Jumat, 09 Oktober 2015

150. Meningkatkan Kualitas Muhsin



Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Baitul Taqwa
 Komplek Perkantoran Bea Cukai
Kecamatan Batu Ampar  Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
25 Zulhijjah 1436.H/ 9 Oktober  2015.M

KUALITAS MUHSININ


إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ
.

Yang dimaksud dengan Muhsinin adalah orang-orang yang mampu berbuat dengan amaliyah ibadah dalam seluruh asfek kehidupannya secara baik,bukan ibadah sebatas ritual dan mahdhoh saja tapi segala aktivitasnya bernilai ibadah semuanya yang diawali dari niat yang ikhlas, berbuat dengan standard acuan pribadi Rasulullah hingga pada tujuan hanya mencari ridha Allah. Sedankan pekerjaan seorang yang muhsin disebut dengan ihsan.

Secara bahasa,  ihsan berasal dari kata Ahsana: memberi kenikmatan atau kebaikan kepada orang lain. Hal ini seperti yang difirmankan oleh Allah Swt dalam surat an-Nahl ayat 90. “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan), memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (an-Nahl [16]: 90).

Menurut Raghib al-Asfahani ihsan lebih tinggi derajatnya dari sekedar adil.Jika adil adalah memberi dan mengambil sesuai dengan porsi yang yang dibutuhkan, maka Ihsan adalah memberi lebih banyak dan mengambil lebih sedikit.

Dalam salah satu hadisnya Rasulullah menjelaskan bahwa “Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kami melihat-Nya.Namun apabila kamu tidak merasakan melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim).

Kata ibadah yang dijelaskan oleh Rasulullah di atas tidak terbatas pada ibadah makhdah. Dalam Islam ibadah melingkupi segala perbuatan yang diniatkan untuk kepatuhan kepada Allah Subhabahu wa ta’ala. Orang yang shalat dan yang bermain bola sama-sama ibadah, apabila ditujukan dengan ikhlas sebagai upaya kepatuhan terhadap Allah Subhabahu wa ta’ala. Dengan pengertian ini maka orang yang telah mencapai tingkatan ihsan akan selalu merasakan kehadiran Allah dalam setiap tindakannya, baik yang tersembunyi maupun terang-terangan. 

Bukan hanya dalam hubungan dengan Allah (hablunminallah), dalam tataran interaksi dengan manusia (hablunminannas) ihsan juga sangat diperlukan. Kebobrokan moral dan meningkatnya kriminalitas adalah pertanda utama hilangnya ihsan. Bagaimana mungkin seorang yang merasakan kehadiran Allah dalam setiap tindakannya akan mudah berbohong, membohongi, hingga korupsi?

Dalam beribadah orang yang mencapai tingkatan ihsan akan merasakan kekhusyuan dan kepasrahan yang penuh kepada Allah Swt. Dalam berinteraksi dengan orang lain, dia akan selalu mengedepankan etika dan kemaslahatan. Dalam mengemban amanah dia akan menjalankanya dengan bijaksana. Bahkan dalam berinteraksi dengan binatang pun dia  tidak akan pernah menyakitinya.[Jauhar Ridloni Marzuq, Hikmah Pagi: Ihsan, Republika OnLineSelasa, 04 Januari 2011, 07:12 WIB].

Prof Dr KH Didin Hafidhuddin MSc mengaitkan ihsan dengan itqan, kedua istilah ini menurut beliau tidak bisa dipisahkan, ihsan saja belum lagi cukup tanpa diiringi dengan itqan, lebih jauh calon Presiden dari Partai Keadilan [Tahun 2000] ini menyatakan;

Ihsan dan itqan adalah dua istilah yang terdapat dalam Alquran dan sunah yang berkaitan dengan amal perbuatan seorang Muslim yang harus dilakukannya dalam hidup dan kehidupannya di dunia ini.Ihsan berarti optimalisasi dalam kebaikan. Artinya, kebaikan apa pun yang dilakukan seorang Muslim harus selalu optimal dalam persiapan dan pelaksanaannya, agar hasilnya didapat secara optimal pula.

