Senin, 19 Maret 2018

236. Memperbaiki Niat



Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Al Ikhlas
Komplek Pajak Pratama Batam
Kecamatan Batu Ampar
Kota Batam Kepuluan Riau
21 Jumadil Akhir 1439.H / 09  Maret   2018.M


MEMPERBAIKI NIAT

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
 اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،

أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.


Ibadah dalam arti khusus seperti shalat, puasa, zakat dan haji, sedangkan secara umum ialah ”seluruh aktivitas seseorang hamba yang dilakukan tidak bertentangan dengan aturan Allah dan semata-mata mengharapkan ridha-Nya”. Ibnu Taimiyah mengatakan, ibadah ialah semua kebaikan yang disenangi Allah. Dalam pengabdian kepada Allah banyak manusia yang memperoleh hanya haus dan laparnya saja dikala puasa, capeknya saja dari rukuk dan sujud dikala shalat. Ibadahnya sia-sia karena tidak disandarkan kepada tujuan yang ikhlas, ulama Salaf berpendapat, ”Kerapkali amal yang  kecil menjadi besar karena niatnya, dan sering pula amal yang besar menjadi kecil karena salah niatnya”.

            Dengan kata lain, ikhlas adalah memusatkan pandangan [perhatian] manusia senantiasa berkonsentrasi kepada Allah. Setiap mukmin senantiasa melakukan ibadah dengan ikhlas kepada Rabbnya sebagaimana sering kita baca beberapa ayat ini dalam shalatnya, ”Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cendrung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah”.

Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan tentang Memperbaiki Niat ;
            Agama-agama lama, terutama agama Kristen, membagi kehidupan manusia menjadi dua sisi; dunia dan akherat. Mereka membagi planet bumi ini menjadi dua blok, blok agamawan dan blok orang yang sibuk dengan dunia.
            Anugerah terbesar dari diutusnya Nabi Muhammad saw, adalah seruan beliau yang menggema di seluruh penjuru bahwa landasan perbuatan dan etika adalah niat. Umar bin Khattab berkata dari atas mimbar bahwa Rasulullah saw, pernah bersabda,” Amal-amal manusia itu tergantung kepada niatnya. Setiap orang mendapatkan pahala sesuai dengan niatnya.Barangsiapa hijrahnya karena ingin mendapatkan dunia atau menikahi seorang wanita, maka hijrahnya adalah kepada tujuannya berhijrah.’’[HR. Bukhari].
Seorang mukmin dikendalikan oleh iman kepada Allah dan penyerahan diri kepada perintah-perintah-Nya.Hal itu meliputi seluruh asfek kehidupan dan seluruh bentuk perbuatan.Syaratnya adalah ada keikhlasan, niatnya benar, dan sesuai dengan manhaj benar yang dibawa oleh para nabi. [Gema Insani, 2007, hal 35].
Dalam sebuah hadits Rasulullah menggambarkan ada tiga kelompok manusia yang telah berbuat banyak di atas dunia, mereka adalah pejuang yang akhirnya syahid dalam perjuangannya, ilmuwan yang waktunya habis untuk menuntut ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada masyarakat luas, dan kelompok dermawan yang mengorbankan hartanya untuk jalan Allah, tetapi akhirnya mereka dijebloskan ke dalam neraka lantaran pejuang berbuat untuk mendapatkan julukan pejuang, sang ilmuwan agar mendapat gelar cendikiawan begitu juga dengan dermawan agar mereka mendapat popularitas.

            Amal yang mereka perbuat di dunia dikira akan mendapat pahala tetapi malah sebaliknya, ibarat fatamorgana bagi musafir  di padang pasir yang luas, rasa haus dan letihnya membayangi sebuah oase yang penuh dengan air tapi  ketika didekati oase tadi hilang tak berujud, atau seperti debu yang menempel di batu hitam yang licin, ketika hujan datang maka debu-debu tadi luntur ke bumi tanpa meninggalkan bekas, ini ibarat bagi orang-orang yang tidak ikhlas dalam berbuat;

”Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya dipagi dan senja hari dengan mengharapkan keridhaan-Nya” [Al Kahfi 18;28].

            Rasulullah bersabda, ”Berhati-hatilah terhadap amal yang kecil, siapa tahu ketika engkau melakukan amal kecil itu lansung dicatat sebagai penghuni syurga selama-lamanya”. Amal kecil yang ikhlas lebih baik dan menjaminnya untuk diterima  Allah daripada yang besar tapi tidak ikhlas, idealnya adalah amal besar tetapi ikhlas.

