Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Syiah Kuala
Eks. Pasar
Tanjung Uma
Kecamatan Lubuk Baja Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
24 Syawal 1437.H/ 29 Juli 2016.M
IKHLAS DALAM BERAMAL
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ
وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى
فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ،:
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
أَمَّابَعْدُ؛؛ فَيَا
أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَاتَّقُوا اللهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
Hadirin sidang jum’at yang dirahmati Allah
Selayaknya
kita sanjungkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan karunia dan nikmat-Nya kepada kita sehingga kalau kita hitung-hitung
nikmat tersebut sungguh tidak terkira jumlahnya, bila nikmat itu kita syukuri
maka akan ditambah-tambah oleh Allah dengan nikmat yang lain dan sebaliknya
bila diingkari maka azab Allah akan diberikan, dari sekian nikmat-Nya adalah
nikmat iman dan islam sehingga kita masih merasakan bagaimana indahnya hidup
dalam dekapan hidayah-Nya, semoga kita termasuk orang-orang yang bersyukur atas
nikmat tersebut.
Shalawat dan
salam kita sampaikan pula kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi
Wassalam yang telah menuntun ummatnya ke jalan yang lurus yaitu jalan
orang-orang dahulu yang diberi nikmat oleh Allah.
Khatib
mengajak kita semua untuk meningkatkan iman dan taqwa sebagai bekal untuk
memasuki kehidupan yang pasti dan abadi yaitu kampung akherat.
Hadirin sidang jum’at yang dirahmati Allah
Dalam Hadits Arbai’in yang dikumpulkan oleh Imam
Nawawi dengan judul Ikhlas disebutkan;
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ
الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ
مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ
إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ
امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو
عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين
مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب
المصنفة]
ArtiHadits / ترجمة
الحديث :
Dari AmirulMu’minin, AbiHafs Umar bin Al Khottob
radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam
bersabda :Sesungguhnya setiap
perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap
orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dianiatkan. Siapa yang
hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia
yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya
(akan bernilai sebagaimana) yang dianiatkan.
(Riwaya tdua
imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin
Bardizbah Al Bukhoridan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi
An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih
yang pernah dikarang) .
Catatan :
Hadits ini merupakan salah satu
dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata
:Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan
hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan
salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata
:Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang
berkata :Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang
yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita
yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka
orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “MuhajirUmmi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).
Pembahasan
Dalam
melaksanakan ajaran Islam diantaranya masalah ibadah, secara luas atau ibadah
yang sempit, diharapkan ialah ketulusan dalam melaksanakannya. Amal yang
dilaksanakan dengan ikhlas, semata-mata mengharapkan ridha Allah, tetapi
walaupun amal tersebut besar belum tentu membuahkan hasil yang besar karena
bukan didorong oleh niat yang ikhlas.
Ulama Salaf [ulama pada masa dahulu] pernah memberikan
suatu pendapat yang berhubungan dengan niat dalam beramal, ”Kerapkali amal yang kecil menjadi besar karena niatnya, dan seringpula
amal yang besar menjadi kecil karena salah niatnya”.
Berhijrah dari Mekkah ke Madinah pada masa Rasulullah
merupakan amal yang besar, tiada balasannya selain syurga, nilainya akan kecil
bila dilaksanakan bukan karena Allah, dia pergi hanya mengikuti seorang wanita
yang akan dinikahinya. Sahabat menanyakan
kepada Rasul bagaimana pahalanya, kemudian Rasul menjawab, ”Sesungguhnya amal
itu terletak pada niatnya, barangsiapa yang berhijrah karena dunia maka dia
akan memperoleh dunia itu dan barangsiapa berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya
maka dia akan memperoleh pahala yang baik dari Allah”.
Ibadah yang ikhlas akan tertanam pada setiap jiwa mereka
yang beriman bila mereka telah mampu mengkaji dan menghayati kerangka ajaran
Islam yang kesatu yaitu Aqidah. Bila aqidah seseorang telah mapan dan kuat,
maka jangankan ikhlas dalam beribadah bahkan mengorbankan apa saja yang
dituntut agama dengan senang hati akan dilaksanakannya. Jangankan mengorbankan
waktu shalat yang hanya sekian menit, bahkan harta serta jiwanya dia rela
memberikan kepada Allah.
Lukmanul Hakim
seorang pendidik yang namannya terangkum indah dalam Al Qur’an, tidak buru-buru
mengajarkan shalat kepada anaknya. Dia lebih mengutamakan penanaman aqidah,
setelah keimanan ini mantap barulah meletakkan fungsi ibadah pada urutan
berikutnya, jelasnya kalau iman seseorang sudah mantap maka masalah ibadah,
masalah shalat, berbuat baik kepada orangtua tidak perlu lagi dipaksakan.
ikhlas adalah memusatkan pandangan [perhatian] manusia agar senantiasa berkonsentrasi kepada
Allah. Setiap mukmin senantiasa berkonsentrasi kepada Allah. Setiap mukmin
senantiasa melakukan perjanjian ikhlas dengan Rabb-nya, sebagaimana sering kita
baca beberapa ayat di dalam shalat,
’”Sesungguhnhya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi dengan cendrung kepada agama yang benar, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang menserikatkan Allah” [Al An’am 6;79]
Ibadah yang ikhlaslah yang diperhitungkan Allah walaupun
sedikit serta tidak disaksikan orang lain;
”Sekiranya kamu
terangkan apa yang ada di hatikmu atau kamu sembunyikan, niscaya Allah akan
memperhitungkan kamu juga”[Al Baqarah
2;284].
