Kamis, 04 Mei 2017

201. Mencintai Sesama Muslim








Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Amanatul Haq
Pasar  Tiban Lama, Kecamatan Sekupang
Kota Batam Kepuluan Riau
1 Sya’ban  1438.H /  28  April  2017.M


MENCINTAI SESAMA MANUSIA

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا،
أَمّا بَعْدُ فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحْسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Wahai Abu Hurairah ;
1.      jadilah engkau orang yang wara’ maka engkau menjadi orang yang paling beribaddah
2.      dan jadilah orang yang qanaah (menerima) maka engkau menjadi orang yang paling bersyukur.
3.       Cintailah untuk manusia apa yang engkau cintai untuk dirimu maka kamu menjadi mukmin,
4.      berbuat baiklah kepada tetanggamu maka kamu menjadi muslim
5.      dan sedikitkan tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati.

SALING MENCINTAI KARENA ALLAH.
CINTA merupakan perasaan yang lahir dari naluri yang ada dalam diri manusia. Kita tidak bisa menolak keberadaannya. Sebab perasaan cinta dan naluri tersebut sesuatu yang sudah melekat pada kita. Sebagaimana halnya Allah telah memberikan khasiat api yang mampu membakar, maka Allah juga telah menyematkan khasiat pada manusia, salah satunya yakni mampu mencintai. Hanya saja, yang perlu jadi pembahasan selanjutnya adalah mengenai apa alasan yang seharusnya menjadi penyebab manusia memiliki perasaan cinta? Siapa saja yang harus dicintai? Bagaimana seharusnya memperlakukan orang yang dicinta?

Tanpa adanya bimbingan wahyu, manusia akan mencintai apa saja berdasarkan keinginan dan hawa nafsunya. Jika kita mencoba mengindra fakta di sekelililng kita, banyak di antara mereka yang saling mencintai dikarenakan faktor fisik, misalkan mencintai karena ketampanan atau kecantikannya. Ada juga yang saling mencintai karena faktor materi seperti kekayaan atau ketenaran. Selain itu, ada juga yang saling mencintai dikarenakan sedang memiliki kepentingan yang sama, di mana kepentingan tersebut mampu melahirkan manfaat bagi mereka.

Perasaan berdasarkan alasan seperti yang dicontohkan di atas, merupakan perasaan cinta yang semu. Ketika perasaan tersebut muncul, maka seseorang akan bingung bagaimana memperlakukan perasaan tersebut. Ia tidak memiliki panduan untuk mengatur perasaannya, sehingga ia pun menciptakan aturan sendiri dengan kebodohan dan keterbatasannya sebagai manusia. Tentu hal ini hanya akan melahirkan keburukan dan kesengsaraan baginya.

Islam, sebagai agama yang sempurna ajarannya, telah mengatur tentang perasaan cinta ini. Terkait alasan yang seharusnya jadi penyebab seseorang saling mencintai, Allah SWT mewajibkan hamba-Nya agar saling mencintai karena Allah. Arti cinta karena Allah adalah mencintai hamba Allah karena keimanannya kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya.
Rasulullah saw bersabda: Tidak beriman salah seorang dari kamu sekalian, sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya.
 
Imam as-Suhaymi dalam menafsiri hadits di atas mengatakan bahwa iman seseorang tidak sempurna sehingga ia mencintai untuk setiap saudara, meskipun kafir, tanpa mengistimewakan kecintaannya kepada seseorang melebihi orang lain, apa yang dicintai untuk dirinya sendiri, seperti ketaatan dan kesenangan-kesenangan dunia yang mubah. Artinya, hendaklah engkau berbuat apa saja untuk seseorang seperti engkau menyukai seseorang berbuat apa saja untukmu. Engkau memperlakukan ia dengan perlakuan yang engkau sukai agar ia memperlakukan engkau. Engkau menasihati dia seperti engkau menasihati dirimu sendiri. Engkau menghukum ia dengan hukum yang engkau sukai agar ia menghukum engkau. Engkau tidak membalas perbuatannya yang menyakitimu. Engkau tidak mengurangi kehormatannya. Jika engkau melihat ia melakukan kebaikan, hendaklah kebaikannya engkau tampakkan. Namun jika engkau melihat ia melakukan hal jelek, engkau tutupi. 

Rasulullah saw bersabda: Para penyayang akan disayangi oleh Dzat Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa saja yang ada di bumi, niscaya siapa saja yang ada di langit akan menyayangi kamu.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesunguhnya kelak di hari kiamat Allah akan berfirman, ‘Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan memberikan naungan kepadanya dalam naungan-Ku disaat tidak ada naungan kecuali naungan-Ku,”(HR. Muslim).

Dalam hadits lain, Rasullulah SAW bersabda,“Siapa pun tidak akan merasakan manisnya iman, hingga ia mencintai seseorang hanya karena Allah semata,” (HR. Bukhari).

Alasan tersebut sangat jelas menunjukkan pada kita siapa saja yang layak untuk dicintai. Selain itu, perasaan yang berlandaskan kecintaan kepada Allah bukanlah perasaan semu. Keberadannya sungguh memberi keuntungan yang besar bagi manusia, salah satunya bahwa ia akan mendapat naungan Allah di hari kiamat.

Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain

            “ Abdullah bin Umar berkata, bahwa Nabi SAW, telah  bersabda: seorang muslim adalah orang yang menyebabkan orang-orang islam (yang lain) selamat dari lisan dan tangannya dan orang yang hijrah adalah orang yang hijrah dari apa yang telah dilarang Allah SWT.” ( H.R. Bukhari, Abu Dawud dan Nassa’i)

            Hadis diatas mengandung dua pokok bahasan, yakni tentang hakikat seorang muslim, dalam membina hubungan dengan sesama muslim dalam kehidupan sehari-hari, dan juga menjelaskan hakikat hijrah dalam pandangan islam.

            Seorang muslim yang hakiki harus memiliki tingkah laku yang sesuai dengan ketentuan islam. Tidaklah dikatakan sempurnah keislaman seseorang jika ia hanya memperhatikan ibadah ritual yang berhubungan dengan Allah SWT, tetapi melupakan atau meremehkan hubungannya dengan  manusia. Dalam Al-quran banyak ayat yang mengatur tentang hal ini sehingga tercipta keharmonisan hidup, tidak terjadi pertentangan atau bentrokan antar sesama muslim.

            Hadis diatas menyatakan bahwa seorang muslim adalah orang yang mampu menjaga dirinya sehingga orang lain selamat dari kezoliman atau perbuatan  jelek tangan dan mulutnya. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak merasa disakiti.

            Adapun menyakiti orang lain dengan ucapan atau lisannya, misalnya dengan fitnah, cacian, umpatan, hinaan dan lain-lain. Perasaan sakit yang disebabkan oleh ucapan lebih sulit dihilangkan dari pada sakit akibat pukulan fisik. Tidak jarang terjadinya perpecahan, perkelahian, bahkan peperangan diberbagai daerah akibat tidak dapat mengatur lisan sehingga menyebabkan orang lain sakit hati. Salah satu pepatah arab menyatakan:

سَلاَ مَةُ الْإِنْسَانِ فِى حِفْظِ الْلِّسَانِ
Artinya:
            “ Keselamatan seseorang adalah dengan menjaga lisannya.”

            Dengan demikian, seseorang harus berusaha untuk tidak menyakiti saudaranya dengan cara apapun dan kapanpun. Oleh karena itu setiap muslim harus berhati-hati dalam bertingkah laku. Jangan asal berbicara bila tidak ada manfaatnya. Jangan berbuat sesuatu bila hanya menyebabkan penderitaan orang lain. Karena segalah tindakan dan perbuatan akan dimintai pertanggung jawabannya.

            Disamping itu jika seseorang berbuat dosa kepada sesama manusia Allah SWT, tidak akan mengampuni dosanya sebelum orang yang pernah disakitinya itu memaafkannya.

            Dalam hadis diatas juga diterangkan tentang hijrah, yaitu bahwa hijrah yang sebenarnya bukanlah berpindah tempat sebagaimana banyak dipahami orang, melainkan berpindah dari kejelekan menuju kebaikan.

            Memang sangat berat bagi orang yang terbiasa melakukan sesuatu yang dilarang agama atau  terbiasa melakukan sesuatu yang telah diperintahkan agama untuk mengubah perilakunya, padahal dia mengakui bahwa dirinya beriman. Dalam hati kecilnya, ia mengakui bahwa perbuatan yang selama ini dilakukannya adalah salah. Akan tetapi, kalau didasari niat yang betul, semuanya akan mudah. Ia akan berpindah dari jalan yang dimurkahi Allah SWT menuju jalan yang diridhoi-Nya.

Hijrah juga dapat diartikan sebagai perjalanan panjang untuk meraih masa depan yang lebih cerah. Untuk menempuh suatu perjalanan diperlukan bekal yang cukup. Bekal tersebut dalam islam adalah akidah yang kuat. Orang yang kuat imannya tidak akan  mudah tergelincir pada perbuatan yang menyimpang perintahnya.

C.    Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu

            “ Abdu Hurairah  r.a. ia berkata bahwa Rasulullah SAW, bersabda “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dia harus memuliakan tamunya; barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dia harus berbuat baik kepada tetangganya; dan barang siapa kepad Allah dan hari akhir, ia harus berkata baik atau diam.

            Dalam hadis diatas, ada tiga perkara yang didasarkan atas keimanan kepada Allah dan hari akhir, yakni memuliakan tamu, memuliakan tetangga, dan berbicara baik atau diam. Adapun alasan penyebutan dua keimanan, yakni iman kepada Allah dan hari akhir karena iman kepada Allah merupakan permulaan dari segala sesuatu dan ditangan-Nya lah segala kebaikan dan kejelekan sedangkan hari akhir merupakan akhir kehidupan dunia, akhir kehidupan dunia, yang didalamnya mencakup hari kebangkitan, mahsyar, hisab, dan syurga-neraka, dan banyak sekali yang harus diimani pada har akhir tersebut.

            Namun dengan demikian, tidak berarti bahwa orang yang tidak memuliakan tamu dan tetangga, serta tidak berkata yang baik dianggap tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksud iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksud iman kepada Allah dan hari akhir adalah sebagai penyempurna iman. Ketiga hal diatas sangat penting dalam kehidupan sosial.

1.      Memuliakan Tamu
Maksud memuliakan tamu dalam hadis diatas mencakup perseorangan maupun kelompok. Dalam syari’at islam, batas memuliakan tamu adalah tiga hari tiga malam, sedangkan selebihnya adalah sedekah.

Hal itu didasarkan pada hadis Rasulullah SAW: “ Abu syuraih (khuwailid) bin Amru Al-Khuza’ir r.a, berkata Saya telah  mendengar Rasulullah SAW. Bersabda, ‘ Siapa yang percaya kepada Allah dan hari kemudian, ia harus menghormati tamunya pada bagian istimewaanya. Sahabat bertanya, “ Apakah yang dimaksud keistimewaanya itu? Jawab Nabi, horSahabat bertanya, “ Apakah yang dimaksud keistimewaanya itu? Jawab Nabi, hormat tamu itu sampai tiga harmat tamu itu sampai tiga harmat tamu itu sampai tiga hari, sedangkan selebihnya adalah shadaqah.” ( Mutafaq Alaih).

            Diantara hal-hal yang harus diperhatikan dalam memuliakan tamu adalah memberikan sambutan yang hangat. Hal ini akan lebih baik dari pada disambut hidangan yang mahal-mahal, tetapi dengan muka masam dan kecut. Namun dalam menjamu tamunya ini haruslah sesuai degan kemampuan.

            Seandainya kedatangan tamu yang bermaksud meminta tolong tentang suatu masalah atau kesulitan, sebagai orang musim kita harus membeinya bantuan semampunya. Apabila tamunya tidak mengatakan suatu kebutuhan, tetapi kita mengetahui bahwa tamu tersebut dalamkeadaan fakir, sdangkan kita mampu, berilah bantuan apalagi kalau tamu tersebut masih kerabat.

            Dan sebaliknya pihak tamupun harus mengerti ketentuan bertamu dalam islam.

2.      Memuliakan Tetangga
Tetangga adalah bagaikan saudara saja dibanding dengan saudara yang jauh tempatnya. Ada kematian, kebakaran, sakit, dan bencana apapun, tetanggalah yang terlebih dahulu mengetahui dan bisa menolong.

Maksud tetangga disini adalah umum, baik yang dekat maupun yang jauh, muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasik, musuh dan lain-lain, yang bertempat tinggal dilingkungan rumah kita. Namun demikian, dalam memuliakan mereka, terdapat tingkatan-tingkatan antara satu tetangga dengan yang lainya. Seorang muslim dan ahli ibadah yang dapat dipercaya dan dekat rumahnya lebih utama untuk dihormati dari pada parkat rumahnya lebih utama untuk dihormati dari pada para tea tetangga lainya. Berbuat baik kepada tetangga dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan pertolongan, memberikan pinjaman, menengoknya jika sakit, melayat jika ada keluarganya yang meninggal, dan lain-lain.

Selain itu, diharuskan pula menjaga mereka dari ancaman gangguan dan bahaya. Dalam hadis yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Siti Aisyah disebutkan, “ Malaikat jibril senantiasa memberi wasiat kepadaku ( untuk menjaga) tetangga sehingga aku menyangka bahwa dia ( malaikat jibril) akan mewarisinya ( tetangga).

            Perintah untuk berbuat baik terhadap tetangga juga terdapat dalam  Al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya:



 “ Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman-teman sejawat, ibn sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” ( Q.S. An- Nisa: 36).

3.      Berbicara Baik atau Diam
Sesungguhnya ucapan seseorang menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan dirinya. Orang yang selalu menggunakan lidahnya untuk berbicara baik, memerintah kepada kebaikan dan melarang kepada kejelekan, membaca Al-Qur’an, membaca ilmu pengetahuan, dan lain-lain, ia akan mendapatkan kebaikan dan dirinya pun terjaga dari kejelekan. Sebaliknya orang yang apabila menggunakan lidahnya untuk berkata-kata jelek atau menyakiti orang lain, ia akan mendapat dosa dan tidak mustahil orang lain pun akan berbuat demikian kepadanya. Maka perintah Rasulullah untuk berkata baik atau diam merupakan suatu pilihan yang akan mendatangkan kebaikan.

Memang sangat sulit untuk mengatur lidahagar selalu berkata baik atau diam. Akan tetapi, kalau berusaha untuk membiasakannya, tidaklah sulit apalagi kalau sekedar diam. Bagaimanapun juga, lebih baik diam dari pada berbicara yang tiada berguna dan tidak karuan“ Dari Anas. ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, “ Diam itu suatu kebijaksanaan, tetapi sedikit orang yang berbuatnya.”

            Orang yang tidak banyak bicara, kecuali hal-hal baik, lebih banyak terhindar dari dosa dan kejelekan, dari pada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal yang pantas dibicarakan dan yang tidak pantas dibicarakan.





بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم


KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ.
 أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ ، وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدُ الْأَمِيْنُ.
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
 عِبَادَ اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ



Tidak ada komentar:

Posting Komentar