Allah Subhabahu wa ta’ala  berfirman dalam QS al-Mulk [67]: 2:


"(Dia) Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya (optimal). Dan, Dia Mahaperkasa lagi Maha Pengampun."

Jika seorang Muslim sedang melakukan ibadah maka dipersiapkan dan dilakukan dengan baik, baik ilmu pengetahuan yang berkaitan dengannya maupun teknis pelaksanaannya. Ketika melaksanakan ibadah haji, misalnya, ilmunya dipersiapkan, tata cara pelaksanaannya disempurnakan, juga menjaga kesehatan jasmani rohani, sehingga betul-betul predikat haji mabrur dapat diraih, termasuk menjaga dan mempertahankannya ketika ia sudah kembali ke kampung halamannya.

Seorang Muslim yang sedang mendapatkan amanah jabatan publik di wilayah eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif, ia penuhi amanah tersebut dengan semaksimal mungkin agar betul-betul mampu mempersembahkan yang terbaik bagi kepentingan masyarakat dan bangsa di wilayah pekerjaannya tersebut. Amanah dan profesionalitas merupakan ciri utama dari pejabat Muslim tersebut. Karena disadarinya, semuanya akan dipertanggungjawabkan kepada konstituennya di dunia ini dan terutama kepada Allah SWT kelak kemudian hari, dan selalu berusaha menjauhi sifat khianat.

Allah SWT berfirman dalam QS al-Anfal [8]: 27: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad), dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui."

Sedangkan, itqan berarti kesungguhan dan kemantapan dalam melaksanakan suatu tugas, sehingga dikerjakannya secara maksimal, tidak asal-asalan, sampai dengan pekerjaan tersebut tuntas dan selesai dengan baik.Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melaksanakan suatu pekerjaan, maka pekerjaaan tersebut dilakukannya dengan itqan." (HR Thabrani).

Karena itu, ihsan dan itqan harus selalu menjadi ruh dan spirit bagi setiap Muslim dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya, baik yang berhubungan dengan Allah SWT maupun dengan sesama manusia, sehingga pekerjaannya itu akan selalu bernilai ibadah dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.[Ihsan dan Itqan-lah dalam Mengemban Tugas,Republika.co.id.Jumat, 06 Mei 2011 11:35 WIB].

Ihsan menurut Rasul adalah,"Hendaklah kamu menyembah Allah, seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya pasti Dia melihatmu". Sehingga pengabdian kepada Allah akan mantap tanpa diganggu oleh sikap riya', bahkan walaupun tidak dilihat manusia maka Allah tetap melihatnya;

"Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam" [Al An'am 6;162].

"Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu" [Al Baqarah 2;284]

Sikap ihsan tidaklah berdiri sendiri, dia berangkai dengan iman dan islam bahkan semuanya berawal dari keimanan dan keislaman seseorang, sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah. Suatu hari ketika Rasulullah sedang berdialoq dengan para sahabatnya, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dengan pakaian putih-putih dan bertanya;

            "Apakah Iman itu?" Rasulullah menjawab,"Iman ialah engkau percaya dan meyakini Allah, Malaikat-Nya, hari akherat, para Rasul dan yakin adanya hari berangkit".Selanjutnya orang itu bertanya lagi"Apakah Islam itu?", Rasulullah menjawab,"Islam ialah hendaknya kamu menyembah Allah,  jangan menyekutukannya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat dan puasa pada bulan Ramadhan". Orang itu bertanya lagi,"Apakah Ihsan", Rasulullah menjawab,"Hendaklah kamu menyembah Allah, seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya pasti Dia melihatmu".Orang itu bertanya lagi,"Kapan Kiamat akan terjadi?"Rasul menjawab,"Aku yang ditanya juga tidak tahu".

Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan tentang Memupuk sifat ihsan [baik] ;

            Coba bayangkan betapa tenteramnya masyarakat yang masing-masing individu di dalamnya menghiasi diri dengan sifat terpuji ini. Oleh sebab itulah, Rasulullah saw, berulang-ulang menasehati umatnya untuk berlaku ihsan dalam segala hal. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw, bersabda, “Sesungguhnya Allah mencatat ihsan dalam segala hal. Oleh sebab itu, jika kalian membunuh [binatang] maka berlaku ihsanlah.Dan jika menyembelih [binatang] maka berlaku ihsanlah.Hendaklah kalian menajamkan mata pisau yang akan dipakai untuk menyembelih serta membuat nyaman kondisi binatang yang akan disembelih” [HR. Tirmidzi].

            Diriwayatkan juga bahwa Ibnu Abbas ra, berkata,”Pada Bani Israel  berlaku hukum qishash, tetapi tidak berlaku hukum diyat [pembayaran sejumlah uang sebagai ganti qishash]. Oleh karena itulah Allah swt, kemudian menurunkan ayat,“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih’’[Al Baqarah;178].

Maksudnya, sebagai tindak lanjut dari maaf [yang diberikan oleh ahli waris terbunuh] tersebut maka hendaklah mereka [ahli waris si terbunuh itu] menerima diyat dengan memintanya dengan cara yang baik. Adapun si pembunuh maka hendaklah dia membayar diyat tersebut dengan sikap ihsan. Disyariatkannya diyat merupakan wujud keringanan dan rahmat Allah swt, terhadap kalian [ummat nabi saw] yang tidak diberikan kepada umat sebelum kalian. Terhadap mereka Allah swt, hanya menggariskan hokum qishash” [Sunan An Nasa’i].

Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya setiap muslim adalah saudara kalian maka berbuat ihsanlah terhadap mereka, damaikanlah mereka apabila berselisih, minta tolonglah kepada mereka terhadap hal-hal yang tidak sanggup kalian hadapi, serta sebaliknya bantulah mereka dalam hal-hal yang tidak mampu  mereka lakukan” [HR. Ahmad].[Gema Insani, 2007, hal 105].

Banyak melakukan pekerjaan sangat baik tapi lebih baik lagi bila dikerjakan dengan ihsan dan itqan sehingga kualitasnya dapat dinikmati, ketika kita mengetik sebuah naskah, dapat ketikan itu selesai dalam waktu cepat, kalau hanya targetnya cepat saja tapi tidak rapi dan baik maka tidaklah memuaskan, mungkin masih kita hargai pendapat orang tua masa lalu yang mengatakan,”Biar lambat asal selamat” karena memang untuk mengujudkan kerja yang ihsan dan itqan tidak bisa buru-buru apalagi asal kerja, apalagi pekerjaan itu berkaitan lansung dengan ibadah, tentu ihsan dan itqan sangat dibutuhkan.

Dalam  bersikappun kita dituntut untuk berlaku ihsan, sebagaimana pada hadits Rasulullah diatas, kepada hewan saja kita dalam menyembelihnya agar berlaku ihsan apalagi bersikap kepada manusia, dalam bertutur kata tidak menyakitkan orang lain, jauhkan diri  dari kata-kata yang menghujat, mencaci-maki, berkata kotor dan canda tidak karuan, karena bicara yang tidak baik mendatangkan mudharat bagi pelakunya. Termasuk dalam aktivitas dakwah, apakah mungkin orang akan mau mendengar dan mengikuti dakwah seseorang  bila pesan-pesan dakwah itu penuh dengan hujatan dan caci-maki, sebaiknya dakwah itu memberi motivasi kepada orang lain untuk berbuat yang lebih  baik.

Pekerjaan apapun yang kita lakukan harus dikerjakan dengan ihsan dan itqan, hal ini sangat penting bagi tukang cukur, bila tidak dikerjakan dengan ihsan dan itqan maka berantakanlah rambut orang yang dicukurnya,  tukang sepatu yang tidak ihsan dalam pekerjaannya menjadikan sepatu langganannya rusak binasa, bekgu juga tukang jahit, harus ihsan dalam menjahit baju orang, bila tidak maka baju itu akan senjang sebelah, begitu juga pekerja bengkel, karena keselamatan pengemudi dan penumpang didalamnya, ihsan dalam memperbaiki kendaraan amat dibutuhkan, sehingga dapat kita pastikan, pekerjaan apapun apalagi yang berkaitan dengan hajat orang banyak bila tidak dikerjakan dengan ihsan dan itqan akan mendapat balasan yang tidak baik dikemudian hari.