Tidak ada artinya bila ibadah tersebut disandarkan kepada
yang lain, disamping beribadah kepada Allah juga kepada makhluk, masih mencari
tandingan-tandingan selain Allah, seperti yang dilakukan ummat islam di lapisan
masyarakat, mendatangi kuburan dan dan dukun-dukun untuk memohon do’a dan
berkah, percaya dengan batu-batu dan keris dengan segala keramatnya.
Puasa
dilaksanakan dengan baik ketika mertua ada di rumah, tentang amalan yang
dikerjakan dengan riya’, Allah berfirman;
”Jika kamu mensekutukan Allah niscaya akan hapuslah
amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”[Az Zumar 39;65].
”Dan janganlah kamu
hinakan aku dihari mereka dibangkitkan, yaitu ketika harta dan anak-anak tiada
berguna, kecuali mereka yang menghadap kepada Allah dengan hati yang bersih”[Asy
Syu’ara 26;87,89].
Keikhlasan hati tidak akan tercermin kecuali pada orang
yang amat dalam mahabbah [kecintaannya] kepada Allah, dan perhatiannya lebih
terfokus pada akherat, tanpa tertempel di hatinya tujuan dunia. Orang seperti
ini bila ia makan, minum, bekerja, bahkan buang hajat sekalipun akan tetap
ikhlas. Sedangkan orang yang tidak mencintai Allah dan meyakini akherat maka
pintu ikhlas tertutup baginya.
Fudhail bin
Iyadh merumuskan amal yaitu,” Meninggalkan amal karena manusia disebut ria,
beramal karena manusia disebut syirik”.
Dalam sebuah hadits, seorang lelaki datang kepada Rasul
tentang melakukan amal secara sembunyi-sembunyi karena ikhlas kemudian orang
lain melihatnya, orang yang melihat tadi mencontohnya, Nabi menerangkan,”Orang
yang beramal itu mendapat dua pahala, pahala karena disembunyikan [bukan pamer]
dan pahala karena terbuka [agar dicontoh orang].
Pada hari kiamat nanti akan dihadapkan dalam suatu
persidangan Maha Adil yaitu tiga orang tokoh yaitu; pejuang, cendikiawan dan
hartawan. Kelompok ini ditanya tentang perbuatannya oleh Allah dengan segala
kebenarab sesuai dengan niat dan hati nurani masing-masing;
Kaum pejuang berkata bahwa mereka berjuang dan
bertempur pada jalan Allah sehingga
tewas di medan jihad, Allah menghardik mereka dan memasukkan ke neraka karena
mereka berjuang bukan karena Allah dengan mempertahankan agama tapi hanya
mengharapkan supaya disebut pahlawan,diberi bintang jasa dan dimakamkan di
pekuburan para pahlawan.
Kaum cendikiawan dihadapkan pula di pengadilan dengan
pengakuan bahwa dia menuntut ilmu lalu mengajarkan ilmunya kepada orang lain
dan tidak lupa membaca dan mempelajari Al Qur’an, semua itu dilakukan mencari
ridha Allah. Tapi Allah tidak menerima amalnya , sebab dia belajar dan mengajar
agar disebut dan digelari orang pintar, selalu membaca AlQur’an agar disebut
sebagai qari dan qari’ah, maka tempat merekapun dalam neraka.
Kelompok ketiga yaitu hartawan juga ditempatkan ke neraka
karena memanfkahkan hartanya supaya disebut dermawan padahal habis sudah dana
yang dia kumpulkan, tapi sia-sia karena berbuat tidak ikhlas.
Sungguh sangat
kasihan orang yang berbuat demikian, ibarat fatamorgana, disangka pahala yang
telah banyak dikumpulkan tapi kosong hasilnya, atau seperti debu yang menempel
pada batu licin yang hitam, saat dihembus angin gugur semua nya, disangka pahala sudah banyak padahal
hangus ditelan oleh hati yang tidak suci, disangka telah berbuat kebajikan yang
banyak padahal membawa ke neraka, untuk itulah niat, hati harus suci dari
segala karat yang dapat mendatangkan kerugian.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُم
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ، وَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِيْنَ.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ ،
وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدُ
الْأَمِيْنُ.
اَللهُمّ صَلّ
وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
عِبَادَ اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ
وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.
قَالَ اللهُ
تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْم
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ.
اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ
باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ
أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ
إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرُ