Jumat, 22 November 2013

103. Hijrah dari Kufur kepada Iman



Khutbah Jum'at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Nurul Yakin
Jorong Cubadak Nagari Pianggu
Kecamatan  IX Koto Sungai Lasi
Kabupaten Solok Sumatera Barat
Tanggal 22 November  2013/ 18 Muharam 1435.H 



اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَأَشْكُرُهُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ وَأَسْتَغْفِرُهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، دَعَا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيْرَةٍ فَاسْتَجَابَ لِدَعْوَتِهِ الرَّاشِدُوْنَ، فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ،
             “ Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”[At Taubah 9;20].

            Hadirin, jama’ah jum’at yang dirahmati Allah
            Marilah kita persembahkan puja puji syukur kepada Allah Swt yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga masih dalam  lindungan, taufiq dan hidayah-Nya, semoga kita termasuk orang-orang yang bersyukur kepada-Nya dengan menunjukkan sikap syukur itu melalui pengabdian yang sempurna. 

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad Saw yang telah berjasa memperbaiki kehidupan manusia dari kejahiliyahan kepada nilia-nilai yang islami sebagaimana yang kita rasakan pada hari ini.

            Selaras dengan dinamika kehidupan yang kita lalui pada masa ini yang nyaris mengantarkan kita kembali kepada kehidupan jahiliyah, maka selayaknya membentengi diri dengan peningkatan kualitas iman dan taqwa diiringi dengan amal shaleh yang dapat diaplikasi pada semua sektor kehidupan, iman yang bukan pernyataan saja tapi juga kenyataan, iman yang tidak sebatas ucapan bibir tapi teriring dengan aktivitas positif dalam kehidupan sehari-hari.

            Hadirin, jama’ah jumat yang mulia,  Allah berfirman;

            “ Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”[At Taubah 9;20].

            Hijrah yang dialami oleh Rasulullah dengan para sahabatnya telah berlalu tapi konsep hijrah tetap berlansung hingga akhir zaman yaitu hijrah secara maknawi, salah satu hijrah maknawi itu adalah hijrah dari Kufur  kepada Iman.

            Salah satu sebab Rasul dan para sahabatnya serta ummat islam secara keseluruhan harus mencari peluang untuk hijrah ke Thaif, Habsyi dan ke Madinah karena untuk menjaga iman yang sudah mulai tumbuh, banyak gangguan yang harus dihadapi bila tetap bertahan di Mekkah, konsep hijrah inilah sebagai warisan dari Rasulullah yang mengajak ummat islam untuk meninggalkan kekafiran kepada keimanan walaupun tidak pergi ke Madinah.

Allah tidak memaksa manusia untuk beriman kepada-Nya. Karena itu memang hak azasi dan Allah memberi kebebasan kepada manusia sampai dimana usahanya untuk mencari dan berusaha menemui hidayah. Iman itu bukanlah hadiah atau warisan dari seorang bapak kepada keturunannya, apalagi keimanan yang sebenarnya iman, harus diraih dengan ikhtiar yang maksimal melalui kajian dan penghayatan terhadap keberadaan Allah dengan segala asfeknya.

            Keimanan seseorang tidaklah punya pengaruh terhadap eksistensi-Nya, sebagaimana Rasulullah menyatakan dalam hadits bahwa seandainya seluruh malaikat, jin dan manusia beriman kepada Allah maka tidak akan meninggikan derajat Allah. Sebaliknya bila seluruh malaikat, jin dan manusia ingkar, kafir dan menentang Allah, tidak akan merendahkan derajat Allah. Bahkan lebih tegas dikatakan; mau beriman silahkan daningin kafir tidak masalah. Sayid Qutb pernah menyatakan kepada orang-orang manafiq yang tidak terang-terangan memusuhi Islam dan ummatnya,”Masuk Islam keseluruhan atau tinggalkan Islam keseluruhan”.

            Pengingkaran ummat terdahulu kepada Allahpun menghiasi perjalajan kehidupan para Nabi dan Rasul, lantaran penyampai da’wah adalah seorang nabi yang bukan dari kalangan mereka, atau nabi itu mereka pandang rendah status sosialnya bahkan faktor gengsi lainnya membuat mereka tidak segan-segan menolak kebenaran yang diwahyukan itu. Banyak faktor memang yang menjadikan seorang kafir dan tidak sedikit pula faktor yang membuat orang beriman, membela kebenaran Islam dengan seluruh potensi hidupnya.

            Suatu ketika kafir Quraisy menyatakan maksudnya kepada Rasulullah untuk beriman kepada kebenaran ajaran Islam dengan syarat kalau beliau dapat menggeser bukit-bukit yang menghalangi mereka sehingga kota Mekkah lapang. Mendengar itu Rasulullah diberikan wahyu oleh Allah, bahwa sekiranya permintaan itu dikabulkan maka mereka tetap tidak akan beriman, itu hanya alasan saja untuk meramaikan perdebatan yang akhirnya merekapun mengolok-olok dan semakin jauh saja kesesatannya.
 
"Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah Telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. dan bagi mereka siksa yang amat berat.[Al Baqarah 2;6-7]

Demikian pula halnya ummat Nabi Musa yang meragukan eksitensi Allah sehingga mereka meminta kepada Musa agar diperlihatkan Allah secara nyata agar keimanan mereka bertambah. Ini alasan yang mereka lontarkan, apakah dengan mereka dapat melihat Allah secara nyata lalu keimanan mereka akan bertambah ? belum tentu, ”Dan ingatlah ketika kamu berkata;
 
”Hai Musa, kami tidak akan beriman kepada kamu sebelum kami melihat Allah dengan terang” karena itu kamu disambar halilintar, sedangkan kamu menyaksikan...”[Al Baqarah 2;55].

            Suatu argumentasi yang tidak masuk akal yaitu mengukur keimanan dengan sandaran panca indra. Padahal kemampuan panca indra manusia itu terbatas. Jangankan tentang wujud Allah, sedangkan rahasia kejadian manusia saja belum terungkap.

            Ketika Musa menyediakan dirinya untuk mengabulkan permintaan dari pengikutnya itu, mereka ingin melihat Allah dengan transparan, tetapi karena keterbatasan manusia akhirnya belum mampu memenuhi keinginan mereka. Justru yang terjadi musibah datang dengan hancurnya sebuah gunung, karena tidak sanggupnya menyaksikan eksistensi Allah. Walaupun demikian kekafiran masih kental di hati mereka. Bahkan saat Musa datang menemui kaumnya yang ditinggalkan bersama Nabi  Harun, bukan main gusarnya sebab ummat yang telah beriman, sepeninggal Musa mereka kafir kembali. Mereka menyembah anak sapi yang terbuat dari emas yang dapat mengeluarkan suara.

            Orang kafir adalah musuh Allah dan musuhnya orang-orang beriman. Orang kafir dibungkus oleh berbagai idiologi seperti komunis, sosialis dan isme-isme lain yang hakekatnya bentuk kekafiran dengan baju kemodernan atau kepalsuan yang dibungkus adat istiadat dengan praktek syirik, bid’ah, kurafat dan tahyul. Segala bentuk ajaran yang tidak mengacu kepada ajaran Islam yang asholah [asli] adalah kekafiran baik diakui atau tidak.

            Maka langkah terbaik dari segala kekufuran itu adalah menghijrahkan diri ini kepada keimanan yang baik yaitu keimanan yang tidak dicederai oleh kekufuran, karena iman itu harus diujudkan dalam tiga hal yaitu terhunjam di hati, terucapkan melalui lisan dan dibuktikan melalui amal perbuatan.

Iman yang ada pada hati manusia bila diibaratkan kepada bangunan bagaikan pondasi yang menghunjam ke bumi sehingga bangunan itu kokoh dan kuat. Bila diibaratkan kepada pohon dia adalah akar yang kuat yang terkubur di tanah. Tanpa itu semua bangunan dan pohon tadi akan mudah rubuh, tumbang dan tidak berdaya. Demikian pula manusia, tanpa iman dan taqwa akan goncang dalam percaturan kehidupan ini.

            Rasulullah menyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani, ”Iman adalah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan pengamalan dengan anggota”.

            Bahwa iman itu adalah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan dan pengamalan dengan anggota, dia bukanlah angan-angan tapi harus disertai dengan amal perbuatan sebagaimana dengan yang difirmankan Allah dalam dua surat berikut ini;
-Surat Al Baqarah ayat 25,;
 
”Berilah kabar gembira pada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa bagi mereka adalah penghuni syurga”.

-Surat Maryam ayat 96;
 
 ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh bahwa mereka itu akan memperoleh syurga”.
           
Iman adalah sarana untuk mengokohkan ibadah, tanpa iman dan taqwa, ibadah yang kita lakukan gersang dan tidak bermakna, dia akan bercampur dengan syirik, bid’ah, kurafat dan tahyul sehingga ibadah itu sia-sia belaka. Justru itu Lukman Al Hakim mengajarkan dan menamamkan iman kepada anaknya sebelum menunaikan ibadah lebih dahulu. Ini digambarkan Allah dalam firman-Nya di surat Lukman [31] ayat 13,
   
”Hai anakku jangan berbuat syirik karena syirik itu adalah kezhaliman yang besar”.

Demikian pula halnya firman Allah dalam surat Al Baqarah [2] ayat 21,
 
”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang menjadikanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa”.

Iman berperan dalam rangka menangkal datangnya penyakit wahnun. Rasul pernah meramalkan bahwa nanti ummat Islam itu seperti hidangan yang terletak di meja yang akan diserbu dan dibinasakan oleh seluruh manusia. Bahkan ummat Islam itu nanti seperti buih yang ada di laut, akan hancur berantakan dikala diterpa oleh angin dan ombak.

Ketika itu para sahabat bertanya, ”Ya Rasulullah, apakah saat itu ummatmu  jumlahnya sedikit?” maka Rasul menjawab, ”Tidak, bahkan waktu itu jumlah ummatku banyak sekali, mayoritas, tapi mereka diserang suatu penyakit yang dinamakan dengan wahnun”, sahabatpun bertanya, ”Apakah wahnun itu ya Rasulullah?”. Rasul menjelaskan, ”Dia adalah penyakit ’hubbuddunya wakarahiyatul maut’ yaitu penyakit terlalu cinta kepada dunia dan terlalu takut dengan kematian”. Ini semua terjadi karena iman dan taqwa yang dimiliki ummat Islam sangat tipis. wallahu a'lam [Cubadak Solok, 22 Muharam 1432.H/ 29 Desember 2010.M].

Referensi;
1. Al Qur'an dan terjemahannya, Depag RI, 1994/1995
2. Kumpulan Ceramah Praktis, Drs. Mukhlis Denros, 2009
3.HM.As'ad El Hafidy, Kangker Tauhid, leh Media Da'wah Jakarta, 1990
4.Hadits Arbain An Nawawi, Sofyan Efendi, HaditsWeb 3.0,


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُم



Tidak ada komentar:

Posting Komentar