Dengan kata lain, ikhlas adalah memusatkan pandangan [perhatian] manusia senantiasa berkonsentrasi kepada Allah. Setiap mukmin senantiasa melakukan ibadah dengan ikhlas kepada Rabbnya sebagaimana sering kita baca beberapa ayat ini dalam shalatnya,

”Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cendrung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah”.

            Dari sekian derma yang dikeluarkan di jalan Allah, maka tidaklah seluruhnya akan diterima Allah; bila berderma bukan karena mengharapkan ridha Allah, berniat bukan karena Allah maka sia-sialah seluruh pemberian tadi. Ada beberapa hal yang harus dillakukan dan diperhatikan oleh seseorang bila akan menyalurkan nilai lebih yang terdapat pada dirinya sehingga pemberian tersebut mempunyai makna, disamping dihitung juga diperhitungkan Allah sebagai pahala , diantaranya;

1.       Merahasiakan derma itu, dalam ayat Allah berfirman, ”Apabila kamu merahasiakan derma kamu dan kamu berikan kepada fakir miskin, maka itu lebih baik bagimu”. Orang dahulu bila berderma mereka rahasiakan dengan jalan berderma dengan orang buta sehingga tanpa diketahui oleh orang yang menerimanya.

2.       Jangan menyakiti dengan mengungkit derma yang sudah diberikan. Firman Allah dalam surat Al Baqarah 2;264, ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membatalkan  derma kamu dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti hati, seperti orang yang berderma supaya dilihat orang”.

3.       Memberi dengan muka yang bersih. Bagaimanapun baik dan banyaknya pemberian bila diberikan dengan muka masam, muka merah atau caci maki, maka sangatlah menusuk hati yang menerimanya. Pemberian yang sedikit lebih baik bila diiringi dengan senyum dan muka yang tulus.

4.       Dermakan barang yang paling baik dan yang masih disukai sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran 3;93. Pemberian yang baik, disamping barang yang halal juga masih bermanfaat dan masih kita senangi dengan ukuran bila kita menerima barang tersebut dari orang lain kitapun merasa senang.

5.       Memberikan derma kepada sasaran yang tepat. Dalam sebuah firman-Nya dikatakan bahwa derma itu  ditujukan  kepada tempat dan sasaran yang tepat untuk menerimanya seperti panti asuhan, pembangunan madrasah atau membantu anak-anak yang terlantar pendidikannya.
Niat yang baik atau ikhlas dalam beramal sangat penting sekali agar ibadah yang dilakukan itu mendapat balasan dari Allah, bukan amal yang sia-sia, orang yang iman dan niatnya tidak baik maka ibadah atau kebaikan yang dilakukannya tidak mendapatkan pahala dari Allah, sebagaimana Khutbah Jum’at yang disampaikan olehHartono Ahmad Jaiz;
Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Muhammad saw banyak yang menegaskan tidak adanya pahala bagi orang kafir, musyrik, munafiq, tidak beriman, dan bahkan orang Islam yang berbuat baiknya bukan karena Allah swt tetapi karena riya’, yaitu pamer kebaikan untuk dilihat orang lain
Bukan ikhlas karena Allah swt.  Sehingga dari ayat-ayat dan hadits Nabi saw telah jelas bahwa orang kafir, baik mereka itu dari Ahli  Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang tidak masuk Islam, maupun orang-orang kafir musyrik (bukan Ahli Kitab, beragama apapun) maka tidak ada pahala bagi mereka, dan kelak di akherat kekal di neraka. Itu jelas dalam Al-Qur’an Surat Al-Bayyinah ayat 6.Selain orang kafir, orang yang mengaku Islam tetapi sebenarnya kafir (yaitu munafiq), mereka juga tidak ada pahala apa-apa di akherat.

Orang kafir dan munafiq (menampakkan dirinya Islam tetapi hatinya kafir) itu agamanya sama, yaitu agama kekafiran. Orang kafir itu sendiri agamanya berbeda-beda, hanya saja di dalam istilah Islam sudah dikategorikan bahwa al-kufru millah waahidah, kekafiran itu adalah agama yang satu. Berbeda-beda agamanya (yakni selain Islam) tetapi sama kafirnya. Itu semua mereka tidak berpahala, dan di akherat kelak tempatnya di neraka selama-lamanya. Itu jelas dalam Al-Qur’an:

  Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (QS Al-Bayyinah/ 98: 6).

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُ


Tidak ada komentar:

Posting Komentar