siku dan kaki kuda atau unta] dan dilemparkan kepadanya sehingga
membunuhnya. Kemudian ia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan menceritakan hal tersebut. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:“Kenapa tidak kalian biarkan ia pergi, bisa jadi ia
bertaubat dan Allah menerima taubatnya.” [Shahih: Shahiih Sunan Abi Dawud
no. 3716, Sunan Abi Dawud XII/99, no. 4397]
Kasusnya Harus sampai kepada
pemerintah/pengadilan qhadi
Jika seseorang berzina dan
yang mengetahui tidak melaporkan ke pemerintah/qhadi, maka ia tidak dirajam.
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih suka agar orang
yang berzina, menyembunyikan aibnya dan bertaubat kepada Allah.
Dari Sulaiman bin Baridah dari
ayahnya, ia menerangkan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
didatangi seorang wanita dari suku Ghamid dari daerah Azd, lalu wanita itu
berkata, “Wahai Rasulullah, sucikanlah aku.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
“Celaka engkau! Pulanglah dan mintalah ampun kepada Allah serta
bertaubatlah!” Kemudian wanita itu menjawab, “Aku melihat engkau menolak
(pengakuan)ku sebagaimana engkau menolak (pengakuan) Ma’iz bin Malik.” Beliau
bersabda, “Apa yang terjadi padamu?” Wanita itu menjawab, “Ini adalah
ke-hamilan dari perzinaan.” Beliau meyakinkan, “Apakah engkau melakukannya?” Ia
menjawab, “Benar.” Lalu beliau bersabda kepadanya, “Sampai engkau melahirkan
apa yang engkau kandung.” (Perawi) berkata, “Lalu wanita itu ditanggung
kesehari-annya oleh seorang laki-laki dari
Anshar sampai melahirkan.” (Perawi) melanjutkan, “Kemudian ia (laki-laki
Anshar) men-datangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, ‘Perempuan
Ghamidiyyah itu sudah melahirkan.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, ‘Kalau begitu, kita tidak akan merajamnya dan membiarkan anaknya yang
masih kecil tanpa ada yang menyusui.’ Lalu seorang laki-laki dari Anshar
berkata, ‘Aku yang akan bertanggung jawab atas penyusuannya, wahai Nabi
Allah.’” (Perawi) berkata, “Maka Nabi pun merajam wanita tersebut.”
[Shahih: Mukhtashar Shahih Muslim no. 1039, Shahiih Muslim III/1321, no. 1695]
Rajam harus dilakukan oleh pemerintah
yang sah
Jika seseorang terbukti
berzina baik dengan empat saksi laki-laki atau mengaku atau ia hamil dan belum
menikah, maka walaupun ia mendapat had rajam, hukuman harus dilakukan oleh
pemerintah atau qhadi yang berwenang. Semisal di negara Indonesia misalnya,
maka tidak boleh sekelompok orang atau masyarakat merajam seseorang tanpa
perintah dari pemerintah. Sebagaimana rajam di zaman Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, maka atas perintah beliau karena beliau adalah
pemerintah yang sah.
Dari Abu Hurairah dan Zaid bin
Khalid, keduanya menceritakan bahwa ada dua orang yang bertengkar menghadap
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seseorang dari mereka
berkata, “Putuskanlah perkara kami dengan Kitabullah.” Dan berkata yang satunya
-dan ia yang lebih mengerti hukum-, “Benar wahai Rasulullah, putuskanlah
perkara kami dengan Kitabullah dan izinkan aku berbicara.” Beliau bersabda,
“Bicaralah!” Ia berkata, “Sesungguhnya anakku bekerja untuk orang ini, kemudian
ia (anakku) berzina dengan isterinya. Lalu orang-orang memberitahu bahwa anakku
harus dirajam. Kemudian aku menebusnya dengan seratus kambing dan seorang budak
wanitaku. Setelah itu aku bertanya
kepada ahli ilmu dan mereka memberitahukan kepadaku bahwa anakku harus dicambuk
seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Adapun rajam hanya bagi isteri
orang ini.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Adapun aku -demi Rabb yang jiwaku berada pada-Nya, aku akan memutuskan perkara
kalian dengan Kitabullah, adapun kambing dan budak wanitamu, maka akan
dikembalikan kepadamu.” Kemudian beliau mencambuk anaknya seratus kali dan
mengasingkannya setahun. Lalu menyuruh Unais al-Aslami untuk mendatangi isteri
pihak yang bertengkar. Apabila ia mengaku, ia akan merajamnya. Maka wanita itu
pun mengaku dan ia pun dirajam.” [HR. Bukhari XII/136, no. 6828, 27, Muslim
III/1324, no. 1698, 97]
Jika dipaksa berzina, maka tidak dirajam
Orang yang diperkosa atau
dipaksa juga tidak dirajam walaupun ia sudah menikah/muhshan Dari Abu
‘Abdirrahman as-Sulami, ia berkata, “Dihadapkan kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu
‘anhu seorang wanita (yang dipaksa berzina). Pada suatu hari wanita
tersebut sangat kehausan, lalu ia mendatangi seorang penggembala untuk meminta
air. Namun penggembala itu enggan memberinya, kecuali jika ia mau berzina
dengannya, maka wanita itu pun terpaksa melakukannya. Lalu orang-orang
berunding untuk merajamnya. Kemudian ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu berkata,
‘Ia dalam keadaan terpaksa, pendapatku hendaknya kalian membebaskannya.’ Maka
beliau (‘Umar Radhiyallahu ‘anhu) pun melepaskannya.” [Shahih:
Al-Irwaa’ no. 2313, al-Baihaqi VIII/236]
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ.
أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ ، وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
الصَّادِقُ الْوَعْدُ الْأَمِيْنُ.
اَللهُمّ
صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
عِبَادَ
اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ
تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ،
وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا
مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ،
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar