Kamis, 06 Oktober 2016

175. Tabah Menghadapi Ujian




Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Baitus Syakur
 Kelurahan Sei Jodoh
Kecamatan Batu Ampar, Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
14 Zulhijjah  1437. H/ 16 Juli 2016.M


إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.
Sebenarnya hidup ini merupakan sederetan ujian dan cobaan yang akan dilalui manusia, sejak lahir hingga wafat ujian ini silih berganti datang kepada umat manusia. Bahkan ujian itu mendewasakan pribadi manusia yang mengalaminya.
“Sungguh, besarnya pahala tergantung besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum..Allah pasti mengujinya…." (HR Tirmidzi)
Kehidupan adalah sebuah perjalanan panjang menuju sebuah kesempurnaan keabadian. Dalam perjalanan panjang ini sudah dapat dipastikan tidak mungkin akan lurus saja tanpa adanya tikungan dan hambatan. Pastinya perjalanan ini sulit lagi berat.Jalannya berliku, kadang menurun dan mendaki.Itulah ujian.Fitrah dari sebuah kehidupan.
”Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan, "Kami telah beriman, sedangkan mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-Ankabuut: 2)
Setiap kali kita memasuki babak baru kenaikan tingkat di sekolah atau di dunia kerja, pastinya ada tes atau ujian yang harus kita lalui terlebih dahulu. Ujian tersebut bisa berupa tulisan maupun lisan yang pastinya akan menyita banyak tenaga dan pikiran kita. Belajar, bekerja, berpikir bagaimana agar dapat melaluinya dan mendapatkan hasil terbaik guna kelancaran sekolah atau pekerjaan.Maka begitu pula dengan kehidupan ini. Di tiap fasenya ada ujian-ujian yang harus kita lalui sebagai syarat kenaikan tingkat untuk  mencapai derajat taqwa yang lebih tinggi lagi.
Ujian tentunya bertingkat sesuai dengan kualitas iman seseorang.Semakin tinggi tingkatan imannya, semakin berat pula ujiannya. Sebaliknya, rendahnya tingkatan iman seseorang, tentu saja ujiannya pun akan lebih ringan.  Dalam hal ini Rasulullah saw  pernah menggambarkan tingkatan ujian itu    sebagai berikut :  ”Tingkat berat - ringannya ujian, disesuaikan dengan kedudukan manusia itu sendiri. 
Orang yang paling berat menerima ujian adalah para Nabi,
kemudian orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat.Orang diuji menurut tingkat ketaatan kepada agamanya. Jika ia sangat kukuh kuat dalam agamanya, diuji pula oleh Allah sesuai dengan tingkat ketaatan kepada agamanya. Demikian bala dan ujian itu senantiasa ditimpakan kepada seorang hamba sampai ia dibiarkan berjalan dimuka bumi tanpa dosa apapun.”    (HR. Tirmidzi)
Dalam salah satu ayatnya, Allah juga berfirman:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”  (Al Baqarah: 286).
Begitulah karakteristik ujian. Maka yakinlah bahwasannya ujian hanyalah skenario yang dibuat oleh Allah untuk menyeleksi hamba-hamba-Nya.[Rizki Adawiyah,Hikmah: Ujian Itu Mendewasakan, Republika OnLineSenin, 14 Maret 2011, 10:22 WIB].
Ujian itu bisa berbentuk sakit, miskin, kematian, rasa takut, bencana alam, godaan kekafiran, dan lain sebagainya. Dari ujian yang diberikan ini akan dapat diketahui apakah keimanan yang kita ikrarkan itu benar atau dusta.
Keimanan bagi seorang muslim adalah sesuatu yang sangat bernilai harganya. Dengan keimanan, amalan dan perbuatan seseorang menjadi bernilai di hadapan Allah SWT. Karena itu, Islam menganjurkan agar seorang muslim mempertahankan keimanan ini dari segala hal yang dapat menghancurkannya. Jangan sampai hanya karena perkara dunia, lalu kita harus menggadaikan keimanan kita.
Selama Sembilan tahun sejak kerasulannya. Nabi Muhammad saw, telah berusaha menyampaikan ajaran Islam dan berusaha menyampaikan petunjuk untuk memperbaiki kaumnya di Mekkah. Namun, sangat sedikit yang mau menerima ajaran beliau, kecuali mereka yang sejak awal telah masuk Islam. Selain mereka, ada orang-orang yang belum masuk islam, tetapi siap membantu Rasulullah saw. Dan sebagian besar kafirin Mekkah selalu menyakiti beliau dan para sahabatnya.
Abu Thalib termasuk orang yang belum memeluk Islam, tetap hatinya sangat mencintai Rasulullah saw. Ia akan melakukan apa saja untuk menolong Nabi saw. Pada tahun kesepuluh kenabian, ketika Abu Thalib meninggal dunia, kaum kuffar semakin leluasa untuk mencegah perkembangan Islam dan menyakiti kaum  muslimin.
Karena keadaan tersebut, Rasulullah saw, pergi ke Thaif. Disana ada suatu kabilah bernama Tsaqif, yang sangat banyak anggotanya. Beliau saw, berpendapat, jika mereka memeluk Islam, maka kaum muslimin akan terbebas dari siksaan kaum kafrin, dan akan menjadikan kota itu sebagai pusat penyebaran Islam. Setibanya di Thaif, Nabi saw, lansung menemui tiga orang pemuka masyarakat dan berbicara dengan mereka, mengajaknya kepada Islam, juga mengajak mereka untuk ikut membantu penyebaran agama ini. Namun, mereka bukan saja menolak,
bahkan adat bangsa Arab yang terkenal dengan penghormatannya terhadap tamu tidak mereka tunjukkan.
Mereka menerima beliau dengan sikap yang sangat buruk, mereka menunjukkan rasa tidak suka dengan kedatangan Nabi saw. Pada mulanya, beliau berharap kedatangannya kepada tokoh masyarakat itu akan disambut dengan baik dan sopan. Tetapi sebaliknya, salah seorang diantara mereka ada yang berkata,”Wahai, kamukah yang dipilih Allah sebagai Nabi-Nya?”. Yang lain berkata,”Apakah tidak ada orang selainmu yang lebih pantas dipilih Allah sebagai Nabi?”. Yang ketiga berkata,”Saya tidak mau berbicara denganmu, karena jika kamu memang benar seorang Nabi seperti yang kamu akui, dan kemudian aku menolakmu, tentu tidak akan mendatangkan bencana. Dan jika kamu berbohong, maka tidak ada gunanya berbicara denganmu.”
Setelah menemui mereka yang sulit untuk diharapkan itu, Nabi saw, berharap agar dapat berbicara dengan selain mereka. Inilah sifat Nabi saw, yang selalu bersungguh-sungguh, teguh pendirian, dan tidak mudah berputus asa. Ternyata tidak satupun diantara mereka yang mau menerima beliau, bahkan mereka membentak Rasulullah saw,”Keluarlah kamu dari kampung ini! Pergi kemana saja kau suka!”
Ketika Nabi saw, sudah tidak dapat mengharapkan mereka dan bersiap-siap akan meninggalkan mereka, mereka telah menyuruh pada pemuda kota agar mengikuti Nabi saw, lalu mengganggu, mencaci, serta melempari beliau dengan batu, sehingga sandal beliau penuh dengan darah. Dalam keadaan seperti inilah Rasulullah saw meninggalkan Thaif. Ketika pulang, Rasulullah saw menjumpai suatu tempat yang dianggap aman dari kejahatan mereka. Beliau saw, berdoa kepada Allah Swt.
“Ya Allah, aku mengadukan kepada-Mu kelemahan kekuatanku, dan sedikitnya daya upayaku pada pandangan manusia.Wahai yang Maha Rahim dan sekalian rahimin.Engkaulah Tuhannya orang-orang yang merasa lemah, dan Engkaulah Tuhanku, kepada siapakah Engkau serahkan diriku. Kepada musuh yang akan menguasaiku, atau kepada keluargaku yang Engkau berikan segala urusanku, tiada suatu keberatan asalkan  tetap dalam ridha-Mu, Afiat-Mu lebih berharga bagiku. Aku berlindung kepada-Mu dengan nur wajah-Mu, yang menyinari segala
kegelapan, dan yang membaguskan urusan dunia dan akherat.Dari turunnya murka-Mu atasku tau turunnya adzab-Mu atasku.Kepada Engkaulah kuadukan keadaanku, hingga Engkau ridha.Tiada daya dan upaya melainkan dengan-Mu.”
Demikian sedihnya doa Nabi saw, sehingga Jibril as, datang memberi salam kepada beliau dan berkata,”Allah swt telah mendengar perbincanganmu dengan kaummu, dan Allah juga mendengar jawaban mereka, dan Dia telah mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung agar siap melaksanakan apapun perintahmu kepadanya.” Malaikat itupun datang dan memberi salam kepada Nabi saw, seraya berkata,”Apapun yang engkau perintahkan akan kulaksanakan. Bila engkau suka, akan kubenturkan kedua gunung di samping kota ini, sehingga siapapun yang tinggal diantara keduanya akan mati terhimpit. Jika tidak, apapun hukuman yang engkau inginkan, aku siap melaksanakannya.” Rasulullah saw, yang bersifat pengasih dan mulia ini menjawab,”Saya hanya berharap kepada Allah swt, andaikan pada saat ini mereka tidak menerima Islam, mudah-mudahan keturunan mereka kelak akan menjadi orang-orang yang beribadah kepada Allah”
Walaupun kita tidak meminta ujian atau cobaan dari Allah tapi ujian itu pasti diberikan kepada hamba-Nya sesuai dengan kapasitasnya, demikian pula sebaliknya, janganlah kita meminta ujian itu yang kita tidak sanggup untuk memikulnya. Dalam menerima ujian itu modal dasarnya adalah keimanan sehingga menerimanya dengan kesabaran dan ketabahan, ujian dan cobaan itu sakit yang dirasakan oleh siapapun tapi refleksinya berbeda antara yang tabah menerima ujian  dengan  yang tidak tabah. Orang yang tidak tabah mudah sekali mengeluh, mengerang dan mengigau serta meracau bahkan teriak-teriak karena sakit yang sedang dialaminya, sedangkan orang yang  tabah seolah-olah dia nikmati rasa sakit itu hanya dengan sedikit keluhan. Wajar bila Rasul menyatakan bahwa siapa saja yang tertusuk duri atau terselandung kakinya, dengan mengucapkan astaghfirullah lalu dia ikhlas dengan kejadian itu maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, itu hanya ditusuk duri, apalagi ujian dan cobaan lain yang lebih besar tentu lebih besar pula ganjarannya dengan sarat yaitu tabah menerima ujian itu, wallahu ‘alam [Cubadak Solok, 21 Jumadil Awal 1433.H/ 13 April 2012].


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُم

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ.
 أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ ، وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدُ الْأَمِيْنُ.
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
 عِبَادَ اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ




Tidak ada komentar:

Posting Komentar