Malaikat Jibril menyampaikan pesan kepada Nabi Muhammad dengan tiga hal,”Berlaku baik kepada pada isteri, berlaku baik kepada tetangga dan shalat secara berjamaah”[HR. Bukhari, Muslim, Ahmad].

Tiga hal diatas dijelaskan oleh Dr.H. Ahmad Yani dalam kumpulan Khutbah Jum’atnya agar kita berbuat ihsan [baik] kepada orang-orang yangdimaksudkan dan melakukan shalat secara ihsan dalam berjamaah;
wasait pertama yaitu; Berlaku baik kepada isteri merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini karena dengan orang lainyang hubungan kita jauh saja harus berlaku sebaik mungkin, bahkan kepada binatangpun kita harus berlaku baik, apalagi kepada isteri yang hubungan kita amat dekat dan keberadaannya amat kita butuhkan. Rasulullah mendapat wasiat yang amat ditekankan untuk berlaku baik kepada isteri, dalam satu hadits beliau bersabda,”Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar memperlakukan isteri sebaik mungkin sampai aku mengira kalau isteri itu haram diceraikan”.

Manakala kita sudah berlaku baik kepada isteri, maka hal itu menjadi salah satu tokok ukur bagi akhlak yang baik, dalam satu hadits, Rasulullah bersabda,”Mukmin yang palingsempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya. Dan yang paling baik diantara kamu ialah mereka yang paling baik terhadap isterinya”[HR. Ahmad].

Wasiat Jibril yang kedua adalah Berlaku baik kepada tetangga.Secara fisik, keberadaan tetangga merupakan yang terdekat setelah keluarga.Karena itu, kedekatan fisik dengan tetangga semestinya dapat mencerminkan kedekatan hati sehingga sebagai muslim kita harus berlaku sebaik mungkin kepada tetangga, Rasulullah bersabda,”Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga sampai aku mengira kalau tetangga itu akan dijadikan ahli waris”.

Bila dengan tetangga kita begitu ditekankan untuk berlaku baik sehingga Rasul menduga antar tetangga itu akan saling mewarisi, maka hubungan kita dengan tetangga seharusnya bisa seperti hubungan dengan anggota keluarga sendiri, karena yang mendapat harta waris adalah anggota keluarga. Karena begitu ditekankan berlaku baik kepada tetangga, maka hal ini menjadi salah satu dari ukuran keimanan kepada Allah Swt dan hari akhir, Rasulullah Saw bersabda,”Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendkalah ia memuliakan tetangganya” [HR. Bukari dan Muslim].

Wasiat ketiga Jibril kepada beliau adalah melaksanakan shalat secara berjamaah. Bagi seorang muslim yang sejati, shalat yang lima waktu tidak hanya harus dilakukan tapi melakukannya sedapat mungkinb secara berjamaah, bahkan berjamaahnya di masjid khususnya bagi muslim yang laki-laki. Karena itu ada pula pendapat yang menyatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya wajib meskipun sebagian besar ulama berpendapat sunnah muakkad yang hampir mendekati wajib. Rasulullah saw, memang mendapat wasiat dari Malaikat Jibril yang menekankan agar shalat dilakukan secara berjamaah, beliau bersabda,”Jibril senantiasa berwasiat kepadaku agar aku melakukan shalat berjamaah sampai aku mengira Allah tidak akan menerima shalat kecuali dengan berjamaah” [HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah].
Apabila kesadaran kaum muslimin untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid sudah lebih besar, maka akan semakin banyak orang yang melaksanakannya,tidak seperti sekarang yang berjumlah sedikit bahkan amat sedikit. Manakala semakin banyak dari umat Islam yang melaksanakan shalat berjamaah, maka hal itu lebih disukai oleh Allah swt yang tentu saja akan semakin banyak pahala yang diberikan-Nya, Rasulullah saw bersabda,”Shalat seorang dengan orang lain adalah lebih baik daripada shalatnya sendirian, shalatnya dengan dua orang lebih baik dari shalatnya berdua dan mana yang lebih banyak itulah yang lebih disukai Allah Ta’ala [HR. Ahmad, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban].

Dari uraian ini, bisa kita ambil suatu pelajaran bahwa seorang muslim memang harus menunjukkan kualitas keislamannya dalam bentuk akhlak yang mulia yang dimulai dari berlaku baik pada orang yang ada di rumah dan sekitar rumahnya. [Ahmad Yani, Khutbah Jum’at, Tiga Wasiat Malaikat Jibril, Khairu Ummah, 2011].
Begitu luasnya akhlak ihsan yang dapat diterapkan pada seluruh asfek kehidupan sehingga hadirnya seorang muslim itu dimanapun dia berada dapat mendatangkan manfaat bagi manusia, karena memang muslim yang baik itu adalah muslim yang mampu tampil agar bermanfaat bagi sekelilingnya karena dia mampu tampil bukan sekedar tampil tapi menampilkan akhlak ihsan.
Asfek ibadah seorang ihsan sangat luas sekali,salah satunya dengan  harta benda sebagaimana yang diterangkan Allah dalam firman-Nya surat Al Baqarah 2;195


 Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.

Ada Beberapa Kisah tentang sikap ihsan yaitu;

            Pertama; Dalam sebuah peperangan, sebelumnya Rasulullah menyampaikan taujih [pengarahan] kepada para sahabat bahwa biaya jihad itu sangat besar sekali, maka  beliau menawarkan kepada muhsinin di zaman beliau, maka tampillah ketika itu Umar bin Khattab dengan ucapannya,”Ya Rasulullah akan aku serahkan separuh hartaku untuk berjihad besok”, dalam hati Umar menyangka bahwa dialah yang palingbesar infaqnya, setelah itu tampil pula Abu Bakar dengan wibawa menyatakan.”Wahai Rasul, aku serahkan seluruh hartaku untuk jihad besok”, Rasull bertanya,”Apa yang kau sisakan untuk keluargamu ?”, Abu Bakar menjawab ”Yang tersisa adalah Allah dan Rasul-Nya.” Dalam hati Umar bergumam,”Memang Abu Bakar tidak bisa disaingi dalam kebaikan ini”.

            Kedua; Suatu  ketika  telah ditemukan siapa orang yang menyebarkan  isu tentang terjadinya dugaan penyelewengan Aisyah dengan Shafwan, isu itu berkembang sehingga merusak keutuhan rumah tangga Rasulullah. Rupanya salah seorang yang menyebarkan  isu itu adalah pembantunya sendiri, maka langsung Abu Bakar menyatakan,”Saya tidak akan lagi memberimu makan dan memutuskan agar engkau keluar dari rumah ini”, mengetahui sikap Abu Bakar demikian maka Rasul melarangnya, bahwa tidak boleh memutuskan kebaikan kepada orang yang biasa kita beri kebaikan apalagi keluarga sendiri, Abu Bakarpun mencabut sumpahnya tadi.
           
            Ketiga; Jangankan muslim, sedang manusia kafirpun hati nuraninya menuntut untuk berbuat kebaikan. Tersebutlah dizaman Rasul ketika beliau diboikot penduduk Quraisy di lembah Si’ib atau dikenal dengan nama lembah Abu Thalib, tidak boleh berdagang dan membeli dagangan dari non muslim, sehingga Rasul ketika itu dengan para sahabatnya menderita tanpa bahan makanan, ada seorang sahabat yang ketika malam hari saat buang air kecil dia merasakan ada sebuah benda keas yang teraba olehnya, dia bawa pulang, rupanya selembar kulit kambing yang sudah mengeras, itulah yang dia bersihkan lalu dimasak dan dimakan, demikian sengsaranya ummat islam diperlakukan oleh Abu Jahal dan kawan-kawan.

            Dalam kondisi demikian, tegeraklah hati seorang kafir Quraisy untuk memberikan bantuan, dia ambi seekor kuda, lalu diisi dengan bahan makanan di seluruh  pundaknya, sarat dengan bekal itulah, dia arahkan sang kuda ke lembah Si’ib, kemudian dia pukul pinggul kuda itu dengan kuatnya sehingga larilah sang kuda ke arah ummat islam yang sedang menunggu bantuan dari siapapun.

            Profil muhsinin adalah pribadi yang siap untuk mencapai derajat taqwa dengan jalan berbuat baik dimana saja dan kapan saja, baik dalam kondisi lapang ataupun sempit, dalam kondisi kaya atau miskin;“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”[Ali Imran 3;134].

            Nilai pahalanya  tentu beda bagi seorang kaya mampu menginfaqkannya dari harta sebesar umpamanya Rp. 5.000,- sedangkan orang miskin uang sebesar itu harus dicari dengan pengorbanan yang luar biasa sedangkan si kaya sangat mudah sekali, dan Allah memang menuntut ummatnya untuk berbuat baik tidak dinilai dari besarnya tapi kualitasnya.

            Banyak sebenarnya bagi seorang mukmin peluang-peluang untuk berbuat baik itu yang tidak sebatas ibadah wajib saja, semisal ibadah haji, bagi yang sudah pernah menunaikannya,alangkah baik menahan diri untuk tidak ke Mekkah lagi, sementara dana untuk kesana dialokasikan untuk kepentingan lain yang pahalanya tidak dapat ditandingi seperti kepentingan pendidikan dan sosial dalam rangka membantu meringankan nasib dhu’afa.

            Termasuk semangat membangun masjid, kita tahu bahwa sudah terlalu banyak masjid dibangun dengan dana ratusan juta, itu memang sebuah kebaikan akan bernilai pahala disisi Allah, tapi mengalokasikan dana tersebut untuk memakmurkan masjid apakah tidak berpahala, memang fisiknya tidak nampak, tapi hasilnya akan nampak bagi jamaah, termasuk untuk pembinaan generasi muda di masjid, apakah kita rela masjid indah sementara fakir miskin merintih disamping masjid atau ada remaja yang putus sekolah karena tidak ada biaya karena kita tidak memperhatikannya.

            Untuk mencapai derajat taqwa seseorang harus melewati fase muhsin ini sehingga dia diberi prediket orang yang selalu berbuat baik. Dengan kebaikan ini pulalah akan membuat simpati orang kepada kita sehingga rasul menyatakan kalau ummatnya ini seperti lebah yang selalu mengeluarkan hal-hal yang baik seperti madu dan bila lebah hinggap pada ranting yang rapuh  sekalipun maka ranting itu tidak akan patah.

            Keempat, Saat Muhamad diproklamirkan Allah sebagai Rasul, waktu itu tersebar kabar yang menuduh Muhammad  orang yang membuat kerusakan karena membawa ajaran baru. Datanglah seorang ibu ke Mekkah dengan kendaraan onta yang disewanya, tepat onta itu berhenti di depan Rasul yang sedang lewat, sang ibu berteriak agar dia dibantu untuk mengangkatkan  barang-barangnya tersebut, maka tampillah Muhammad. Dalam perjalanan sang ibu banyak ceritanya tentang isu Muhammad yang mengaku sebagai nabi dan merusak bangsa Quraisy, ibu itu berpesan ,”Saya kasihan dengan kamu, janganlah kamu berteman dengan Muhammad nanti kami disesatkannya”.

            Sesampai Muhammad  mengantarkan barang itu, beliau menolak ketika sang ibu memberikan upah, lalu dia berkata,”Ibu tahu tidak dengan Muhammad?”, ibu itu menjawab bahwa dia belum kenal dengan Muhammad,  baru sebatas informasi dari orang, beliau berkata,”Sayalah yang bernama Muhammad itu”, lansung sang ibu terkejut dan menyatakan diri sebagai muslimah.wallahu a’lam [Mdr, 2009]

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ








Khutbah yang kedua

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.
.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.




                                                     

Selasa, 06 Oktober 2015

149. Meningkatkan Kualitas Mukmin



Khutbah Jum’at
Drs. St. Mukhlis Denros
Di Masjid Darul Hikmah
 Baloi Indah, Kampung Pelita
Kecamatan Lubuk Baja Kota Batam
Provinsi Kepulauan Riau
18 Zulhijjah 1436.H/ 2 Oktober  2015.M


MENINGKATKAN KUALITAS MUKMIN

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ
.



Hadirin, sidang jum’at yang dirahmati Allah

Segenap puja dan puji kita sanjungkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan karunia, rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehingga kita bisa hadir memenuhi panggilan Allah untuk melaksanakan sebagian kecil kewajiban agama yang dituntunkan-Nya yaitu melaksanakan shalat jum’at, semoga ujud syukur itu mampu kita buktikan melalui ibadah kepada-Nya.

Shalawat dan salam kepada junjungan kita nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam yang telah mengorbakan seluruh potensi hidupnya untuk menyelamatkan manusia, yaitu selamat hidup di dunia dan selamat hidup di akherat.

Kemudian khatib mengajak kita semuanya untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagai bekal hidup menuju akherat.

Hadirin, sidang jum’at yang dirahmati Allah

Jati diri artinya identitas atau karakteristik dan  kepribadian, seorang mukmin jelas punya identitas, kepribadian dan integritas yang tinggi nilainya di hadapan Allah karena mereka memiliki iman, konsisten dan siap untuk berjuang, sebagaimana yang digambarkan Allah dalam firman-Nya;



 


 "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar" [Al Hujurat 49;15]

Berangkat dari ayat diatas ada empat kepribadian seorang mukmin yang perlu kita miliki selain kepribadian lainnya;

1.Beriman Kepada Allah
Jati diri seorang muslim itu adalah beriman kepada Allah yang terhunjam di hati, terucapkan melalui lisan serta teraplikasikan dalam amal-amal shaleh setiap waktu, Allah berfirman dalam surat  Al Baqarah 2;25 ;



“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya”

            Iman yang hanya sekedar terhunjam di hati tanpa terucap dilisan dan tidak teraplikasi melalui amal perbuatan, inilah imannya Fir’aun dan iblis [10;90, 15;39-40]


 

“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"[Yunus 10;90]



 “Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka".” [Al hijr 15;39-40]

 Iman yang hanya terucap di bibir tanpa terhunjam di hati, tanpa goresan amal, maka inilah imannya orang-orang munafiq [Al Baqarah 2;8].



 

di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman”

2.Beriman Kepada Rasul
Beriman kepada rasul artinya mengikuti  kebenaran yang dibawanya serta tidak ragu bahwa memang beliaulah orangnya yang diutus sebagai nabi terakhir, membawa risalah tauhid dan kebenaran islam ini, Allah menegaskan dalam firman-Nya;





 “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada Kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu Telah sesat sejauh-jauhnya”[An Nisa’ 4;136]

Konsekwensi mengimani Rasul adalah mentaatinya,  seorang mukmin punya kewajiban untuk taat dan mengikutinya dalam seluruh asfek ajaran islam yang telah dicontohkan baik secara pribadi, keluarga, masyarakat maupun bernegara. Hakekat mengikuti rasul adalah wahyu yang diterjemahkan melalui tindakan kehidupan sehari-hari, demikian pula mengingkari rasul pada hakekatnya juga mengingkari allah dan seluruh ajarannya, Allah menegaskan dalam surat An Nisa’ 4;80


 
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia Telah mentaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka”.

Iman kepada Rasul adalah salah satu rukun iman [2;177,3;84] tidak dianggap muslim seseorang kecuali dia beriman bahwa Allah mengutus Rasul yang menginterpretasikan hakekat yang sebenarnya dari dienul islam.


 
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”[Al Baqarah 2;177]

Juga tidak dianggap beriman atau muslim kecuali ia beriman kepada seluruh rasul dan tidak membedakan antara satu dengan lainnhya, Allah berfirman dalam surat An Nisa’ 4;150





 “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),

3.Istiqamah Dalam Menjalani Hidup
Seorang yang punya kepribadian muslim itu punya kriteria istiqamah, bagaimanapun kondisi yang dialami, sakit atau senang, bahagia atau sengsara bahkan dikala diuji dengan segala yang melenakan hidupnya agar berpaling dari islam maka semakin kokoh keimanannya hingga ajal menjemputnya kelak. Kekonsistenannya terhadap islam nampak dalam kehidupan sehari-hari melalui pribadi, keluarga dan bermasyarakat;
  

 " Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya)" [Al Ahzab 33;23]

Dengan keimanan yang  dimiliki menjamin jiwa orang yang beriman akan stabil dalam kondisi apapun walaupun kondisi itu akan meneteskan air mata atau akan menggenangkan darah maka semua itu dihadapi dengan jiwa yang stabil, Rasulullah bersabda,"Sungguh ajaib sikap orang-orang mukmin itu, kalau diberi nikmat dia bersyukur dan itu lebih baik baginya, dan kalau ditimpa musibah diapun bersabar dan itu lebih baik baginya"

Ibnu Taimiyah saat berhadapan dengan pemerintahan yang zhalim yang akan mencelakakan dirinya maka dia bermunajad kepada Allah yang menggambarkan kestabilan jiwanya menghadapi segala teror itu, "Ya Allah seandainya mereka mencampakkan aku maka waktu itu adalah saat yang tepat bagiku untuk bertamasa bersamaMu, kalau mereka mengurungku maka saat itu adalah waktu yang tepat bagiku untuk bersunyi diri bersamaMu, walaupun sekiranya mereka menggantungku maka itu adalah waktu yang tepat agar aku bisa cepat bertemu dengan-Mu".

Satu ketika Amar bin Yasir dihukum oleh majikannya dengan siksaan yang berat, lalu bapak dan ibunya dipancung dan ditombak di hadapannya,  tapi tidak menggoyahkan imanya. Bahkan Musyaib bin Umair dikurung oleh ibu kandungnya sampai ibunyapun siap untuk mogok makan agar anaknya kembali ke ajaran nenek moyang yaitu menyembah berhala, dengan enteng Musyaib menjawab,”Wahai ibu, seandainya ibu karena tidak makan meninggal lalu hidup lagi, mati dan hidup lagi hingga seribu kali mengalami hal demikian, sungguh aku tidak akan meninggalkan agama yang dibawa Nabi Muhammad”.

4.Berjihad di Jalan Allah
Yang disebut jihad bukan hanya perang saja, perang merupakan puncak dari jihad, sedangkan lingkup jihad itu banyak sekali seperti  bidang ekonomi, pendidikan, politik, budaya dan seluruh lini kehidupan manusia yang berorientasi mencari ridha Allah. kepribadian islami adalah pribadi muslim yang mampu menggunakan dirinya untuk berjihad di jalan Allah pada seluruh sektor kehidupan manusia baik dengan harta, jiwa, tenaga, fikiran,ekonomi bahkan politik demi untuk tegaknya islam dengan kalimat Allah yang haq.

Sayid Qutb mengatakan bahwa tegaknya islam ini di dunia karena semangat jihad ummat yang masih berkobar, dan sebaliknya hancurnya ummat ini karena jihad telah ditinggalkan.

Ini yang disinyalir oleh Rasulullah bahwa ummat ini akan hancur berantakan ibarat makanan yang terhidang diatas meja, direbut oleh semua manusia, dikarenakan sudah tidak punya izzah lagi, apalagi telah terjangkit pula oleh penyakit wahn, yaitu penyakit mental, “terlalu cinta kepada dunia dan terlalu takut dengan kematian”.



 
”Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”[At Taubah 9;111].

Sebagai bukti iman pada seseorang harus nampak pada nilai-nilai yang diperjuangkannya, salah satu adalah hasil celupan Ilahiyah dan terwarnai oleh celupan itu, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah 2;138


“ Shibghah Allah. dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan Hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.”




أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم