Kamis, 12 November 2015

151. Meningkatkan Kualitas Mukhlis [Ikhlas]



Khutbah Jum'at Drs. St. Mukhlis Denros
Tanggal  1 Shafar 1437.H / 13 November 2015.M
di Masjid Baitul Taqwa
Komplek Perkantoran Bea Cukai Batam
Kecamatan Batu Ampar Kota Batam



إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ
.

Berhijrah dari Mekkah ke Madinah pada masa Rasulullah merupakan amal yang besar, tiada balasannya selain syurga, nilainya akan kecil bila dilaksanakan bukan karena Allah, dia pergi hanya mengikuti seorang wanita yang akan dinikahinya. Sahabat menanyakan kepada Rasul bagaimana pahalanya, kemudian Rasul menjawab, ”Sesungguhnya amal itu terletak pada niatnya, barangsiapa yang berhijrah karena dunia maka dia akan memperoleh dunia itu dan barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka dia akan memperoleh pahala yang baik dari Allah”.

            Lukmanul Hakim seorang pendidik yang namanya terangkum indah dalam Al Qur’an, tidak buru-buru mengajarkan shalat kepada anaknya. Dia lebih mengutamakan penanaman aqidah, setelah keimanan ini mantap barulah meletakkan fungsi ibadah pada urutan berikutnya, jelasnya kalau iman seseorang sudah mantap maka masalah ibadah, masalah shalat, berbuat baik kepada orangtua tidak perlu lagi dipaksakan.



 

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".[Lukman 31;13].

            Menurut Dahlan As, membagi niat manusia dalam beribadah pada tiga hal;

  1. Yang disebut dengan Linnafsi; yaitu niat manusia beramal dan berbuat karena, oleh dan untuk dirinya sendiri, tanpa didorong oleh pihak lain. Niat ini cendrung kepada sifat egoisme yang rela tertawa di atas penderitaan orang lain, berbahagia dibangkai saudaranya.

  1. Linnasi adalah niat manusia dalam berbuat karena dan oleh manusia, dia berbuat didorong oleh orang lain, karena dipandang dan karena ingin memperoleh pujian.

  1. Niat manusia yang ketiga ialah Lillahi; manusia berbuat karena Allah dalam segala hal, tujuannya mencari rezeki di pasar dengan jalan berdagang semata-mata mencari ridha Allah.




”Sekiranya kamu terangkan apa yang ada dalam hatimu atau kamu sembunyikan niscaya Allah akan memperhitungkan juga” [Al Baqarah 2;284].

            Yahya bin Syaifuddin An Nawawi membagi derajat manusia dalam beramal menjadi tiga yaitu;

  1. Amal Budak; dia melaksanakan suatu kewajiban karena takut kepada Allah, batas ketundukannya hanya menghindari murka Allah.

  1. Amal Saudagar; suatu perintah Allah dilaksanakan karena mengharapkan sesuatu yaitu pahala dari Allah, bila tidak ada yang diharapkan  maka otomatis dia tidak akan beramal.

  1. Amal Orang Merdeka;  ketundukannya kepada Allah sebagai bukti dan bakti kesyukuran kepada Allah, dilaksanakan karena memang perintah Allah yang wajib dilaksanakan.

  1. Amal cinta dan Syukur: seorang beribadah kepada Allah karena cinta dan syukurnya, sebagaimana Rasulullah mengungkapkan hal ini kepada Aisyah, bahwa beliau beribadah lantaran cinta dan syukur kepada Allah.

      Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Al Hakim, Rasulullah bersabda, ”Tiga orang yang tidak dilihat Allah dihari kiamat ialah; orang yang durhaka kepada orangtuanya, orang yang kecanduan minuman keras dan orang yang mengungkit-ungkit kebaikannya kepada orang lain.

Seorang lelaki datang kepada Rasulullah dan berkata, ”Bagaimana pendapat tuan akan seorang laki-laki yang tampil ke medan laga untuk berperang mencari harta rampasan dan karena popularitasnya ? Rasulullah menjawab, ”Ia tidak memperoleh apa-apa” laki-laki itupun penasaran dan bertanya sampai tiga kali, Rasul tetap menjawab, ”Ia tidak memperoleh apa-apa” kemudian beliau bersabda, ”Allah tidak menerima suatu amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas demi mencari keridhaan-Nya semata’ [HR. Abu Daud].

Sifat riya’ oleh Rasulullah dikatakan syirik kecil, sahabat bertanya, ”Apa itu syirik kecil ?” maka Nabi menjawab yaitu manusia datang untuk meminta balasan atas amal perbuatan yang mereka lakukan lalu Allah berkata kepada mereka, ”Pergilah kamu temui orang-orang yang karena mereka kamu  beramal di dunia, niscaya kamu akan sadar bahwa apakah kamu memperoleh balasan kebaikan dari mereka”.

            Hati manusia itu dalam kehidupan ini sangat mempengaruhi ditolak atau diterimanya amal, hati yang rusak karena dihinggapi penyakit akan merusak amal perbuatan manusia. Demikian pula halnya dalam pergaulan antar manusia, orang lebih tertarik dan simpati dengan orang yang baik hati, penolong, penyabar, penyantun serta sifat-sifat Ilahiyyah lainya. Pergaulan akan harmonis bila dalam hati seseorang tidak tertanam sifat membenci, balas dendam, hasud lagi dengki serta penyakit hati lainnya. Orang yang hatinya tulus dan mulya dikatakan dengan baik hati, bila sebaliknya akan dijuluki busuk hati.

            Dalam sebuah Hadits Qudsi Rasulullah bersabda, ”Orang yang beriman itu tak ubahnya seperti lebah, bila  ia akan makan maka akan dimakan makanan yang baik-baik dan bila ia mengeluarkan sesuatu iapun mengeluarkan sesuatu yang baik dan bila ia hinggal di suatu ranting, ia tidak membuatnya patah” [Tarmizi].

Lebah mempunyai sifat yang baik yang pantas dijadikan sebagai contoh yaitu hidupnya saling berkumpul untuk memecahkan segala persoalan, makanannya bunga-sunga segar lagi muda, dia menyukai yang bersih, terbang dari satu pohon ke pohon lain bahkan dia mengeluarkan madu yang sangat bermanfaat bagi manusia.


            Terbang dari pohon satu ke pohon yang lainnya bagi  lebah adalah pekerjaan yang biasa, walaupun ranting yang dihinggapi lapuk maka ranting tersebut tidak akan patah karena lebah tidak suka membuat kerusakan, dia cinta kebaikan dan keindahan, walaupun sering bepergian dari satu daerah ke daerah lain tetap terjaga  keindahan dan keserasian lingkungannya.

             Hal ini dapat diibaratkan bagi manusia yang berhati baik, dia selalu membuat kebaikan, sifatnya selalu terjauh dari sifat jahat, tidak mau melibatkan atau terlibat dalam keributan, ketika pindah dari Padang ke Lampung, orang Padang merasa sedih dan haru melepasnya dan sesampainya di Lampung disambut oleh tetangga baru yang siap bergaul dengannya, karena dia selalu rukun dan damai, dia terlepas dari hasut, dengki dan penyakit hati lainnya, persoalan kecil akan dihilangkan dan masalah besar  diselesaikan, lebih banyak mengalah demi kehidupan damai.

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Al Hakim, Rasulullah bersabda, ”Tiga orang yang tidak dilihat Allah dihari kiamat ialah; orang yang durhaka kepada orangtuanya, orang yang kecanduan minuman keras dan orang yang mengungkit-ungkit kebaikannya kepada orang lain.
Salah satu sebab Allah tidak mau memandang manusia pada hari kiamat ialah mereka yang beramal, berbuat kebaikan kemudian kebaikan tersebut dingungkit-ungkit kembali. Kalau dia tulus berbuat baik kepada manusia maka dia tidak akan mengungkit – ungkit kebaikan apa yang pernah diberikannya kepada orang lain, walaupun tidak diungkit-ungkit maka kebaikan itu akan tetap terkenang oleh penerimanya. Kebaikan akan gugur dan sia-sia karena diungkit kembali baik dengan ucapan maupun tindakan seperti, ”Anda tidak akan sejaya ini kalau tidak karena bantuan yang saya berikan, kamu tidak akan jadi kaya kalau bukan karena saya, dia itu sukses karena sumbangan dan bantuan baik kita” dan lain sebagainya ucapan yang dilontarkan.


Manfaat ikhlas itu antara lain:
            1. Ikhlas adalah syarat utama diterimanya amal seseorang muslim di hadapan Allah, tanpa ikhlas maka amal akan ditolah dan sia-sia. Seorang lelaki datang kepada Rasulullah dan berkata, ”Bagaimana pendapat tuan akan seorang laki-laki yang tampil ke medan laga untuk berperang mencari harta rampasan dan karena popularitasnya ? Rasulullah menjawab, ”Ia tidak memperoleh apa-apa” laki-laki itupun penasaran dan bertanya sampai tiga kali, Rasul tetap menjawab, ”Ia tidak memperoleh apa-apa” kemudian beliau bersabda, ”Allah tidak menerima suatu amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas demi mencari keridhaan-Nya semata’ [ HR. Abu Daud].
           2. Ikhlas itu salah satu syarat seseorang untuk terjauh dari godaan syaitan, surat Al Hijr 15;39-40 Allah berfirman,




  ”Iblis berkata, ”Ya Rabbku, sebab Engkau telah memutuskan aku sesat, pasti aku akan jadikan mereka memandang baik perbuatan maksiat dimuka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hamba-hamba Engkau yang Mukhlis [ikhlas] diantara mereka”.             

 3. Dengan sikap ikhlas seorang muslim akan merasa tentram di dunia, tanpa keraguan dan mencapai kebahagiaan hakiki, dalam surat Al An’am ayat  82 Allah berfirman,


”Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman [syirik] mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk”.

4.      Mereka yang hidupnya dipenuhi dengan keikhlasan akan diselamatkan dari neraka jahanam dan akan menghuni syurga jannatun na’im, sebagaimana dijelaskan Allah dalam ayat berikut,



 
 ”Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling taqwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya di jalan Allah untuk membersihkannya, padahal tidak seorangpun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi dia memberikan itu semata-mata karena mencari keridhaan Rabbnya Yang Maha Tinggi. Dan kelak dia benar-benar mendapat kepuasan” [Al Lail 92;17-21].

Ada beberapa hal yang harus dillakukan dan diperhatikan oleh seseorang bila akan menyalurkan nilai lebih yang terdapat pada dirinya sehingga pemberian tersebut mempunyai makna, disamping dihitung juga diperhitungkan Allah sebagai pahala , diantaranya;







1.       Merahasiakan derma itu, dalam Al Baqarah 2;284 Allah berfirman;





”Apabila kamu merahasiakan derma kamu atau kamu perlihatkan maka Allah akan memperhitungkannya”
 Orang dahulu bila berderma mereka rahasiakan dengan jalan berderma dengan orang buta sehingga tanpa diketahui oleh orang yang menerimanya.


2.       Jangan menyakiti dengan mengungkit derma yang sudah diberikan. Firman Allah dalam surat Al Baqarah 2;264,



 
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membatalkan derma kamu dengan mengungkit-ungkit dan menyakiti hati, seperti orang yang berderma supaya dilihat orang”.

3.       Memberi dengan muka yang bersih. Bagaimanapun baik dan banyaknya pemberian bila diberikan dengan muka masam, muka merah atau caci maki, maka sangatlah menusuk hati yang menerimanya. Pemberian yang sedikit lebih baik bila diiringi dengan senyum dan muka yang tulus.

4.       Dermakan barang yang paling baik dan yang masih disukai .Pemberian yang baik, disamping barang yang halal juga masih bermanfaat dan masih kita senangi dengan ukuran bila kita menerima barang tersebut dari orang lain kitapun merasa senang.

5.       Memberikan derma kepada sasaran yang tepat. Dalam sebuah firman-Nya dikatakan bahwa derma itu  ditujukan  kepada tempat dan sasaran yang tepat untuk menerimanya seperti panti asuhan, pembangunan madrasah atau membantu anak-anak yang terlantar pendidikannya.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ






Tidak ada komentar:

Posting Komentar